"Neng hari ini jadwal kamu periksa ke bidan kan?" Tanya Teh Yuni begitu memasuki kamar yang telah dia tempati selama 4 bulan terakhir.
Kamar dimana dia menghabiskan waktunya sendiri.
Dia benar-benar tinggal di rumah peninggalan nek Asih, rumah yang telah disiapkan oleh mendiang ayahnya sebelum kasus korupsinya terbongkar.
Rumah kecil di dekat kebun dan sawah milik Mang Herman, rumah dirinya pun di kelilingi oleh rumah Mang Herman dan juga rumah A Ajie.
Dia tahu jika Arga, Lukman dan Hendri datang kemari beberapa bulan yang lalu, tapi dia tidak pernah mau muncul.
Dia memilih menyibukkan diri di dalam kamar, walaupun ujung-ujungnya dia tetap menangisi saat Arga pergi.
Dirinya masih belum memiliki nyali untuk bertemu dengan Arga, rasa malu dan rasa penyesalan terus menghantui dirinya. Terlebih saat tahu bagaimana kondisi terakhir dari Aska dan Papa mertuanya, perasaan bersalah dirinya semakin besar.
Rere, Nata dan juga teh Mutia beberapa kali pernah datang kesini untuk berkunjung, namun keduanya tidak bisa terus datang karena takut jika Arga menaruh curiga. Tidak terkecuali dengan teh Mutia yang hampir seminggu sekali sering datang bersama dengan a Arya.
Kadang dirinya heran a Arya itu kan sepupunya Arga tapi kenapa dia malah ikut menutupi keberadaannya.
Mungkin Arga tidak menaruh curiga kepada kedua pasangan tersebut dan lebih menaruh curiga terhadap Rere dan juga Nata.
Apalagi Arga ketahuan menyimpan salah satu anak buahnya untuk mengawasi Rere dan juga Nata.
Arga juga sempat menyimpan satu anak buahnya untuk terus mengawasi kampung ini, tapi untungnya warga disini dengan baik terus menutupi keberadaan nya.
Beruntung nya warga disini sangat menjunjung tinggi kehormatan dari keluarga Mang Herman yang kebetulan merupakan salah satu orang terpandang di kampung sini.
Menurut Mang Herman banyak warga disini yang pernah dibantu oleh mendiang Ayah, bahkan banyak juga orang yang kini menjadi juragan kampung itu juga berkat bantuan Ayah.
Salah satunya mantan Pak Kades disini,dan juga bu Bidan yang pernah terbantu oleh Ayah dan juga Ibu.
"Mau naik motor aja atau mau gimana?" Tanya teh Yuni begitu dirinya sudah keluar dari rumah dan bersiap untuk pergi.
"Jalan aja deh Teh, sekalian olahraga. Kebiasaan makan sama tidur doang malah bikin badan jadi klemer-klemer." Oceh nya yang di balas kekehan dari teh Yuni.
"Neng Putri mau periksa ke bidan?" Tanya salah satu ibu-ibu yang kebetulan baru saja pulang dari kebun.
Orang-orang kampung memang selalu memanggil dirinya dengan panggilan Putri, karena Putri adalah nama yang keluarga mang Herman dan juga Ayah panggilkan saat dirinya masih kecil jika bertandang ke kampung.
Makanya orang-orang sini lebih sering memanggilnya Putri atau Uti di banding dengan nama Wanda, bahkan hanya keluarga mang Herman saja yang tahu nama asli dirinya.
Dirinya tersenyum sambil mengangguk. "Emak doaken cing lungsur langsar,"
"Amiin." Ucap dirinya dan juga Teh Yuni secara bersamaan.
"Bu Lungsur langsar teh naon?" Tanya anak bungsu Teh Yuni, Anita namanya.
Anita ini seumuran dengan Vanya, dia lah orang yang selalu menemani dia. Termasuk dengan Jaya dan juga Juna yang selalu membantu dan menemani dia.
Setiap melihat Anita dia selalu teringat akan anak sambung nya yang sangat cerewet dan manja jika mereka berdua bertemu.
Mungkin dengan melihat Anita rasa rindunya terhadap Vanya dan juga Kenzo akan sedikit terobati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua ✔ Winter feat Jaehyun & Sungchan
FanfictionMenjadi istri kedua bagaikan memakan buah simalaka alias serba salah. melanjutkan pernikahan salah, bercerai juga salah. Menyesal? Tentu saja, siapa yang tidak menyesal menjadi istri kedua? apalagi dia menjadi istri kedua dari suami Rea Alluna San...