CHAPTER 19

3.9K 950 64
                                    

"Halo?"

"Ini dengan Kak Dyuthi, ya?"

"Iya. Ini siapa, ya?"

"Saya Gojek, Kak. Sudah di depan."

Aku menghela napas pendek. "Dari Saki, ya, Pak?"

"Betul, Kak. Mau saya gantung di pager atau gimana?"

"Saya keluar aja, Pak. Tunggu sebentar, yaaa."

Apa lagi sekarang yang cowok itu kirim ke rumahku? Apa dia kira aku mau buka toko serba ada di rumah? Belum cukup makanan seabrek yang dia kirim, minuman—oh, sekarang aku kelihatannya mau jadi tukang bunga. Si bapak sedang memegang buket bunga ... kayaknya sih asli, yaa, campur warna dan jujur memang cantik. Aku gini-gini juga demen, lho, hal-hal yang berbau kecantikan dan kelembutan kayak bunga ini. "Makasih, Pak."

"Sama-sama, Kak."

"Ini tip—"

"Oh nggak usah, Kak. Udah dikasih tip juga sama Kak Sakinya."

"Lho, nggak apa-apa, ini dari saya."

"Makasih banyak, ya, Kak."

Aku mengangguk. Baru mau menutup gerbang kembali, aku mendengar suara mobil berhenti—dan ternyata adik bujangku sudah pulang sekolah. Dia turun, berdadah-dadah ria dengan temannya yang masih di dalam, mengucapkan terima kasih pada sopir, kemudian menghampiriku. Ofkors aku juga teriak bilang makasih pada pak sopir.

"Hei, Buddy! Gimana sekolahnya?"

Kedua tangan Abang memegang erat tali ransel, dia tersenyum lebar. "Seru. Tadi Abang gambar kita, Uthi. Kata Zoya bagusss." Who's Zoa? Ini aku emang agak bego, setiap nama yang Abang ceritain, rasanya kayak baru sekali dengar. Padahal logikanya, teman-temannya dia ya itu aja nggak sih? Ummm okay, maaf ya, Abang.

"Gambar kita?" tanyaku sambil mengajaknya masuk ke rumah, aku kembali menutup gerbang.

"Iya, ada adek, ada Papa, ada Bunda, sama Uthi, sama Abang Saki."

"Kenapa ada Abang Saki?"

"Kata Miss-nya gambar orang-orang yang Abang sayang."

Langkahku terhenti, aku menatap anak kecil ini yang kadang-kadang pemikiran dan omongannya bikin terkesima. Maksudnya, coba deh tuh lihat dan dengar kalimatnya. Maksud dan tujuannya apa ya mohon maaf nih, Dek? Tapi mau nyecer juga nggak tega, mukanya polos banget dan kelihatan semangat—aneh, somehow malah kayak Saki nih orang lama-lama. Baru sadar aku.

"Uthi, ini bunga siapa?"

"Bunga Uthi dong."

"Beli di mana?"

"Dikirimin Abang Saki." Aku menoel pipinya yang sedikit chubby itu. "Abang Saki bukan cuma kesayangan Abang King, lho, dia kesayangan Uthi juga." Walau aku juga masih bete dan belum mau membalas chat atau angkat call dia. Biarin deh! "Bagus nggak bunganya?"

Kepalanya mengangguk.

"Coba cium, wangi nggak?"

"Harum, bagus, Uthi."

"I know!" seruku sangat sangat berlebihan senangnya. "Abang mau bantuin Uthi nggak hari ini?"

"Mau. Apa, Uthi?"

"Uthi mau liatin adek di kamar, Abang ke kamar dan ganti baju sendiri bisa? Uthi udah siapin bajunya di atas kasur. Nanti kalau kesusahan, panggil Uthi, Uthi bantu. How?"

"Okay!" teriaknya sambil mengayun tangan, begitu semangat.

Si ompong memang sangat menggemaskan. Aku melihat dia berjalan dengan menghentakkan kaki, rambut tebal berbentuk mangkuknya itu mengembang naik turun seiring hentakan kakinya, dia mulai menaiki tangga. Aku cuma ketawa geli, terus membawa bunga ke kamarku, aku taruh di meja dulu, terus aku ke kamar Queen. Memastikan dia masih aman di box-nya dan tertidur nyenyak.

chiki balls favoritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang