KG. 13

732 69 5
                                    

"Ngayal, gue gak mau rayain tahun baru bareng cewek bawel yang gak bisa masak kayak lo."

Taruna mendengus kesal. Ia sudah terbiasa dengan kalimat pedas Gala. Padahal ia bisa masak, enak aja mulut cabe ini.

"Gue juga cuman kasihan, titik." Omel Taruna tidak ingin Gala terus meghinanya.

Bukannya tersinggung, Gala malah tertawa dan Taruna manyun karena kesal melihat Gala tertawa.

Taruna kembali menatap langit malam. Setidaknya hatinya sedikit tenang karena Gala. Mungkin besoknya ia harus menerima takdir pahit yang Tuhan berikan.

**
Satu minggu kemudian...

Taruna masih sangat bermalas-malasan. Ia sudah melamar pekerjaan baru, tapi memang sulit. Tak ada panggilan. Harusnya hari ini ia sudah berada di perusahaan dan bekerja seperti biasa. Jika satu minggu lagi tak ada kabar pekerjaan, ia harus kembali ke kampung halamannya. Tak apa-apa melamar jadi guru honorer, mengabdi untuk mencerdaskan anak bangsa. Itupun kalau bisa jadi guru, untuk zaman yang butuh OD(orang dalam) memamg sulit.

Bunyi dering telepon beberapa kali terdengar. Dengan malas-malasan Taruna berusaha menggapai ponsel di atas meja. Matanya bahkan masih terpejam.

"Ya, hallo selamat pagi!"

"Selamat pagi? Ini sudah jam 9 bukan pagi lagi!" Suara di seberang telepon meninggi.

Taruna membuka matanya melihat siapa girangan yang menelpon.

Bu Tari.

Sialan, bahkan saat ia sudah dipecatpun perempuan ini masih menganggunya.

"Ada apa ya bu? Saya gak terima ucapan bela sungkawa. Ini masih pagi buat saya." Omel Taruna tak terima perempuan tukang marah-marah ini menganggunya. Jika dulu diam saja dan menahan semua amarah karena ia anak bawang, sekarang ia tak peduli sama sekali. Toh ia sudah dipecat oleh Tula.

"Bela sungkawa apa huh? Kamu gak masuk kerja, sudah terlambat 2 jam."

Taruna ingin kembali mengomel. Tapi kemudian ia mengerutkan keningnya.

"Bu Tari gak tahu ya, kalau saya sudah di pecat sama pak Tula?" Balas Taruna dengan nada kesal, ia yakin bu Tari sengaja menelpon untuk mengoloknya.

"Pecat apaan? Nama kamu lulus training. Cepat datang dan kerja."

"Huh, tapi pak Tula bilang-"

"Dia meminta tim kita untuk menganalisis produk baru yang akan dikeluarkan perusahaan dan rapat 20 menit lagi, jika ada anggota yang tak hadir maka semua pegawai di tim kita gajinya dipotong 50% selama 3 bulan. Awas kamu tidak datang sekarang, Bayu sudah pergi menjemputmu."

Telepon dimatikan begitu saja. Taruna makin mengerutkan keningnya, ia kebingungan.

"Taruna Woee bangun." Masih dengan wajah kebingungan Taruna membuka pintu. Bisa ia lihat Bayu menatapnya dengan wajah panik.

"Nanti baru gue jelasin, sekarang mandi. Kebiasaan anak gadis satu ini gak bisa bangun pagi." Omel Bayu sambil mendorong tubuh Taruna masuk ke dalam kamar mandi.

***

Taruna pikir 20 menit adalah waktu yang sangat amat singkat. Ia bahkan memakai cream wajah dan bibir merah warna cokelatnya dengan terburu-buru.

Bayu bahkan mengemudi motornya dengan kecepatan tinggi. Ia hampir mati karena jantungan.

Belum juga memperbaiki rambutnya yang acak-acakkan dan menarik nafas, Bayu sudah menariknya berlari menaiki lift.

"5 menit lagi, mampus kita Run." Taruna ingin sekali protes, sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya Tula sudah memecatnya? Dengan wajah kebingungan Taruna mengikuti langkah Bayu menuju ruang rapat. Saat pintu terbuka, semuanya sudah sangat lengkap, bahkan Tula bersama Ingar dan Linda sekretarisnya sudah ada di sana, ada Bala juga yang sedang menatapnya dengan senyum kecil. Mata Taruna bersitatap dengan Tula, dengan cepat ia mengalih ke arah Bu Tari yang mengkode agar duduk di sebelah Prisna. Tanpa ba-bi-bu lagi ia segara duduk.

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang