KG. 25

728 57 5
                                    

Taruna berulang kali menyadarkan dirinya agar tidak terus berpikir kejadian siang tadi di restoran. Ia baru saja mencari siapa itu sosok Melana Rikara. Puteri tunggal dari pemilik resort dan hotel mewah di kota ini. Bahkan hotel ini juga milik keluarga Melana. Taruna beberapa kali bolak-balik di kamarnya seperti orang yang hilang arah.

'Menyebalkan, bagaimana bisa ia terus saja mencari musuh dengan orang kaya."

Taruna terus saja mengomeli nasib sialnya. Ini semua karena Tula, pria itu selalu menjadi sumber masalah untuknya.

"Aaaakhis." Teriak Taruna frustasi sambil membuang tubuhnya ke kasur. Ketukan pintu terdengar dari luar, dengan malas-malasan Taruna bangkit dan berjalan menuju ke arah pintu.

Satu hal yang membuat wajah Taruna  melongo.

"Kamu, perempuan sialan." Melana jatuh tersungkur ke dalam karena tubuhnya tidak seimbang.

"Nona, ayo kita pulang."

"Lepas, lepasin. Biar aku beri perhitungan sama dia."

"Nona, anda akan kena masalah nanti." Benar-benar hari yang menyebalkan. Taruna tidak menyangka jika sekarang Melana mabuk parah dan sedang saling tarik-menarik dengan seorang pria yang terus memanggil dengan sebutan nona.

"Lepasin brengsek. Jangan sentuh aku."

Melani duduk di ubin lantai, tidak ingin siapapun menyentuhnya. Lalu, detik berikutnya, Melana menangis sejadi-jadinya.

"Apa yang kurang dari aku?!"

"Mengapa Si brengsek Tula itu menolak dan memilih si kampungan itu." Rancau Melana begitu frustasi.

"Zeta brengsek jangan sentuh aku. Cowok miskin sialan minggir."

Taruna membuang nafas lelah, kepalanya bahkan berdenyut sakit saat melihat sikap kasar Melana pada Zeta, pria itu baru saja kena tonjok. Lagi dan lagi karena Tula. Melana bangkit berdiri lalu membuang tubuhnya ke kasur milik Taruna.

Taruna dan asisten pribadi Melana saling pandang dengan ekspresi berbeda. Taruna dengan ekpresi pusingnya, dan asisten Melana bernama Zeta dengan ekspresi tidak enakan.
"Maaf karena telah membuat keributan ini. Saya akan menggendong dan membawa nona Melana pergi."

"Tidak perlu. Biarkan dia tidur di sini. Nona Melana pasti sangat kecapean."

Ada keraguan di wajah Zeta. Tapi segera ditepis dengan kalimat Taruna selanjutnya.

"Saya tidak akan menyakiti Melana. Percayalah, saya juga lelah dengan hari ini."

Mendengar kalimat putus asa itu, Zeta pada akhirnya mengangguk dan pamit pergi. Mungkin sangat capek mengurusi Melana. Jika Taruna menilai dengan kaca mata seorang perempuan, Zeta itu begitu rama dan sabar menghadapi sikap Melana. Jika ia adalah Zeta, mungkin sudah berhenti dari pekerjaan yang bersangkutan dengan Melana perempuan yang sangat memusingkan.

**

Pagi ini Taruna harus bersiap untuk pulang, Bu Tari kembali terlebih dahulu bersama pak Ingar semalam atas perintah Tula. Pria itu selalu seenaknya. Lalu bagaimana ia pulang sekarang? Yups, naik pesawat sendirian. Duduk di depan meja rias, Taruna mulai meriasi wajahnya seperti biasa.

"Akhhhh. Astaga."

Taruna menoleh dengan kesal ke arah belakang. Bagaimana bisa ia tidak terkejut jika Melana berdiri dengan wajah berantakan. Eliner perempuan itu berantakan penuhi bagian bawah kedua matanya. Belum lagi rambut Melana yang berantakan, sangat mirip hantu. Melana masih berdiri di depan cermin mengamati penampilannya.

"Pria itu, tidak akan pernah aku lepas."

Melana seperti tidak menganggapnya ada. Dia mengambil tasnya lalu melangkah keluar begitu saja. Taruna mendengua malas, biarkan saja Melana pergi. Ia benar-benar tidak punya tenaga untuk bertengkar sepagi ini.

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang