KG. 12

713 66 8
                                    

Gala menatap Taruna yang tertidur sambil menangis. Menurut psikologi penyebab menangis saat tidur diakibatkan karena kecemasan yang berlabih dan depresi.

Wajah Taruna tampak babak belur, luka di dahi Taruna sudah diperban. Gala sendiri tak menyangka, ternyata Taruna berlibur bersama mereka.

"Ma!"

Nafas Taruna tampak tak beraturan, perempuan mungil itu masih terisak sambil menyebut nama mamanya. Sungguh ia merasa kasihan, Taruna hanya gadis biasa yang pernah menjaganya di rumah sakit, ia tak menyangka akan ada hari dimana Taruna menangis dalam pelukkanya.

***

Tiga hari berlalu begitu saja.  Taruna masih menatap kamar kosnya dengan sedih. Setelah insiden dua hari yang lalu, Gala mengantarnya pulang. Sekarang ia sudah lumayan membaik.
Hanya saja psikisnya benar-benar tak baik-baik saja. Ia baru saja bekerja tiga bulan, dan harus segera pulang kampung karena dituduh mencuri. Ia menjadi kambing hitam, tapi tak bisa berbuat banyak. Tangis Taruna kembali terdengar, luka-luka fisik tak sebanding dengan luka di hatinya. Makanan enak itu harusnya memiliki kadar garam yang pas, kalau berlebihan pasti asin, seperti hidupnya sekarang. Kenapa juga harus ia yang terkena getahnya? Karen, ia tak menyangka temannya itu, ah sudahlah, Taruna kembali menghapus sisa air matanya.
Ia harus merapihkan barang-barangnya, Tula bahkan memecatnya, jelas pria itu tak mempercayainya. Sialan, ia benar-benar marah, ia benci group berisi anak orang kaya itu. Ia mendoakan mereka semua bangkrut dan hidup susah.

Taruna kembali membuang tubuhnya ke atas tempat tidur. Berakhir suda ceritanya di kota ini.

"Taruna yuhuu, Tarungan yuhuu."

"Sepadaaaa."

Suara kerasak-krusuk sambil mengetok pintu kamar terdengar.
Taruna membuka pintu kamar kosnya dengan tak bersemangat.

"Astoge, Taruna, apa yang terjadi? Kenapa lo kayak gini?" Heboh Bayu menarik Taruna masuk dan duduk di ranjang.

"Run, lo habis diapain? Jangan bilang dilecehin? Biar gue laporin polisi, kebetulan sepupu gue polisi." Prisna sudah mengambil handphonen dan bersiap menelpon.

Taruna membuang nafas berat.

"Gue dipecat." Dua kata itu membuat Prisna menghentikan gerakan jarinya yang akan menekan nomor sepupunya, sedangkan Bayu menutup mulutnya syok.

"Gue dituduh jadi maling pas liburan. Padahal gue gak nyuri."

Pada akhirnya Taruna bercerita semua yang terjadi tanpa terkecuali.

"Hah, gue pernah dengar dari sepupu gue yang satu sekolah sama Pak Tula dulu. Emang sih, mereka punya club yang isinya anak-anak famous dan pastinya kaya raya."

Taruna dan Bayu masih mendengar cerita Prisna.

"Tula itu benar-benar ditakuti, dan ada berita kalau club mereka pernah terkena kasus yang menyebabkan satu orang meninggal. Tapi sampai sekarang, kasus itupun hilang bak ditelan bumi."

Taruna membolakan matanya. Ia susah payah menelan ludahnya, hampir saja ia mati di sana. Memejamkan mata sejenak, Taruna pikir Tuhan masih menyayanginya. Syukur-syukur ia tak dibunuh.
Bagaimana jika ia mati dan tubuhnya dimutilasi atau di kubur di belakang Vila waktu itu?

Taruna mengedikkan tubuhnya ketakutan. Cepat-cepat menghapus air matanya, ia mungkin selamat waktu itu, bagaimana jika mereka masih menyimpan dendam seperti di drama-drama? Bukankah ia memang harus segera pulang sekarang.

"Run, lo mau ngapain?"

Prisna dan Bayu menatap kebingungan Taruna yang melompat ke arah lemari, dan mengeluarkan baju dengan wajah panik.

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang