19

1.5K 210 81
                                    

Yang chapter kemarin sepi bener dah😓😓
Jadi sedih 😔😔

Kalo yang ini sepi, gak mood ah😵‍💫😵‍💫

Boom Vote sama Boom Komen dong, gue dah tau nih siapa aja yang aktif komen

Mau kenalan gak manieezz
Tante gigit sedikit kok😘😘😘

***

Tengah malam, Jean memutuskan turun ke lantai satu hanya sekedar memastikan Nanda sudah naik atau belum. Cahaya remang berasal dari lampu dan cahaya televisi masih menerangi ruangan, pertanda Nanda belum naik ke kamarnya.

Namun, Jean dapat melihat gelungan selimut yang tampak bergerak stabil. Ia tahu Nanda sudah tertidur, membiarkan televisi yang ganti menonton dirinya.

Di masa lalu, Jean tak acuh saat Nanda tertidur di ruang televisi karena menunggunya pulang kerja. Dengan perut yang lumayan besar, si manis tampak tak nyaman tertidur di atas sofa. Telinga Jean berdenging pelan saat satu memori buruk kembali terlintas di pikirannya.

Ia ingat membatasi jam kerja Bibi Ana, dan melimpahkan semua pekerjaan pada Nanda. Mencuci, memasak, beberes rumah, hampir semua Nanda yang melakukannya. Bahkan, Jean sampai mengawasimya dari cctv, jika ketahuan Nanda akan dihukum oleh Jean dengan tidak diberikannya makan malam.

Bibi Ana, orang yang merawat Jean dari kecil pun kadang terkena imbas karena ketahuan membantu Nanda. Bibi Ana tidak dapat melakukan apapun saat Jean telah menghukum Nanda dengan mengurungnya di gudang belakang. Tanpa Jean tahu, di lorong yang temaram keduanya sering menangis satu sama lain.

Jean menggeleng pelan, ia pastikan hal itu tidak akan terulangi. Di kehidupan ini, Nanda harus bahagia, tidak ada lagi pukulan, cambukan, dan hukuman. Jean pastikan kehidupan Nanda kali ini akan penuh cinta dan kebahagiaan.

Jean berjalan mendekati Nanda yang tertidur lelap, tangannya mengusap pelan surai Nanda yang terasa sangat halus. "Akan kupastikan kebahagian akan selalu bersamamu, Sayang, bahkan jika usia menggerogoti kehidupanmu akan kupastikan hanya ada kebahagiaan. Maafkan aku, Nana ..."

Ia melihat di sudut ruangan ada Bibi Ana yang tertidur juga, mungkin menunggu Nanda yang tidak kunjung naik. Jadi Jean memilih menghampiri Bibi Ana dan memintanya pindah ke kamar saja. Sebelum kembali menghampiri Nanda dan menggendongnya naik ke kamar.

Warna putih gading, warna khas kamar milik Nanda. Jean tidak gila membawa Nanda tidur di kamarnya, yang ada si manis akan mengamuk jika terbangun. Dengan perlahan Jean merebahkan tubuh Nanda dan menyelimutinya. Namun, Jean tidak langsung pergi dari kamar Nanda, justru pria tampan itu malah mendudukkan dirinya di samping ranjang Nanda. Wajahnya tepat menghadap ke arah wajah Nanda.

"Kamu semanis ini, Sayang, bagaimana bisa sosok Jean itu begitu tega melukaimu?" Lirihnya.

Bulu mata yang lentik, hidung mancung, dan bibir yang tampak bewarna cerah. Begitu manis dan sangat menawan, banyak orang yang mengincar Nanda semasa kuliah. tapi di masa lalu Nanda malah berkahir dengannya dan ia tega membuat luka di wajah semanis ini.

Lebih dari dua puluh lima tahun, Jean hidup sendiri setelah kepergian Nanda dan buah hati mereka. Setiap harinya Jean selalu menangis saat menyadari bagaimana tenangnya wajah keduanya saat terakhir kali sebelum dikebumikan secara berdampingan. Saat kerinduan mulai datang, hanya sisa foto yang bisa Jean lihat. Bahkan, sebulan setelah kepergian keduanya, Jean memberanikan diri untuk memasuki kamar milik Nanda.

Harumnya masih sama seakan Nanda masih hidup, hanya ada beberapa foto dalam pigora kecil yang didominasi foto-foto anak mereka. Sampai ia menemukan semua album yang tersimpan di bawah meja rias Nanda.

Again [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang