3.2 Godaan Kedua

1.3K 52 2
                                    


Gua yang penuh emas permata seketika menghilang, berganti dengan tayangan sebuah kehidupan.

Kuntala dapat melihat Amih, Caca, dan dirinya. Namun, mereka berada di dunia yang sepertinya berbeda. Akan tetapi, ada yang aneh. Caca dan dirinya tampak dewasa dan terlihat seperti orang kaya. Neneknya pun hidup sehat dan bahagia meski sudah renta. 

"Caca? Amih?"

"Itu masa depanmu jika kita menikah. Lihatlah baik-baik."

"Kak Kun, aku sudah lulus jadi dokter dengan cumlaude. Dekan sudah merekomendasikanku ke RS. Thamrin. Itu rumah sakit paling bagus di ibu kota. Amih bisa dirawat dengan baik di sana. Aku bisa jadi dokter dengan masa depan cerah." Terlihat Caca berbicara padanya dengan wajah gembira. Sementara nenek hanya tersenyum. 

Caca memang bercita-cita menjadi dokter untuk mengobati Nenek yang sering sakit-sakitan. 

"Nenek bahagia, Cucu-cucuku. Kalian sudah menjadi orang hebat dan berguna," ucap neneknya. Kemudian terlihat Kuntala menjadi seorang pengusaha muda yang dihormati di perusahaan besar. Kantornya megah, mobilnya mewah, pakaiannya bagus, dan uangnya sangat banyak. 

Perempuan-perempuan cantik mendampinginya. Tidak ada yang tidak hormat kepadanya, termasuk juragan Bejo dan orang-orang desa yang dahulu selalu menghinanya. Mereka patuh kepadanya dan menjadi bawahannya. 

Mata Kuntala berkaca-kaca. Dia sangat terharu melihat masa depannya yang cerah. Itu mimpi semua orang. Keluarganya bahagia dan sejahtera, dihormati dan dibutuhkan semua orang. Bukankah itu impian semua orang? Itu juga impian hidupnya. Siapa yang tidak memimpikan menjadi orang teratas di dalam hidupnya dengan kekayaan tak bakal habis tujuh turunan? 

"Kuntala, ingatlah satu pepatah Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Sebaik-baiknya tempat kembali hanya amal perbuatan."

Benar, meskipun jika ia hidup sukses bergelimang harta dan dibutuhkan orang lain sekalipun, semua harta dan kekuasaan yang dia dapatkan akan diperhitungkan dari mana berasal. Lagi-lagi nasihat neneknya membuatnya ragu.

Dapatkah Sang Pencipta menerima semua itu? Atau, tidakkah semua asal usul itu diperhitungkan dengan kehidupan yang menjadi milik iblis? 

Kuntala tercekat. Tiba-tiba suara gurunya di dunia masuk ke relung hatinya yang terdalam, membuatnya seketika tersadar.

"Tidak. Aku tidak tertarik dengan semua ini!" Kuntala mengibaskan tangan. Seketika masa depan yang terlihat di depan matanya hilang dalam sekejap. 

"Hmm, menarik. Aku salut atas keteguhan hatimu, Kuntala. Kamu memang manusia kuat. Namun, masih ada satu ujian terakhir. Aku yakin kali ini kamu tak akan kuat menahan godaannya. Kamu akan menjadi milikku!"

Ratu Sisikwangi kembali mengibaskan selendang hijaunya. 

"Bukalah matamu lebar-lebar!"

***
Gimana, pembaca? Sudah seru,'kan?

Jika iya, yuk, order novelnya. Tak kalah seru dan rapi, lho. Enak dibaca dan bisa berulang-ulang. Bisa juga untuk souvenir bagi orang-orang tercinta yang sedang galau akan masa depan.

Semoga bermanfaat. Menulis tak sekadar menulis mencari royalti. Namun, menulis juga harus dengan hati.

Catatan: cerbung ini sudah terbit menjadi novel dengan judul: Kuntala Raja Siluman Ular. Bisa pre order cetak ke-3 dan spesial untuk pembaca jalur Opinia dapat diskon serta potongan harga. Narahubung:

087802404277

SUAMI SILUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang