KG.31

1K 64 13
                                    

Taruna turun dari mobil, lalu melambaikan tangannya pada Gala dengan senyum lebar. Setelah melihat mobil Gala pergi, Taruna memutar tubuhnya lalu berlari masuk ke dalam kantor. Tula masih menatap kepergian Gala dengan wajah dingin. Tula keluar dari mobil mengikuti langkah kaki Taruna.

"Selamat pagi Pak!"

"Selamat pagi Pak!"

Langkah kaki Taruna berhenti dan ia menoleh ke arah belakang. Dua bola matanya membulat sempurnah saat melihat Tula sedang berjalan ke arahnya dengan wajah datarnya.

'Mampus.' Taruna berbalik hendak berlari pergi. Hatinya terus saja mengumpat sosok Tula yang datang seperti jelangkung, padahal ia sedang tidak ingin bertemu Tula.

"Berhenti di situ, saya tunggu di ruangan, awas saja terlambat!" Tula pergi begitu saja melewati Taruna setelah mengeluarkan titah rajanya yang tidak terbantahkan. Menggigit bibirnya pelan Taruna menatap punggung Tula yang perlahan menjauh. Bahkan saat pria itu naik liftpun dia masih sempat-sempatnya menatap Taruna dengan wajah datarnya. Taruna sontak saja membalikkan tubuhnya menuju ke tempat abesen. Lagi-lagi Taruna mengumpat pelan, ia merasa tidak enak, sepertinya akan ada hal buruk yang terjadi. Aurah yang dikeluarkan Tula sangat tidak bersahabat. Cepat-cepat Taruna berlari kecil, Tula mengancamnya agar tidak terlambat.
Keluar dari lift lantai 4 ruang kerja mereka, Taruna cepat-cepat menyimpan tasnya lalu berlalu pergi begitu saja. Bu Tari yang berniat memintanya untuk fotocopy berkas jadi batal seketika.

Tiba di lantai paling atas, Taruna masih bersembunyi di balik tembok sambil mencuri-curi pandang pintu besar di sana yang tertutup dengan rapat. Hatinya sedang berperang, antara ia kabur atau menghadapi Tula, baru saja Taruna akan berbalik pergi ia dikejutkan dengan sosok Tula yang sudah berdiri tepat di belakangnya. Menggosok pelan keningnya yang kesakitan karena menabrak dada Tula, Taruna menelan ludahnya susah payah. Tatapan mata Tula benar-benar mengulitinya hidup-hidup.

"Selamat pagi pak, kenapa pak Bos menyuruh saya ke ruangan bapa ya?!" Taruna mencoba untuk tersenyum semanis mungkin, tapi nihil senyum di wajahnya terlihat sangat dipaksakan. Pada akhirnya Taruna mengikuti langkah panjang Tula, sebelum masuk ke dalam ruangan, Taruna tidak lupa tersenyum menyapa pada Ingar selaku sekretaris Tula. Pantas saja Bu Tari begitu kepincut dengan Pak Ingar, memang masih pagi saja pak Ingar tampannya gak main-main, semisal vitamin untuk mata.

Lagi-lagi Taruna menabrak belakang punggung tubuh Tula saking fokusnya menatap Ingar.

Tula sontak saja berbalik menatap Taruna dengan tatapan tajamnya.

"Masuk terlebih dahulu." Masih dengan menahan nafasnya, Taruna mengucap syukur karena Tula tidak memakinya.

Cepat-cepat ia masuk dan meninggalkan Tula yang masih berdiri di depan ruangan, berbicara dengan Ingar.

Pertama kali masuk ruangan Tula, bisa Taruna amati banyak penghargaan yang perusahaan ini dapati.

Kaki mungil Taruna mendekati kaca besar yang menampilkan kegiatan mobil di bawah sana. Bahkan dari sini Tula bisa melihat parkiran dengan jelas.

Lagi-lagi Taruna dibuat terkejut saat tangan seseorang memeluk tubuhnya dari belakang.

"Lima menit saja, saya sangat capek."

Taruna yang niatnya ingin bergerak dan melepaskan tangan Tula seketika diurungkan. Nafas Tula terdengar berat, Taruna bisa merasakan seperti ada beban besar yang Tula simpan sendiri.

"Apa kamu bisa menjauh dari Gala? Aku sangat tidak menyukai pria itu."

Lagi dan lagi Taruna menahan dengusannya. Ia tidak mengerti mengapa Tula sangat aneh, mengejarnya lalu mengatur hidupnya. Taruna terkejut saat Tula membalikkan tubuhnya secara tiba-tiba, tatapan Tula seperti biasanya terlihat sangat dingin sambil mencengkram dua pundaknya.

"Taruna, entah mengapa kamu membuat saya sangat kesal."

Setelah mengatakan kalimat itu, bisa Taruna lihat Tula melangkah menuju meja kerjanya lalu membuka dokumen-dokumen yang menumpuk itu.

Kali ini Taruna mendengus kesal, sebenarnya apa yang ingin Tula lakukan padanya, ia seperti patung sekarang.

"Pak, apa saya bisa pergi sekarang?!"

Gerakkan tangan Tula yang sedang memberi tanda-tangan berhenti seketika.

"Tugas kamu merapikan semua dokumen ini dan ini!"

Taruna menatap tumpukkan dokumen itu, Tula benar-benar menyebalkan.

"Kan ada asistennya!" omel Taruna dengan suara pelan. Menahan kekesalannya, Taruna tetap memasang wajah senyum sambil membantu Tula memeriksa dokumen-dokumen itu.

Beberapa menit berlalu, bisa Taruna lihat Tula begitu serius membaca setiap dokumen yang ia periksa. Wajah yang selalu terlihat dingin itu tampak terlihat normal dan tampan. Jika saja Tula itu ramah dan murah senyum, ia yakin sebagai perempuan normal ia juga akan jatuh pada pesona Tula. Hanya saja, bagi Taruna Tula itu sangat meyebalkan sangat minus dibandingkan dengan perawakannya yang bagus.

"Mengagumi ketampanan saya hm?!"

Taruna mengedipkan matanya beberapa kali.

Shit. Taruna mengomel di dalam hati, bisa-bisanya ia ketahuan sedang menatap wajah Tula.

"Sembarangan pak!" Taruna mengalihkan pandangan ke sembarangan arah sambil merutuki kebodohannya.
Tula menarik sudut bibir tersenyum tipis, wajah Taruna seperti pencuri yang sedang tertangkap saat melakukan aksinya.

Setelah insiden ia mengamati wajah Tula, Taruna menahan pegal di kakinya. Seperti biasa, bagi Taruna Tula itu sangat jahat. Pria itu melakukan banyak hal untuk menyiksanya secara perlahan. Tidak berperikemanusian sama sekali. Wajah Taruna semakin cemberut, sambil menyodorkan dokumen yang kesekian kepada Tula.
Sudah hampir sejam ia berdiri, kakinya bahkan sudah sangat pegal. Taruna berpekik pelan saat Tula tiba-tiba menarik tangannya dan tubuhnya jatuh dalam pangkuan Tula.

"Kalau capek bilang, kamu itu kekasih saya sekarang!"

Taruna masih syok, posisi sekarang tampak tidak baik-baik saja. Ia sedang duduk dalam pangkuan Tula.

"Jangan bergerak Taruna, kamu bisa membangkitkan kepunyaan-"

Taruna cepat-cepat menutup bibir Tula dengan dua tangannya. Keduanya masih bersitatap, wajah Taruna tampak memerah, antara kesal dan malu bercampur satu.

Tapi sedetik berikutnya, Taruna terkejut saat Tula menarik tengkuknya hingga bubirnya mencium tangannya sendiri yang berada di bibir Tula.

"Tula lo tega bang-" suara Queen yang baru saja masuk tanpa mengetuk terhenti seketika saat melihat Taruna yang ada dalam pangkuan Tula.

"Apa yang sedang kalian lakukan?!"
Wajah Queen masih terkejut.

Taruna berusaha melepaskan pelukkan Tula, ia ingin turun tapi Tula sepertinya sangat masa bodoh.

"Lo mukul Bari sampai bonyok kayak gitu karena dia?"

Taruna yang sejak tadi bergerak ingin turun menghentikkan pergerakkannya seketika. Ia menatap Queen lalu menatap wajah Tula yang tampak datar saja menatap Queen yang sedang marah.

"Unggu, lo keterlaluan!"

Queen pergi begitu saja dengan amarah, Taruna merasa makin tidak enakkan. Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

"Kenapa pak Tula memukul kak Bari?"

Tanya Taruna dengan hati-hati. Tula menatap wajah Taruna, jarak keduanya hanya beberapa centi saja.

"Karena kamu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang