My Day

183 16 35
                                    




Hi guys! Enjoy this chapter!

*




Dua koper kecil di depan pintu, tiga orang manager yang sibuk berkeliaran mengintari kamar rawat yang untungnya luas ini, dan Rana yang masih mengantuk dipaksa bersiap-siap untuk keluar.

Masih sangat pagi, tepatnya pukul 5.10 hari Senin. Pemilihan waktu yang sesuai untuk menyelinap keluar dari rumah sakit tanpa terendus wartawan.

"Mama mana ya?" tanya Rana yang ingat terakhir kali melihat Mamanya saat makan malam.

"Oh, Ibu udah balik dari tadi malam mba," jawab salah satu manager. Rana sedikit bingung namun mencoba tak mempermasalahkan hal tersebut. Toh dia sudah dewasa, bisa masuk rumah sakit dengan ulah sendiri maka sudah seharusnya keluar dengan mandiri juga.

"Langsung masuk mobil duluan aja Ran, takut ada wartawan, aku balik lagi ke atas ada yang ketinggalan," ujar mbak Elis—salah satu managernya saat pintu lift terbuka menuju lobby basement.

Pintu lift di belakangnya sudah tertutup kembali membawa mbak Elis, lantas dengan keheranan sendiri Rana tetap melangkah ke pintu kaca dimana di depannya terparkir mobil—yang diduga memang disiapkan untuk menjemputnya. Mobil tersebut dari samping sangat familiar, pikir Rana, yang dua detik kemudian terjawab saat sosok tak diduga keluar dari sisi pengemudi.

"Morning," sapa Batara yang mengenakan sweater abu-abu, celana pendek dan topi hitam pagi itu.

"Ini kamu yang jemput, apakah official diizinin manager aku atau?" tanya Rana tidak melanjutkan kata 'nekat' di akhir kalimat, curiga namun tetap tanpa ragu langsung masuk mobil saat pintu dibukakan untuknya. Bahkan tidak sampai 30 detik setelah Batara membukakan pintu untuknya.

"Resmi dong," dengan nada bangganya Batara menjawab.

"Nggak kerja?"

"Cuti. Seatbelt," jawabnya santai. Sejujurnya, saat Rana punya waktu 3 detik memperhatikan gerak gerik Batara sebelum menjalankan mobil, laki-laki itu tampak segar dan ceria—kontras dengan seminggu lalu saat Rana baru masuk rumah sakit. Kontras dengan adegan menguras emosi yang mereka kerjakan hari itu, yang berakhir menggantung.

Rana patuh memasang sabuk pengaman, tiba-tiba Batara melepas topinya dan memasangkan ke Rana sebelum seperti tidak terjadi apa-apa mulai tancap gas keluar dari basement.

Rana merapikan topi dan rambut, sambil terang-terangan menatap supirnya pagi itu sebelum mengenakan kacamata hitamnya.

"Nih aku bikin jus, minum dulu. Mau sarapan bubur nggak?"

Rana menerima botol familiar yang diberikan Batara, membuka dan mencoba mencium apa saja bahan yang kira-kira dimasukkan ke jus tersebut. "Bubur dimana?"

"Oke mau ya berarti. Ntar kamu juga tau, sekarang abisin dulu jusnya dan kamu boleh tidur."

Awalnya Rana pikir ucapan Batara tidak masuk akal, bagaimana bisa ia tidur saat sudah sangat terbangun, sedang berada di sebelah mantan pacar yang tiba-tiba dengan manis menjemputnya. Belum lagi tujuan mereka belum jelas dan silau sinar matahari pagi melawan dari arah depan.

Tapi sekali lagi Rana salah, ia baru sadar kembali saat suara halus Batara memanggil membangunkan saat mereka berada di parkiran apartemen yang sangat Rana kenal.

"Udah sampai, yuk," ajaknya tidak lupa senyum dan mata berbinar itu. Batara lebih dulu mengambil tas Rana kemudian berjalan memutari mobil, membukakan pintu.

"Ngaku deh kamu masukin obat tidur ke jus tadi?" tuduh Rana curiga. Batara mengerutkan kening, terlihat tidak suka dengan kata 'obat tidur' yang seminggu lalu hampir membuat jiwanya tertarik dari tubuh saat dapat berita Rana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Colors : A day in VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang