14.1

103 6 0
                                    

Kuntala tersedot ke sebuah lubang hitam yang panjang. Rasanya, ia seperti dijatuhkan dari ketinggian dengan kecepatan penuh.

"Arghhh!" teriaknya. Entah berapa lama tangan Kuntala berusaha menggapai-gapai. Dia tidak dapat bertanya pada sang Ratu maupun leluhur karena tekanan yang sangat kuat, membuat pikirannya sangat sulit berkonsentrasi. 

"Jangan panik! Aku harus tenang," gumamnya. Ia mengikuti saja dan menerima sqemua dengan kepasrahan ke mana lorong gaib itu membawanya. 

Untuk berjaga-jaga, ia membuat perlindungan diri agar tidak terjadi sesuatu ketika terjatuh, juga berusaha sekuat tenaga agar tubuhnya berdiri stabil. Kemungkinan jatuh terjerembap akan lebih besar jika ia tidak stabil. Meskipun daya tekanan di lorong itu membuatnya melayang-layang dan berputar-putar. 

"Bangun! Kamu harus bisa!" Tangannya sekuat tenaga mengacung, kakinya diluruskan, pikirannya difokuskan, tenaganya pun disalurkan ke seluruh tubuh. Meskipun berat, dengan keyakinan tinggi akhirnya ia berhasil mengamankan posisinya jadi berdiri. 

Kuntala akhirnya melihat sebuah cahaya di atas kepalanya. Sepertinya, itu ujung lorong gaib.

Brak!

Kuntala terjatuh di sebuah tempat. Hawa panas langsung menyergapnya. Kuntala melihat tanah, dinding, dan langitnya dipenuhi lava. Beruntungnya tahanan berbentuk bola beningnya melindungi dari benturan dan hawa panas. 

"Tuan? Apa Anda dapat mendengarku?"

"Ya." 

Kuntala bersyukur masih bisa berkomunikasi dengan leluhurnya.

"Tempat apa ini Tuan? "

"Coba tanya pada Kitab Ratu. Berdasarkan tingkatanmu sekarang, harusnya kamu bisa tatap muka langsung."

"Ratu, apakah bisa mendengarku?"

"Tentu. Karena Tuan Raja sudah menjalankan tugas mengalahkan dukun santet yang jahat, Anda mendapatkan kekuatan baru. Seharusnya kekuatan itu bisa membuat Tuan Raja melihat wujud saya yang sebenarnya."

Tidak menunggu lama, sesosok bayangan tipis bercahaya seperti gambaran seorang dewi muncul. Wujudnya tembus pandang. Kuntala kaget melihat penampakan wujud Kitab Ratu adalah sesosok gadis kecil yang imut. 

"Tuan Raja, bagaimana dengan wujudku?" Ratu Nirwana bersedekap. 

"Ternyata, Ratu masih kecil?"

"Tidak! Meskipun wujud saya anak kecil di alam manusia, tetapi usia saya bisa jadi sudah ribuan tahun. Ini seumur asal mula jiwa kehidupanmu terlahir. Bisa ratusan tahun, bisa jadi ribuan atau jutaan tahun."

"Ma-maaf, tapi kenapa tidak memilih penampakan wujud gadis remaja, misalnya?"

"Bukan salahku." Ratu cemberut. "Itu karena kekuatan Tuan belum meningkat sepenuhnya. Nanti, jika Tuan sudah menjadi jauh lebih kuat saya bisa memiliki wujud manusia sempurna. Kitab Jati ini pun bisa langsung terhubung di dalam otak Tuan."

"Luar biasa." Kuntala memasang wajah terkagum-kagum. 

"Tapi, Ratu. Sebenarnya tempat apa ini?"

"Tuan Raja Kuntala, berdasarkan pengetahuan saya, ini adalah Jurang Neraka. Tempat di mana bangsa siluman memperkerjakan para budak manusia yang bersekutu dengan mereka juga para tumbal yang didapatkan."

"Jurang Neraka? Apakah tempat ini ada penguasanya?"

"Seharunya tempat ini dekat dengan wilayah Kerajaan Talaga Arum dan Kerajaan Rawa Putih, tempat Raja Siluman Buaya Putih bertakhta. Namun, tempat ini menjadi wilayah terlarang dan wilayah mati sejak ribuan tahun lalu. Penguasanya, siapa yang terkuat di sini, maka, dialah pemegang takhta tertinggi. Setiap seratus tahun, penguasa tertinggi akan berganti melalui pertarungan kejam. Siapa pemenangnya dialah pemimpinnya."

"Talaga Arum, Ratu Sisikwangi, dan Raja Buaya Putih? Apa benar mereka terlibat dengan semua ini? Lalu, adakah hubungannya dengan Ki Pati dan si Bejo itu?" gumam Kuntala. 

Kuntala merasa ada benang merah yang mulai terlihat,  begitu kusut. Ia perlu mengurainya dengan hati-hati agar terbentang kebenarannya. 

"Mereka kerja paksa di sini. Apa yang mereka lakukan? Apakah ada sesuatu yang ditambang?"

"Anda sangat cerdas, Tuan. Benar sekali. Coba Tuan lihat ke sela-sela dinding api dan aliran sungai neraka lava itu!"

Kuntala memperhatikan arah yang ditunjuk sang Ratu. Di permukaan lava yang mengalir, terdapat benda-benda seperti batu berkilau berwarna merah. Di dinding-dinding kawah dan gua pun sama. Seperti kristal berwarna merah darah. 

"Batu mirah delima?"

"Tepat sekali, Tuan. Ini adalah tambang sumber kekuatan dan energi bagi bangsa siluman. Kristal darah atau yang bangsa kalian sebut mirah delima. Tambang ini sangat berharga. Namun, juga sangat berbahaya. Siapa saja yang terkena percikan lava akan terbakar habis. Makanya bisa dibilang ini benda sangat berharga, mulia, tetapi juga---"

"Apa kegunaan kristal darah ini?" potong Kuntala. 

"Bagi bangsa siluman, itu adalah sumber utama kekuatan mereka. Sumber kesaktian, juga benda mulia pertukaran bagi bangsa-bangsa lain atau kerajaan siluman lainnya."

SUAMI SILUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang