15.2

81 3 0
                                    

Kuntala terkejut mendengarnya. Dia merengung memikirkan baik buruknya. Bisa saja ia mengabaikan dan pergi dari Jurang Neraka, toh ia sudah mendapatkan banyak batu kristal sebagai harta karun. Namun, ia tak bisa tinggal diam saja. Hati nuraninya memberontak.

Kemanusiaannya menggelegak. Kuntala bukan manusia jika dia tak memedulikan mereka. Meskipun resiko sangat besar, kehidupan mereka adalah anugrah dari Sang Pencipta. Kehidupan miliknya juga pemberian Sang Pecipta. Hidup mati pun layak untuk diberikan pada Sang Penggenggam kehidupan. 

"Aku akan menyelamatkan para budak dan mengalahkan para iblis!" tekadnya. 

"Berikan aku ramuan itu!"

"Tuan, ramuan itu harus ditukar dengan hadiah koin bunga. Namun, tak memilikinya."

"Astaga, miskin sekali aku!" Kuntala menggerutu. 

"Tak dapatkah aku berutang dulu? Bukankah kalau aku menyelesaikan tugas kebaikan ini akan mendapatkan koin gome?"

"Ya. Benar. Ini bisa menjadi tugas ketiga Tuan. Kabar baiknya Tuan bisa mengutang dulu. Gunakan 1 koin gome untuk jaminan. Sisanya bayar setelah tugas selesai. Tapi tuan hukuman jaminan, jika tuan gagal dalam tugas ini, kami akan lenyap, dan keluarga Tuan akan menderita. Ingatlah Tuan harus menang!"

"Baik!"  

Dalam sekali gerakan, Kuntala melempar jurus kilat braja. Jurus ini dapat memutuskan rantai maupun baju besi. Karena para budak sangat banyak, Kuntala menggabungkan dengan ilmu pengikat kilat. Akibatnya, kilat braja ini menjadi berlipat ganda jumlahnya, bentuknya seperti jaring-jaring kilat. 

"Hiaaah!" Saat Kuntala melemparkan jaring-jaring kilat braja miliknya, rantai di leher, tangan, kaki dan perut mereka langsung terputus dan lepas dari tubuh mereka. 

Seketika para budak yang sedang bekerja itu terperanjat ketika ada kekuatan yang membebaskan mereka. Namun, karena kebebasan mereka pula, tubuh-tubuh itu langsung menjerit kesakitan karena terbakar. 

Kuntala sekuat tenaga membuat Tahanan Alung berbentuk bulatan bening dan melemparkan pada mereka. Lalu, yang terhubung dengan benang pada tangannya itu ditarik secepat kilat. Para budak yang datang melayang ke hadapan Kuntala. Jumlahnya mencapai 999 orang. 

Saat bola-bola tahanan itu tergeletak di hadapannya, para budak yang sudah terbebas itu menyembah Kuntala. 

"Tuan, perkenalkan saya Garuna, sesepuh para budak. Saya mewakili semuanya mengucapkan terima kasih pada Tuan sudah membebaskan kami. Tapi, pergilah dari sini secepatnya sebelum mereka datang dan membunuh Anda!" Salah seorang budak yang terlihat berumur dan memiliki tubuh tinggi tegap, berbicara. Sepertinya dia adalah salah satu dari orang yang dituakan oleh para budak itu. Terlihat dengan bahasa wajah para budak yang mengiakan dan begitu patuh padanya. 

"Benar Tuan. Biar kami yang menghadapi mereka!" sahut beberapa orang. 

"Tidak. Aku, Kuntala, sudah berniat menyelamatkan kalian. Percayalah, aku akan berjuang untuk kalian!"

"Tapi, Tuan. Pemimpin iblis ini sangat kuat. Apalah arti nyawa kami, tokh di dunia asal kami, kami sudah mati. Sedangkan Tuan, saya rasa masih memiliki raga yang utuh."

"Apakah kalian tidak ingin jiwa kalian mati dengan tenang? Jika kalian bebas, benar raga kalian sudah mati. Tapi hidup kalian bisa memilih dengan kebebasan. Apakah kembali pada Sang Pencipta atau terlahir kembali. Bahkan bisa hidup menjadi bangsa yang bebas."

"Tentu kami ingin, Tuan."

"Kalau begitu, kalian diamlah di sini, cukup doakan aku dengan harapan baik, bukan?"

"Baik, Tuan. Kami akan mendukung Tuan."

"Cepat pulihkan tubuh kalian dengan batu kristal darah."

Kuntala memerintahkan mereka menggunakan kristal yang terbawa saat tahanan alung menyedot mereka. Para jiwa dan mahkluk yang baru terbebas itu segera memulihkan diri dengan menggunakan kristal darah. 

Sedangkan Kuntala meminum ramuan dari hasil penukaran gome. Dalam sekejap ledakan panas di tubuh Kuntala keluar. Rasanya sangat panas, membakar, dan seperti akan menghancurkan daging, tulang, dan urat di seluruh tubuhnya. Bahkan organ-organ dalamnya seperti mendidih dan mau meledak. 

Sekuat tenaga Kuntala menahan untuk tidak berteriak. Namun, tetap saja lengkingan panjang keluar dari mulutnya. 

Para budak sangat khawatir, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan tetap fokus pada pemulihan diri mereka. Setidaknya, jika kekuatan mereka pulih, bisa membantu Tuan Penolong mereka. 

Saat Kuntala sedang mengendalikan kekuatan di dalam tubuhnya. Sebuah lingkaran merah mendadak muncul bersama keluarnya beberapa orang yang terlihat seperti monster. Badan mereka seperti manusia, tetapi memiliki ekor buaya, berkepala buaya dan memiliki tanduk-tanduk yang runcing dengan bola mata merah menjadi ciri khas mereka. 

"Siapa yang berani-beraninya mengusik wilayahku dan mainanku?" Seorang yang kepala dan ekornya berwarna putih dengan duri di sekujur punggungnya, tampaknya adalah pemimpin terkuat mereka, berteriak marah. Dialah Raja Buaya Putih, begitu informasi dari Kitab Ratu. 

"Katakan, hei budak hina!" Raja Buaya Putih mengeluarkan cambuk api. 

Ctaaar! Ctaaarrr! Kilat menggelegar menyambar para budak. Namun, perisai  yang Kuntala buat melindungi mereka. Para budak terutama anak-anakr kecil berteriak ketakutan. 

"Hah, sial, ternyata kalian mendapatkan bantuan yang tidak bisa diremehkan!" Mata Raja Buaya menemukan Kuntala yang sedang berjuang mengendalikan energi di belakang para budak. 

"Jadi dia yang membebaskan kalian? Rupanya dia manusia kecil! Berani sekali menghadap kami bangsa Siluman Buaya Putih dan menantangku Raja Bayan Sora, hei Bocah songong!"

"Jangan pedulikan dia, hadapi saja kami, Hei Buaya Putih!"

Raja Buaya itu mendelik. Di alam siluman, panggilan Buaya Putih adalah bentuk penghinaan.

SUAMI SILUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang