6.1 Kehidupan Kedua

1K 36 3
                                    

Bab 6 Kembalinya Kehidupan Kedua

Keyakinan yang kuat, ibarat setitik kelip bintang dalam cahaya kegelapan jalan yang menuntun arah langkahmu.

***

Gemuruh hujan disertai kilat dan suara guntur yang menyambar-nyambar mengantarkan sesosok raga, perlahan mulai berhenti. Sekejap kemudian, hanya tersisa rinai yang perlahan semakin menipis. Mendung hitam pun memudar, menampakkan kembali rembulan yang menyinari telaga.

Sosok yang tergeletak membeku di sisi telaga itu adalah Kuntala. Tubuhnya tak bergerak, jantungnya tak berdetak. Kesadarannya telah hilang bersama kegelapan dalam jiwanya. Sukmanya sedang terombang-ambing di alam lain.

Dalam kegelapan, ia mendengar seseorang yang memanggilnya dengan begitu kuat.

"Kuntala! Bangunlah!"

Suara itu menembus kesadaran Kuntala. Jantungnya seketika kembali berdetak. Otaknya kembali merespons, perlahan tubuhnya pun mulai bergerak. Pemuda itu perlahan membuka mata. Yang pertama kali ia rasakan adalah rasa sakit dan dingin yang menusuk tulang di sekujur tubuhnya. Ia pun mencoba menggerakkan tangannya. Namun, lemas tak bertenaga.

Matanya mencoba memindai sekeliling, hanya kesamaran yang tampak. Kuntala sekuat tenaga mengumpulkan kesadaran dan memfokuskan penglihatan. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya.

***

Malam pun berlalu.

Bulan tampak menggantung di langit yang cerah. Suara katak yang bernyanyi menyambut hujan terdengar bagai alunan melodi alam.

"Amih, Caca, syukurlah. Akhirnya aku bisa kembali. Semesta masih memberi kesempatan. Terima kasih, Wahai Sang Pencipta, atas kesempatan kedua ini," gumam Kuntala sambil mengerjapkan mata.

Tiba-tiba Kuntala menyadari sesuatu. Bagaimana caranya ia bisa pulang? Tubuhnya bahkan tidak bisa digerakkan.

"To-tolooong!" Kuntala mencoba untuk berteriak. Namun, suaranya tercekat di tenggorokan.

Haruskah dirinya menunggu pertolongan datang? Bagaimana jika tak ada seorang pun yang datang menolongnya? Akankah ia akhirnya mati sendirian? Kuntala merasakan takut yang menyergap hatinya, ia mulai berpikir yang tidak-tidak.

Kuntala menengadah, melihat posisi purnama di atas langit. Sepertinya masih tengah malam. Artinya, ia harus menanti hingga pagi datang sampai ada orang yang mencarinya dan belum tentu ada yang mencarinya. Sanggupkah ia bertahan hingga pagi datang?

"Tidak! Aku harus pulang sekarang! Bagaimana pun caranya!" Kuntala tetap bertekad, ia berusaha menggeser badannya.

"Argh!"

"Diamlah jangan bergerak, atau lukamu tambah parah."

Tiba-tiba terdengar suara dengan nada berat mengagetkan Kuntala. Ia mendelik, mencari tahu dengan sudut matanya dari mana suara itu berasal. Nihil, hanya ada keheningan malam. Tidak ada siapa pun di sekitarnya.

"Siapa Anda?" tanyanya.

"Siapa aku? Aku adalah sistem di dalam otakmu."

"Sistem di dalam otakku? Apa maksudmu?" Kuntala mencoba berteriak keras. Namun, hanya keluar lenguhan disertai rasa sakit di tenggorokannya.

"Haa. Sudah kukatakan jangan banyak bergerak dulu. Bicaralah dengan pikiranmu. Tak usah membuka mulut. Aku bisa memahamimu. "

"Siapa Anda sebenarnya? Mengapa Anda membantuku?"

"Sudah kukatakan aku adalah sistem. Sudahlah, nanti saja penjelasan dan perkenalannya. Sekarang, dengarkanlah aku! Jika kamu ingin segera sembuh dan pulang kepada keluargamu, lakukan apa yang kuperintahkan!" Nada suara gaib itu terdengar kesal.

Kuntala tertegun.

"Tu-tuan. Apakah Anda bisa menyembuhkanku?"

"Itu semua tergantung pilihanmu. Hidup matimu, kamu yang tentukan mulai sekarang."

Kuntala masih kebingungan. Pelbagai penderitaan yang menimpanya, diserang preman yang mengincar nyawanya, disusul kejadian aneh yang sulit dipercaya oleh nalarnya hingga berada di ambang kematian, kembali menari-nari di kepalanya. Situasinya saat ini, sungguh membuatnya sulit berpikir jernih. Bisa lepas dari siluman ular adalah keajaiban dari Sang Kuasa. Bahkan kini, ada suara tanpa rupa yang tiba-tiba datang mengajaknya bicara, mengaku sebagai sistem di otaknya.

Apakah ia sudah gila? Atau siluman yang mengejarnya kini menjelma malaikat maut yang datang menjemputnya? Sungguh, semua peristiwa demi peristiwa yang dilalui, membuatnya berada dalam kebingungan.

**

Cerbung ini sudah terbit dengan judul : Kuntala Raja Siluman Ular. Jika berminat, kontak penulis di nomor WA:087802404277
Ig: @pitalokagloria
Fb: Gloria Pitaloka

SUAMI SILUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang