5.2 Tim SAR Menyerah

991 45 1
                                    

Tengah malam Jumat Kliwon di telaga angker, suasana yang gelap terasa dingin mencekam. Cahaya purnama di balik awan tidak mampu mengusir kegelapan yang mengerikan itu.

"Pak, mengapa kita harus diam-diam menunggu di sini saat tengah malam?" bisik Arifin, ajudan Kapolsek.

"Lagi pula, telaga ini dipenuhi aura mistis. Rumor warga desa, telaga ini dihuni bangsa siluman ular. Kita bisa kena tulah sudah mengganggu mereka malam-malam setelah kita berhari-hari menyelam. Sebaiknya kita segera pergi, Pak." Banu, Babinsa Desa Arum juga berbisik. Sebagai pembina warga, dia sudah lama mendengar cerita mitos ini dan merasa sangat khawatir. 

"Betul, Pak. Dan juga malam ini, bukannya malam Jumat Kliwon?" Arifin merasakan bulu kuduknya merinding. 

"Memang kenapa kalau malam Jumat Kliwon? Dasar penakut!" desis Iskandar sang Kapolsek dengan suara menghardik.

Arifin dan Banu saling berpandangan. 

"Sudah genap tujuh hari kita mencari dengan penyelam Tim SAR. Namun, tak satu pun jejak tubuh anak itu ditemukan. Meskipun ada saksi mata yang bilang ia lari dan terjun ke dalam telaga, dan kalung milik anak itu ditemukan tersangkut di rumput, hasilnya tetap nihil," ucap Iskandar, Kepala Kapolsek yang menangani pencarian Kuntala. 

"Telaga ini tidak luas, juga tidak dalam. Kalau benar ada di sini, kita bisa menemukannya dengan segera. Air pun tidak deras atau mengalir. Pasti akan mengapung setelah mulai membusuk. Kecuali ia tersangkut di dasar danau. Tapi kita sudah menyisir dasar berulang-ulang. Tidak ada yang terlewat. Kecuali jika---" Iskandar tak melanjutkan kata-katanya. 

"Jika apa, Pak?" Banu, Babinsa Desa Arum penasaran. 

"Dia masuk ke lubang di dasar telaga ini." Sorot matanya begitu yakin ketika mengucapkan. 

Arifin dan Banu tersentak kaget. 

"Lubang di dasar gua?"

"Saya tidak begitu yakin. Namun, informasi dari warga desa. Di sini ada mitos kerajaan siluman, mungkin saja di dasar telaga ini ada lubang hitam yang menyedot raganya hingga tidak bisa ditemukan." 

Arifin dan Banu hanya terperangah. 

"Jadi pencarian kita sia-sia? Lantas mengapa Bapak masih bertahan mencari meski sudah 7 hari? Padahal biaya untuk pencarian ini sudah tak ada?" Anak buahnya tak paham dengan jalan pikiran atasannya. 

"Pertama, alasan kemanusiaan. Kedua, karena penasaran. Ketiga, ada banyak hal yang menjadi petunjuk untuk mengungkap dalang sekaligus jaringan di dalamnya. Ini bukan sekadar kasus pengeroyokan atau pembunuhan warga desa pelosok biasa. Namun, sudah berhubungan dengan jaringan yang jauh lebih kuat dan berbahaya."

"Jadi, itu sebabnya kita diam-diam mengawasi telaga ini?" tanya Banu. 

"Saya mendapat firasat kalau Kuntala masih hidup. Juga kasus ini tak sesederhana itu. Jika dia muncul, akan ada orang yang lebih dulu membereskannya," ucap Iskandar pelan nyaris tak terdengar. 

Astaga. Arifin dan Banu terkaget-kaget mendengar ucapan Kapolsek. Di dunia kepolisian daerah, nama Iskandar tidak diragukan lagi sebagai Kapolsek yang jujur dan sukses mengupas tuntas kasus penyelidikan yang ditanganinya. Firasatnya terkenal sangat tajam dan selalu terbukti benar. 

Krak! 

Suara gemeresik semak yang terinjak terdengar jelas dalam keheningan. 

“Siapa itu?" seru Iskandar. Matanya mendadak waspada. Kedua tangannya mencengkeram gagang pistol. Arifin dan Babinsa pun bersiap siaga.

Tiba-tiba seekor kelinci meloncat dari semak. Mereka menghela napas. “Untunglah hanya kelinci,” gumam Arifin. Namun, sebaliknya, Iskandar merasa ada yang tidak sesuai penglihatan yang tampak. 

"Kita harus menyeli---"

Belum selesai ia berbicara, tiba-tiba terdengar suara petir menyambar seiring angin kencang bergemuruh dan hujan yang mendadak turun. 

"Kita harus kembali!" Naluri Iskandar memerintahkan mereka untuk beranjak pergi. Saat hujan apalagi tanpa persiapan, air telaga biasanya meluap. Mereka tak bisa berada di sana. Dalam hujan pun, bahaya akan banyak mengancam mereka. Baik dari serangan musuh nyata, maupun tak kasatmata. 

Suasana sekitar danau semakin terasa mengerikan. Suara gagak dan anjing malam di kejauhan menambah suasana seram. Hujan badai membuat semua gelap. 

Sesaat setelah mereka pergi, tepat jam dua belas malam, sesosok tubuh yang membiru muncul dari dalam air, melayang dan kemudian terjatuh di tepi telaga angker.

SUAMI SILUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang