CHAPTER 17

4.2K 1K 131
                                    


Katanya, kalau kita diajak ke rumah pacar, jangan mau disuruh bantu-bantu 'mama' di dapur, terus cowok kitanya menghilang bagai abu. Karena mau gimana pun, kita tetap adalah tamu. Lagian, memangnya kalau dibalik, si cowok pas di rumah, mau langsung disuruh benerin mesin cuci rusak, nangkepin ratusan tikus, beresin listrik yang rusak?

Itu aku dapat petuah dari TikTok.

Dan katanya lagi, hidup bakalan rumit dan bubar kalau selalu jadiin TikTok sebagai pedoman hidup, apalagi dalam hubungan percintaan, hahaha.

Jadi, gimana nih?

Aku percaya video-video TikTok atau gimana, ya?

Ini sambil jalan ke dapur bareng Saki, pikiranku sibuk menerka-nerka, gimana kalau Saki beneran minta aku buat di dapur? Aku harus menolak dengan prinsip TikTok atau aku iyain aja? Anehnya, aku juga nggak punya pendirian aku harus pilih yang mana, karena sekarang kepalaku isinya—

"Sayang, sini makan dulum bareng-bareng." Mamanya Saki semringah banget menyambut kami. "Uthi suka sup ayam nggak?"

Aku reflek ketawa ngikik, tapi ofkors di dalam hati. Makanan itu pasti kesukaannya Saki, dan aku tersenyum ramah, mengangguk. "Suka, Tante."

"Okay, cocok. Sini, sini, Sayang deketan sama Tante dan Ami." Kalimatnya kuturuti, sementara Saki ada di seberangku, menatapku sambil memberi senyuman tipis dan anggukkan kepala. "Ada udang balado juga kalau kamu nggak alergi. Ada alergi nggak, Sayang?"

Aku menggeleng.

"Suka makan sayur?"

"Suka. Ini Tante masak sendiri semua?"

"Enggak dong. Ada Mbak yang bantuin."

Aku mengangguk, melirik Ami yang jadi super kalem dan penyimak aja sejak tadi. Ngomong kek, Mi. Ini berasa aku yang jadi pemeran utama. Masalahnya, tanpa reading yang proper ini mah, Mi. Bisa-bisa bukan cuma dialog, malah salah partner atau lupa alur cerita. Kan, nggak lucu. Tapi, yaudalah, mungkin benar apa kata Ami dan Saki, ini momenku, Mamanya Saki mau kenalan denganku.

"Lho, nggak pake sambelnya, Sayang?"

Aku kebingungan menatap mangkuk sup di hadapanku, kemudian melirik piring Saki, Ami, dan Mamanya Saki—tadi namanya siapa, ya amplop! Bisa-bisanya aku lupa. Udah kenalan belum ya tadi namanya? Aku sibuk Tonta-Tante, terus si Saki Moma-Mama melulu nih, sampai nggak tahu namanya—ternyata mereka semua makannya di satu mangkuk.

Ummm, sini biar aku bikin detail, jadi, tadi tuh di meja kursi, sudah disediain mangkuk yang berisi sup ayam. Buat kami masing-masing. Ada piring juga kok di atas meja. Nah, karena aku paling nggak bisa makan dicampur-baur—di keluargaku seperti itu—makanya aku ya ambil aja piring, kuisi nasi sedikit, udang dan sayur. Aku pikir itu ya normal ajalah, eh ternyata Saki, Ami, dan Tante ini makannya di mangkuk itu. Nasinya mereka campur ke sup, ditambahin deh yang lain.

Aku menelan ludah.

Gimana rasanya itu?

Kalau Saki sih aku memang sudah tahu, ya.

"Dia nggak suka kalau sup-nya pake sambel kecap, Ma." Ah pacarku. "Unik, kan? Dia makan kuah aja nggak bisa dicampur sama nasi tuh, harus dipisah-pisah."

Mamanya Saki tertawa pelan. "Iya ternyata, lucu banget. Padahal dicampur gini makin enak lho, Thi. Lebih medok."

"Tapi bumbunya jadi kecampur, Tante, terus jadi bingung ngerasain yang sup yang gimana, yang udang yang gimana."

Tawanya makin lepas. "Lucu banget, berarti udah gitu aja makannya? Nggak mau pake sambel? Nggak pedes kok." Dia menoleh pada Ami. "Emang pedes, Sayang?"

chiki balls favoritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang