2.1 Alam Siluman

1.3K 63 1
                                    

Miskin harta dapat diubah, miskin keyakinan itu musibah

Sesosok perempuan cantik mengenakan kemban serta selendang yang menjuntai duduk tidak jauh dari tempat Kuntala berbaring.

"Siapa Anda? Apakah Anda yang menolong saya?" tanya Kuntala.
Ia menatap bingung sosok yang kini mulai berdiri sambil tersenyum ke arahnya. Mengapa ada perempuan cantik dengan pakaian seperti dayang-dayang dalam film kolosal kerajaan di tempat seperti ini?

"Hamba Talang Sari, dayang di Kerajaan Talaga Arum," ucap perempuan itu.

"Kerajaan? Talaga Arum? Wah, perempuan itu pasti sedang bercanda," gumam Kuntala sambil tertawa.

"Maaf, Raden. Sepertinya Raden masih bingung. Semalam kami menemukan Raden tenggelam di dasar Talaga Arum. Kami menolong Raden atas perintah Nyai Ratu dan membawanya kemari. Nyai Ratu Sisikwangi adalah ratu kerajaan siluman di Talaga Arum ini."

"Apa? Kerajaan siluman?" Kuntala terbelalak. Pikirannya mencoba mencerna semua hal yang baru saja diceritakan dayang bernama Talang Sari itu. Ingatannya melayang pada kisah untuk menakut-nakuti anak kecil sebelum tidur yang selalu diceritakan neneknya. Kisah tentang kerajaan siluman yang ada di telaga angker di desanya.

Konon, di telaga yang bernama Talaga Arum hidup siluman ular yang jahat dan suka memakan anak-anak yang berenang di sana. Semua anak di desa takut dan tidak ada yang berani bermain ke sana. Selain suka memakan anak-anak, siluman jahat itu juga sering memberikan makanan dan harta kekayaan berupa emas dengan tujuan membawa anak-anak menjadi budaknya di kerajaan siluman.

Cerita seram sang Nenek yang bertujuan membuat mereka cepat tidur dan tidak nakal bermain ke tempat berbahaya, tentu saja berhasil membuat Caca takut serta tidak berani bermain di sekitar telaga. Namun, berbeda dengan Kuntala kecil, hal itu justru semakin membuatnya penasaran.

Ketika Kuntala diam-diam berenang dan memancing ikan di telaga itu, ia sering berpikir di mana ratu ular dan kerajaan siluman itu berada. Dahulu, dengan pikiran polosnya, ia berharap di hadapannya akan muncul sosok siluman yang memberikannya banyak emas dan uang agar hidupnya tidak lagi susah.

Akan tetapi, sosok yang kini berada di hadapannya dan mengatakan semua cerita itu nyaris membuatnya tidak percaya. Lagi pula penampakan siluman yang dilihatnya tidak seperti ular. Melainkan, sosok perempuan cantik dan anggun.

"Raden Kuntala, Anda pasti lapar dan haus. Kami menyediakan makanan untuk pemulihan Anda. Makanlah, setelah ini Anda harus menghadap Ratu."

"Kamu tahu namaku?" tanya Kuntala kebingungan.

"Semua tentang Raden, kami tahu." Talangsari mengangguk dengan hormat.

Kuntala terperangah. "Semuanya?"

"Semuanya," angguknya lagi.

"Apa pun?"

"Apa pun itu."

Kuntala masih belum percaya. Namun, Talangsari menyebutkan dengan fasih tentang seluruh keadaan dan keluarganya sebelumnya. Juga beberapa rahasia yang hanya diketahui dirinya.

Beberapa saat berlalu. Kuntala tak dapat berkata-kata lagi. Pikirannya menerawang tentang dirinya, keluarganya dan semua rahasia kehidupannya yang dijaganya, jika diketahui oleh makhluk yang berada di hadapannya.

Kuntala yang merasakan tubuhnya sangat lemah serta pikirannya yang masih tenggelam dalam kebingungan, hanya bisa terdiam. Perlahan-lahan ia berusaha untuk berdiri. Namun, tubuhnya seperti tidak bertenaga. Dia lalu teringat luka-luka di tubuhnya, tangannya refleks meraba perut dan dahinya.

Kuntala terkejut luar biasa saat menyadari semua luka itu tidak ada. Tangannya menekan-nekan perut, tempat ia mendapatkan luka tusukan sebelumnya. Aneh, tidak ada rasa sakit. Semua hilang tak berbekas.

Melihat wajah Kuntala yang kebingungan, Talang Sari segera menanggapi.
"Raden, kami telah mengobati Anda. Silakan makanannya dinikmati agar Raden segera pulih."

Talang Sari menyodorkan nampan besar beralaskan daun pisang. Kuntala melihat makanan tersaji dengan menggiurkan: ada nasi, semangkuk sup yang masih mengepul, ayam, dan bermacam-macam makanan lain juga minuman yang terlihat lezat dan menggugah selera.

Mendadak perut Kuntala berbunyi. Entah sudah berapa lama ia tidak makan. Setelah menelan ludah, dalam sekejap Kuntala menyambar paha ayam. Namun, saat daging itu menancap di giginya dan rasa gurih melekat di lidahnya, seketika ia kembali teringat perkataan neneknya saat bercerita.

"Para siluman itu, mereka memberi daging ayam segar, padahal sebenarnya itu daging bangkai. Mereka juga menyediakan mi, padahal itu cacing tanah. Sementara nasi yang mereka hidangkan berasal dari belatung, juga minuman sari buah yang berasal dari darah."

Kuntala memandang semua makanan yang tersaji di hadapannya dan seketika langsung bergidik. Apa benar semua makanan lezat ini hanya ilusi? Bagaimana cara ia membuktikannya?

"Jangan dimakan kalau suatu saat kamu diberi hidangan itu, atau bacalah doa terlebih dahulu," imbuh neneknya waktu itu.

Kuntala pun melafalkan semua doa yang dia ingat, berharap semua makanan kembali ke wujud aslinya. Namun, meski ia sudah berkomat-kamit membaca seluruh surat-surat pendek yang dihafalnya, termasuk juga ayat pengusir setan, makanan itu tidak berubah.

"Raden, apakah Raden tidak suka dengan makanan yang hamba hidangkan? Mohon maafkan hamba karena tidak tahu selera Raden. Hamba hanya mengambil makanan ini dari bawah pohon beringin di tepi danau. Lain kali, hamba akan menyuruh dayang pemasak membuat makanan lezat seperti yang ada di tempat Raden berasal."

Ah, makanan dari pohon beringin? Bukankah itu sesaji yang sering disuguhkan warga desa untuk tolak bala? Berarti makanan ini asli.

Kuntala akhirnya memutuskan untuk melahap semua makanan tersebut hingga tandas. Rasa lapar yang dirasakannya membuatnya terlihat seperti belum makan berhari-hari.

"Syukurlah jika Raden menyukainya."

Setelah mengisi perutnya, Kuntala diminta untuk membersihkan diri sebelum menemui sang Ratu.

**

Bersambung ke bagian 2, ya.

SUAMI SILUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang