CHAPTER 8

4.9K 1K 74
                                    

Kalau aku pingsan beneran sekarang, menurutmu, nanti apa yang akan terjadi?

Aku rasanya mau meleburkan diri sekarang juga karena sudah salah langkah. Keterkejutanku tadi nggak seharusnya aku ungkapkan beneran, lho! Sekarang masalahnya nambah banyak. Saki yang bilang mau jemput ke sini, Ajeng dan Fitri yang heboh bertanya tentang pacarku dan gimana bisa aku lupa kalau sudah punya pacar.

Oh I know! Ini jelas bakalan gampang kalau dari awal hubunganku sama Saki tuh dimulai dengan normal. Paham, kan, maksudku? Ini terlalu mendadak, aku dan dia bahkan belum saling kenal. Warna favorit, makanan favorit, minuman favorit, posisi tidur favorit, tet tot tet tot banyak hal deh!

Sementara janjianku dengan Saki kemarin adalah dia mau mengantarku, kemudian dia ada janji, sudah. Nah, sekarang, karena aku sudah di sini, janjinya dimajuin dan dia bisa menjemputku. Artinya, dia akan ke sini dan ketemu Ajeng dan Fitri, kan? Kalau aku bilang jangan atau janjian ketemuan di pintu barat atau timur gitu, dia bakalan tersinggung nggak, ya?

Aaaaaaaaargh, mati aku, mati kau, mati kita semua!

"Ihhhh demi apa yaaaa lo, Thi, cepet tunjukin mana orangnyaaaaaa!" Ya namanya juga Ajeng, kalau nggak ngegas dan harus dapet apa maunya, kayaknya bakalan kembung orang ini. "Jangan curang lo! Gue kasih liat Haikal di awal, yaa! Padahal doi kan anti umbar-umbar foto, cepetaaaan!"

Aku meringis, melirik Fitri yang ... kok tiba-tiba ikutan meringis? Apa dia paham kondisiku, ya?

"Lo ... sama cowok nggak bener, ya, Thi?" tanya Fitri, diluar dugaan.

"HEH!" Aku menoyor lengannya. "Enak aja. He's the best tho." Pujian itu kayak yang aku tahu banget siapa Saki. Nama lengkapnya aja bahkan baru tahu.

"Yaudah manaaaa, buruan!"

Dengan lesu, aku membuka WhatsApp, mencari nomornya. Ini satu-satunya informasi yang bisa kuandal—wait, what???? Manusia macam mana yang foto profil WhatsApp-nya malah logo jualan? Oh easy! Aku sama sekali nggak mendiskreditkan orang yang jualan di WhatsApp atau apalah. Please, enggak. Tapi ... yang jelas aku nggak menduga hal ini terjadi sama Saki, dan bisa-bisanya aku baru sadar foto profilnya! Ini lah kalau dijodohin secara mendadak, mana sempat ada di momen tergila-gila dan stalking dia sampai kayak intel.

Aku menatap Ajeng dan Fitri sambil meringis.

"Kenapa nih?" tanya Fitri dengan wajah horor. "Lo bohong, ya? Kenapa siiiiii? Jomblo tuh bukan aiibbbbb kali, Uthiiiiiiii. Lo harus bisa bangga sama apa pun status yang lo pilih. Kita bisa jadi contoh kalau cewek tuh juga happy sendirian. Kalau emang pacaran ya bagus nemu yang OKE, tapi jangan sampe boong cuma biar samaan kayak yang lain."

Ajeng menatapku ngeri. "Lo boong?"

Aku menggeleng.

"Ya terussssss?" tanya mereka serentak.

Untuk hal begini aja kompaknya ngalahin sekumpulan perampok.

"Jadi ceritanya gini." Aku mulai memberikan prolog. Saat melihat mereka diam terlihat siap mendengarkan, aku melanjutkan. "Suatu hari, Bunda gue ngajak buat ke acara akikahan sepupunya apalah-apalah gitu. Nah, di sana gue ketemu cowok namanya Saki. Nggak ketemu-ketemu banget sih, ditemuin Bunda dan Papa. I knoooowwww ... ini agak freak!" Aku mengakui lebih dulu sebelum mereka judge dan mengejekku. "Gue sih nggak sadar, ya, itu ditemuin, karena emang smooth. Gue kasih susu—"

"GILA LO! Baru pertemuan pertama, lho, Thi!"

"Bida diem nggak?" ancamku pada mulut beringas Ajeng. Kata Fitri sih aku dan Ajeng 11-12. Ya amplop, males dimiripin sama dia, tapi memang iya. "Mau gue lanjut nggak nih?"

chiki balls favoritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang