Eh ada maturenya dikit, sorry...
Happy reading...
.
.
.
Mencoba bangkit kembali setelah jatuh adalah hal yang tak mudah, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Dan Sana menyadari itu. Sudah seminggu ini dia hanya berdiam diri di kamarnya tanpa keluar sedikitpun. Nyonya Seojin sampai mengetuk pintu kamar Sana berkali kali karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Nyonya Seojin keluar dari rumahnya sambil membawa senampan makanan untuk sarapan. Sengaja menyiapkan makanan itu untuk diberikan kepada Sana.
Meski baru seminggu namun nyonya Seojin bisa yakin bila Sana adalah orang baik, sehingga membuatnya menaruh perhatian lebih kepada Sana. Apalagi nyonya Seojin sekarang tinggal dirumah hanya berdua saja dengan suami. Dia memiliki tiga orang anak, namun semua anak anaknya sudah menikah dan sekarang tinggal terpisah.
Melihat Sana membuat nyonya Seojin seolah bernostalgia dengan putri bungsunya yang sekarang tinggal di luar kota mengikuti sang suami.
Tok tok tok...
"Sana..."
"Iya, sebentar." Sana membuka pintu, mendapati nyonya Seojin yang tersenyum sambil memamerkan apa yang dibawanya.
"Kubawakan sarapan untukmu. Eh? Kau sudah rapi sekali, mau kemana kau Sana?" ucap nyonya menyelonong masuk ke dalam kamar Sana.
Nampan itu di taruh di atas lantai, nyonya Seojin duduk di lantai dan diikuti oleh Sana yang ikut duduk di depannya.
"Astaga, sudah ku bilang jangan repot repot. Kenapa Nyonya terus berbuat baik kepadaku, aku tidak bisa membalas kebaikan Nyonya."
"Eitss... apa kau bilang barusan? Sudah ku katakan jangan memanggilku Nyonya, panggil aku Bibi. Ck, kau susah sekali di beritahunya. Eohh lalu mau kemana kau?" tanya nyonya Seojin lagi, yang kembali tersadar dengan penampilan berbeda Sana.
Biasanya wanita ini hanya memakai kaos atau piyamanya saja dan berdiam seharian di dalam kamar. Namun sekarang terlihat jauh berbeda karena memakai kemeja serta rok berwarna senada yang cantik.
Dan jujur saja, dimata nyonya Seojin Sana terlihat sangat luar biasa dengan tampilan seperti itu. Mungkin juga karena Sana telah memoles tipis wajahnya sehingga terlihat tidak terlalu pucat, meski kantung mata yang menebal tetap tidak bisa disembunyikannya.
"Ah, aku mencoba mengirim lamaran kerja dan kemarin ada panggilan untuk interview." jelas Sana.
"Benarkah? Wah kau hebat sekali, sangat luar biasa Sana." puji nyonya Seojin, Sana tersenyum malu. Mengakui bila wanita paruh baya ini memang selalu bisa membuatnya sedikit melupakan kesedihan dengan ketulusan khas seorang ibu.
"Tidak juga, ini hanya interview Bi. Belum tentu aku diterima, lagi pula aku hanya melamar sebagai pelayan di sebuah restoran saja."
"Yak, jangan pesimis seperti itu! Kau harus yakin dan semangat. Lalu yang terpenting, tidak masalah apa pekerjaanmu. Yang penting kau tidak merugikan orang lain, menjadi pelayan restoran juga pekerjaan yang hebat. Ingat itu, Sana." nyonya Seojin berucap menggebu.
Selalu seperti ini bila dia tengah bicara kepada Sana, seolah tengah berbicara pada anaknya sendiri.
"Karena kau akan interview hari ini maka kau harus makan yang banyak. Ah astaga, aku lupa membawakan susu untukmu. Sebentar, akan ku buatkan supaya kau bisa mengikuti interview dengan lancar. Sebentar ya..."
Nyonya Seojin hendak bangkit, namun Sana segera memegangi lengannya.
"Tidak perlu Bi, ini sudah lebih dari cukup. Jangan repot-"
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION - satzu (END)
Hayran KurguAku sudah menandaimu. Kau milikku, selamanya harus menjadi milikku Satzu × Jeongsa mature content🔞 fanfiction