2.2 Bak Pangeran

1.2K 62 2
                                    

Semua terasa seperti mimpi. Kuntala kini berada di sebuah kolam yang indah berwarna keunguan. Bermacam-macam bunga yang terlihat aneh dan belum pernah ia lihat sebelumnya tampak menghiasi tepian kolam tersebut.

Kuntala dilayani bak seorang raja. Dia ditempatkan di sebuah kamar yang megah dan indah berhias permadani, tirai-tirai sutra-sutra dan kain yang menutupi peraduan empuk bersulam benang emas. Di beberapa tempat terukir tiang-tiang bersepuh emas. Sedangkan makanan lezat dan mewah tak berhenti berdatangan. Buah-buahan yang tak pernah dilihatnya di dunianya, pun minuman yang sangat manis nan segar.

Namun, meskipun begitu, Kuntala merasa seperti burung dalam sangkar emas. Dia tak diperbolehkan kemana-mana. Hanya duduk memandangi taman dari balik jendela kamarnya. Taman yang indah dan menawan dengan bunga-bunga yang seumur hidup belum pernah dilihatnya.

Hari ini giliran Kuntala mandi. Dia ditemani oleh para dayang cantik menawan dan memesona. Mereka mengenakan kain yang tidak menutupi seluruh tubuh dengan sempurna. Sebagai pemuda normal, Kuntala nyaris saja tidak mampu mengendalikan diri. Untung saja, selama di rumah, ia terbiasa dengan amalan puasa sunah Daud, sehingga mentalnya sudah terlatih mengendalikan diri dari godaan nafsu.

Selesai mandi, Kuntala merasakan kesegaran dan kekuatan dalam tubuhnya.
Talang Sari segera membawa Kuntala menuju ke kamar Ratu.
Sepanjang perjalanan di lorong istana, Kuntala terkagum-kagum melihat keindahan istana siluman. Lantai dan dindingnya terbuat dari batu hitam transparan. Tirai mewah dan pajangan-pajangan dari emas tampak menghiasi setiap sudut. Beberapa penggawa terlihat berjaga dengan pakaian mirip dalam film kerajaan.

"Semua benar-benar seperti dalam film kolosal, sangat megah," gumamnya.

Kuntala memasuki sebuah kamar mewah. Di sana terdapat ranjang batu berhias kelambu yang tak kalah mewah lengkap dengan seprai indah. Kuntala seperti melihat ranjang pengantin dengan ornamen emas.

Sesaat Kuntala tertegun. Dari balik kelambu muncul tangan yang gemulai yang perlahan menyibak kelambu. Kuntala lalu terperangah. Jantungnya mendadak berdegup kencang. Di ranjang itu, duduk seorang perempuan berpakaian seperti pengantin berhiaskan siger yang sangat mewah dengan posisi anggun. Perempuan cantik itu memancarkan aura seorang ratu.

"Nyai Ratu, kami menghadap bersama Raden Kuntala."
Dayang yang sejak tadi bersama Kuntala seketika berlutut dengan posisi menyembah.

"Inikah Ratu Siluman itu?" gumam Kuntala.

"Pergilah." Perempuan cantik yang dipanggil Ratu itu perlahan bangkit. Tanpa perlu menunggu, dayang tersebut mundur sambil membungkuk hormat.

"Kuntala.” Samar-samar terdengar suara merdu yang menggetarkan hati.

"Tolong! Ratu atau siapa pun Anda, bisakah membantu saya pulang?"
Kuntala tiba-tiba teringat adik dan neneknya. Entah bagaimana keadaan mereka sekarang. Hidup atau mati tak ada yang tahu. Dirinya sudah cukup lama berada di alam siluman, dapatkah mereka melindungi diri dari tua bangka sialan itu?

"Pulang? Mengapa kamu ingin pulang, Kuntala. Di sini kamu akan dilayani dengan baik. Hidup mewah dan senang setiap waktu. Bukankah selama ini kamu hidup miskin dan menderita oleh ulah manusia di alammu itu?”

"Saya harus pulang. Ada keluarga yang menunggu. Saya harus menyelamatkan mereka."

"Hmm. Masalah keluargamu, tenanglah. Mereka baik-baik saja."

Kuntala menatap waspada. "Bagaimana bisa? Imbalan apa yang harus saya bayar?"

Ratu itu perlahan turun dari ranjang.
“Tidak. Bukan imbalan. Lebih tepatnya kamu harus mengabulkan permintaan untuk menikah denganku. Kamu akan kujadikan raja di kerajaan ini."

"Raja? Bagaimana bisa? Kita berbeda jiwa raga dan alam."

"Tentu saja kita bisa melakukan perjanjian."

"Perjanjian?"

"Ya. Kamu cukup mengikat janji denganku, kita sudah menikah. Kamu melayaniku di waktu-waktu yang kubutuhkan. Akan aku buat kamu kaya raya di dunia manusia dan dihormati di alam siluman. Kamu bebas menikah dengan siapa pun di duniamu. Namun, di sini kamu hanya milikku seorang. Bagaimana?"

"Maaf, Ratu. Saya tidak tertarik. Perjanjian ini adalah perjanjian terlarang. Manusia tidak ditakdirkan hidup bersama dengan bangsa siluman. Ini akan melanggar hukum Sang Pencipta."

"Kamu tahu apa soal sang Pencipta? Usiamu baru belasan, sedangkan aku sudah ribuan tahun. Aku adalah Dewi dan sang Pencipta adalah diriku sendiri."

Kuntala tidak juga gentar. "Jika saya menolak, bisakah saya kembali ke dunia saya?"

"Kamu mengujiku?" Aura Ratu tiba-tiba berubah memerah bagai bara.

"Saya hanya melakukan penawaran."

"Baru kamu manusia yang bernyali menantangku. Aku beri kamu tiga ujian. Jika lulus, kaku bisa kembali dengan selamat. Jika tidak, maka nyawamu adalah milikku! Kamu akan jadi budak abadiku yang paling hina!"

"Baik, saya terima itu."

"Ujian pertama adalah ...."

Mata Kuntala terbelalak melihat pemandangan yang terpampang di hadapannya.

***

Halo, terima kasih sudah berkenan membaca. Jangan lupa vote dan komen, ya.

SUAMI SILUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang