4

3.6K 297 5
                                    

Di ruang kerja, Jean hanya bisa diam termenung di kursi kerjanya. Bahkan laptop yang menyala ia biarkan begitu saja. Seluruh pikirannya tertuju pada si manis yang berada di kamar paling ujung Mansionnya.

Dirinya harus memulai pendekatan terlebih dahulu, si manis yang keras kepala tidak mungkin menerima paksaan. Dan dirinya tidak mungkin memaksa.

Apa mungkin dirinya harus memulai dengan mencari tahu semua hal tentang istrinya? Ah iya, Jean baru ingat. Nanda adalah seorang mahasiswa dan kurang dua tahun menjelang ia lulus.

Satu lagi ingatan yang masuk ke dalam pikirannya. Dulu Nanda meninggal sebelum upacara kelulusannya, hal itu membuat Jean merasa sangat bersalah karena mematahkan mimpi Nanda menjadi seorang sarjana.

Bahkan dengan rela Nanda memilih tidak mengikuti kegiatan KKN karena telah memiliki si kecil. Walaupun sangat ingin, Nanda juga tidak bisa melepaskan anaknya begitu saja, apalagi hanya bersama Jean.

"Pertama, biarkan Nanda berkuliah dengan tenang. Aku hanya perlu memantau kegiatannya dari jauh."

Jean menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya menatap lurus langit-langit. Pikirannya melanglang buana.

"Kuharap kesempatan kali ini aku bisa membahagiakan Nanda."

Matanya terpejam untuk sekedar menikmati ketenangan di ruang kerjanya yang sunyi. Hanya denting jam yang berbunyi seakan menjadi musik latar. Namun sesaat kemudian, mata Jean langsung terbuka. Bahkan tubuhnya langsung menegak.

"Sialan. Aku melupakan satu hal."

###

"Jemput aku."

Nanda mematikan panggilan sepihak, ia berniat untuk keluar rumah untuk sekedar menyegarkan pikiran. Kejadian semalam tentu membuat sisi lain dirinya agak ketakutan saat menghadapi Jean. Namun, ia tidak akan menunjukkan sikap itu lagi pada Jean, dengan bantuan orang ini.

Nanda keluar dari kamarnya, namun ia kembali menoleh sesaat setelah ia sampai tepat di pintu. Kamar yang ia huni setahun terakhir, sekarang ia harus meninggalkannya. Iya, Nanda terpikir untuk pindah kamar. Karena, jika dirinya terus menerus berada di kamar ini, semua yang Jean lakukan semalam akan terus berputar di pikirannya. Dan itu jelas membuatnya tidak tenang.

Haruskah dirinya menemui Jean dulu untuk membicarakan hal ini? Jean mengatakan dirinya ada di ruang kerja, tepat di depan lorong berhadapan dengan kamar utama, milik Jean.

Namun setelahnya, Nanda menggeleng. Dia bisa saja terjebak perdebatan panjang dengan Jean. Dan tentu saja bisa membuat temannya menunggu karena ia telah menelponnya lebih dulu.

Akhirnya Nanda lebih memilih untuk pergi terlebih dahulu.

Sesekali Nanda membalas sapaan dari para maid yang bertugas membersihkan Mansion. Nanda memang cukup dekat dengan beberapa pekerja di Mansion Jean. Bahkan beberapa senior maid di sini sering membantu mengobati luka yang Jean berikan pada tubuhnya.

"Nyonya, ingin pergi ke mana?"

Nanda menoleh melihat maid paruh baya yang bisa dibilang pimpinan maid di sini. Namanya Bibi Ana, orang yang membantunya saat pertama kali menginjakkan kaki di Mansion ini.

"Aku ingin pergi keluar sebentar, Bibi. Jean ada di sini, jadi aku yang pergi. Bibi, kamu tahu sendiri, kan? Aku selalu merasa tidak nyaman jika berada di satu tempat dengan Jean."

Wanita paruh baya itu juga mengangguk menyetujui perkataan Nanda. Dirinya sendiri sudah melihat bagaimana Tuan Mudanya bertindak kasar pada istrinya. Jadi Bibi Ana tidak bisa menyalahkan Nanda jika merasa tidak nyaman dengan suaminya sendiri.

Again [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang