11.2 Kesurupan

588 23 2
                                    

"Kun," Amih membuka matanya. "Bantulah istri Pak Kades. Beliau sudah banyak membantu kita." Amih memohon.

Kun tersenyum. "Tentu, Amih. Kun akan menolong Pak Kades dan siapapun yang membutuhkan pertolongan."

"Terima kasih, Anak Baik." Nenek terharu. Kades pun mengucapkan terima kasih.

"Tapi, saya ingin membawa Amih dan Caca. Saya tidak bisa meninggalkan mereka tanpa perawatan dan penjagaan. Saya khawatir anak buah Bejo akan membuat masalah lagi. Apakah pak Kades dapat membantu saya?" Kuntala mengajukan syarat.

"Baik, jangan khawatir. Lebih baik mereka dibawa ke rumah saya. Ada kamar kosong untuk merawat Amih. Di sana ada banyak orang yang menjaga dan merawat kalian."

Kades memerintahkan Sekdes yang sedari tadi menunggu di depan rumah, agar menggendong Amih. Sementara Caca dan Kuntala keluar menggunakan pakaian serba hitam.

Amih pun dibawa ke rumah Kades diam-diam melalui jalan belakang yang gelap.

**

Kades membawa Kuntala ke dalam kamar. memeriksa kondisi istrinya yang tergolek lemah dengan muka pucat. Menurut Kades istrinya keracunan makanan saat Kuntala kembali. Namun, obat, herbal, dan air doa yang diberikan tak membuat perubahan berarti, malah semakin memburuk.

Pada saat memasuki kamar, Kuntala merasakan hawa panas yang terasa tidak menyenangkan. Ia melihat tubuh tergolek lemah dipenuhi borok yang mulai bernanah. Bu Kades diselimuti aura berwarna hitam. Tangan Kuntala meraih pergelangan nya, memeriksa urat nadi di pergelangan lemah itu. Pada saat jemarinya bersentuhan Kuntala tersentak dan refleks menarik tangannya. Ia merasakan seperti ada lecutan listrik yang mengenai tangannya.

"Kenapa, Kun?" tanya Kades dengan cemas.

Kuntala menarik napas. Lalu kembali menyentuhnya. Kali ini tak ada serangan listrik itu. Dengan tenang ia memeriksa. Hasilnya, detak jantung di urat nadinya, terasa lemah dan tidak beraturan. Kuntala berpikir keras. Apakah benar itu gejala keracunan makanan biasa? Atau ada hal lain? Mengapa timbal balik yang ia terima terasa berbeda dengan Amih? Kali ini lebih terasa seperti menyerang seperti hendak menyakitinya.

"Tuan! Ratu! Apakah beliau hanya keracunan biasa? Atau terkena serangan santet? Bagaimana cara saya mengobatinya?" tanya Kuntala.

"Hmm. Kamu sudah menyadarinya, Kuntala. Namun, ini tugas pertamamu. Aku tak bisa banyak membantu. Namun, ikutilah nalurimu. Dan waspadalah terhadap musuh yang terlihat lemah!"

"Musuh yang terlihat lemah?" Di mana mereka? Kuntala melihat Maryam istri sang kades yang seperti koma, mendadak terbangun dan bola matanya berubah memutih. Sesuatu yang berwana merah gelap melesat dari dalam tubuhnya, menghantam Kuntala begitu cepat tanpa sempat menghindar.

"Ugh!" Kuntala yang tak siap terperenyak. Dadanya sangat sakit seperti dihantam api yang menyengat dan menyesakkan. Sementara Maryam mulai mengamuk.

"Apa yang terjadi dengan istri saya, Kun?" tanya Kades cemas dan takut.

"Hahaha, Bocah, berani-beraninya kamu bermain-main melawanku! Nyalimu besar sekali!" Maryam tertawa dengan suara yang berat. Kades merasakan bulu kuduknya merinding.

Kuntala berusaha tenang. Olah napas itu yang dia ingat. Kemudian ia segera menarik napa hingga terasa hawa panas berkumpul lalu, Kuntala menyalurkan ke dalam dadanya. Perlahan rasa terbakar itu menghilang.

"Hah, Bocah?! Kamu bisa menghadapi seranganku? Baiklah, aku akan meningkatkan seranganku kembali!"

"Hiyaaah!" Tubuh Maryam seperti ada yang mengendalikan. Matanya mendelik, tubuhnya melayang dan tangannya mengepal hendak menghantam langsung Kuntala. Namun, kali ini Kuntala sudah bersiap dan waspada. Tak akan kecolongan yang kedua kali. Duluan memberikan pukulan.

"Kyaaaak!"

Tubuh Maryam langsung melorot tak berkutik. "Hoeek!" Ia muntah. Matanya terpejam. Kuntala memburunya.

"Istriku?!" seru Kades gemetar.

"Tenanglah, saya akan mengobatinya dulu." Kuntala memeriksa. Sepertinya makhluk yang bersemayam itu sudah tak ada. Namun, aura hitam yang Kuntala rasakan seperti racun itu masih ada. Rasanya panas yang membakar dan menusuk-nusuk.

Kuntala mencoba memegang dan berniat mengeluarkan hawa gaib itu. Tangannya seperti mencengkram dari jarak 1 jengkal dan bergerak alami. Perlahan dari dalam tubuh keluar asap hitam terkumpul menyebar di sekitar lengan Kuntala. Kuntala berniat menyatukan asap itu menjadi bola kecil. Setelah itu ia mencoba menghancurkan energi itu. Namun, asap hitam itu malah melekat dan mencoba memasuki tubuhnya.

Kuntala berpikir keras. Ia merasakan panca indranya semua aktif. "Ratu, apakah kamu bisa memberitahu jenis energi hitam itu?"

"Tuan! Itu adalah racun dari teluh galonggeng. Santet yang cukup berbahaya. Jika terlalu lama bersemayam bisa menyebabkan kematian."

"Santet? Siapa pengirimnya?"

"Tuan, untuk melacak santet harus mengikuti jejak energi. Kalahkan dulu dia. Baru Tuan bisa mengikuti jejaknya."

"Bagaimana cara mengendalikannya?"

"Tuan, Kali ini saya tidak bisa bantu. Tuan harus mengaji sendiri. Hanya saja sifat hawa santet ini api dan sangat buruk. Carilah media hawa yang baik yang mampu memurnikannya."

Kuntala berpikir media apa yang mampu memurnikannya. Aura hitam itu bersifat api, meracuni, dan merusak. Sedangkan, media yang mampu menyerap dan memurnikan adalah tanah.

Dapat!

Kuntala mencoba menarik seluruh aura hitam itu lalu kakinya dientakkan. Hawa panas yang ada di dalam tubuhnya mendorong ke bawah telapak kaki dalam satu gerakan. Perlahan dari kakinya aura itu keluar dan melesat dengan cepat. Sisa-sisa hawa hitam itu pun dengan dua kali entakan lagi lenyap. Setelah itu berangsur-angsur hawa panas di dalam kamar menghilang.

Maryam perlahan-lahan membuka kelopak matanya. Wajahnya yang putih tampak lebih berwarna.

"Istriku!" Usep memburu istrinya.

SUAMI SILUMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang