4.2 Menghancurkan Istana Siluman

1.1K 49 2
                                    

Sang Ratu merasa geram. Gagal sudah semua tipu daya yang ia kerahkan. Manusia itu bergeming dari godaannya. Dia kalah. Manusia itu memiliki tekad yang kuat.  Seumur hidupnya, baru Kuntala manusia yang menolak menikah dengannya. Menolak menyentuh tubuhnya yang penuh pesona. Bahkan, raja-raja di masa lampau tidak pernah menolak sekali pun pesona yang ia miliki. Harta, takhta, dan juga raganya. Semuanya terpikat dan bersedia menjadi pengikutnya. Ini, bocah yang berusia belasan tahun, manusia lemah dan miskin, berani-beraninya menolak semua pesonanya. 

Rasa malu dan terhina yang berkecamuk dalam benak ratu siluman ular itu, membuat amarahnya membara. Perlahan-lahan tubuh cantik itu pun berubah penuh sisik. Sorot matanya menjadi merah. Aura di sekelilingnya terasa mengerikan dan menyakitkan bagi Kuntala. 

"Akh!" 

Kuntala merasakan tekanan aura yang panas seperti api. "Jika tak dapat memilikimu dengan baik-baik, maka kamu harus menjadi milikku dengan cara paksa! Terimalah hadiah tanda budak dariku!" teriaknya murka. 

Seberkas sinar merah tiba-tiba keluar dari tubuh Sisikwangi dan memasuki tubuh Kuntala, Sinar yang menyakitkan itu membentuk simbol aneh di tubuhnya. Kuntala melengking. Ia merasakan tubuhnya seperti dibakar. Sesuatu yang asing baru saja membakar tubuhnya dengan sangat menyakitkan. Siksaan itu seperti neraka bagi Kuntala. 

"Arghhh!"

Dunia seakan-akan tak lagi sama. Hancur lebur dalam penglihatan Kuntala. Bayangan Amih dan Caca menjadi serpihan-serpihan kecil, tergulung dalam badai, dan hancur menjadi butiran kecil lalu menghilang. 

“Tidak! Amih, Caca!" Kuntala memekik, tetapi mulutnya tak mampu mengeluarkan suara. Namun, tiba-tiba dari dalam tubuhnya muncul seberkas cahaya yang sangat kuat. Cahaya merah dan putih yang saling menekan dan menghancurkan. 

Ratu Siluman ular itu melotot. Ia dan Kuntala sama-sama menjerit dengan keras. 

"Arghhh!" Cahaya putih itu akhirnya menelan cahaya merah, lalu membesar dan meledak ke segala arah. 

Talang Sari dan para penghuni istana yang menunggu dengan setia di depan kamar, terkejut mendengar suara ledakan yang sangat kencang. Seberkas sinar putih menyilaukan menelan sinar merah. Tekanan sinar putih sangat kuat itu berasal dari Kuntala. 

"Itu cahaya bencana yang ditakdirkan!" seru Naga Wulung, salah satu siluman ular yang menjabat sebagai patih kerajaan. "Cahaya bencana yang ditakdirkan?" Talang Sari teringat ramalan rahasia dalam kitab terlarang leluhur di Kerajaan Talaga Arum.  

Ramalan itu berbunyi, “Kelak, di masa depan akan datang seorang pemuda yang memiliki cahaya putih, menguasai hukum perbedaan alam, menghancurkan kerajaan siluman, membebaskan perbudakan, dan menguasai bangsa siluman. Menjadi raja diraja dari segala alam. Kaum Siluman menyebutnya Sang Penghancur yang Diramalkan.” Namun, dalam ramalan tidak disebutkan dari bangsa manusia. 

"Apakah manusia ini yang menjadi penghancur bagi kaum siluman? Manusia kecil yang lemah itu?"

"Sari! Apa yang kau pikirkan! Cepatlah lari sebelum cahaya putih itu menelanmu!"

"Tidak! Ratu dalam bahaya! Aku harus menyelamatkannya, Naga Wulung!" tolak Talang Sari pada patih kerajaan itu. 

"Tidak akan ada yang selamat dari cahaya putih itu, Sari! Kita harus lari!" titahnya. 

"Tidak. Aku harus menyelamatkan Ratu!" Talang Sari menolak. 

Talang Sari mengibaskan selendangnya, dalam sekejap dia berubah wujud menjadi ular berwarna merah. Ular merah adalah sosok ular terkuat di kerajaan siluman. Ia mengerahkan segenap kekuatannya untuk menembus tekanan cahaya putih itu dan menerobos kamar. Namun, begitu Sari berhasil menerobos, terdengar ledakan yang maha dahsyat. Ledakan yang menghancurkan dinding-dinding istana. Seluruh penghuninya pun melarikan diri dari cahaya yang akan menghancurkan mereka. 

"Tolooong! Penghancur yang diramalkan datang! Lari! Lariii!"

Istana gua yang indah dan semua makhluk di dalamnya, kecuali yang berhasil meloloskan diri, hancur lebur tak tersisa.

***

SUAMI SILUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang