CHAPTER 32

3.5K 684 31
                                    

Ah, aku beneran nggak bisa tidur nih!

Miring ke kanan, ke kiri, telentang menatap langit-langit, tapi tetap mataku cuma merem, pikiran mah masih ke mana-mana! Ummm, maksudku tuh, bukan ke mana-mana yang gimana, tapi mikirin Saki dan Papa di kamar sebelah! Mereka ngobrolin apa gitu lho! Aku takut banget kalau ternyata Papa punya jebakan dari staycation ini untuk Saki. Ofkors yang aku maksud jebakan di sini adalah berupa kalimat, yaaa. Gimana kalau sekarang Papa lagi mengeluarkan semua pertanyaan mengerikan, terus karena Saki si paling positive thinking, dia nggak prepare apa pun buat ini, dan pasti syok berat.

Hwaaaaa!

Rasanya akum au bangun dari tidur dan membuka connecting door itu untuk memastikan sendiri dengan mata–

"Uthi, kenapa belum tidur?"

"Oh, hai, Bun." Aku bangun dan duduk di atas meja. Aku meringis melihat dua adikku sudah tertidur pulas, sementara Bunda ... kayaknya sih belum tidur yaaa dilihat dari mata dan wajahnya. "Aku berisik kah?"

Bunda tersenyum sambil mengangguk. "Kamu gerak terus kayak gelisah, mikirin apa?"

"Soriiii. Aku ... umm, Bunda, Papa ada bilang sesuatu nggak kalau dia missal ternyata kurang suka sama Saki, tapi mungkin menghargai aku atau gimana? Maksudku, please, be honest, Bun."

Okay, Bunda malah tertawa pelan, sekarang turun dari kasurnya dan berjalan pindah ke kasurku. Dia duduk bersamaku. "Menurutmu, sebelum ngenalin ke kamu, Papa sama Bunda nggak coba ngenal Saki dulu?"

Aku menggaruk kepala, Iya, sih, tapi ....

"Papa dan Bunda sampai akhirnya mutusin buat coba ngenalin kalian berdua, karena udah tau masing-masing dari kalian ini gimana. Walaupun sisanya tetep ada di kalian dan takdir Allah, yaaa. Kita cuma berusaha."

Aku mengangguk.

"Kamu takut yaaa di kamar sebelah Papa lagi gembleng Saki?"

"Iya." Aku tertawa, menggelengkan kepala. "Tapi kayaknya enggak, denger penjelasan Bunda tadi. Pokoknya akum aku bilang, kalau ada sesuatu di antara aku dan Saki, kemungkinan besar yang berulah udah pasti aku, Bun." Aku dengar Bundar tertawa geli, aku ikut-ikutan deh. "Kata Saki, aku tuh terlalu friendly, dia nggak suka bagian friendly-ku ke cowok. Padahal, emang nggak ke arah sana. But I'm working on this, aku pengen coba nggak egois dan bisa kerja sama biar ini berhasil sama dia."

"Bunda bangga banget sama kamu, Kak," katanya pelan sambil tersenyum lebar. "Kamu emang ramah dan humble banget, mungkin beberapa orang akan salah paham, tapi Saki berusaha paham itu, kan?"

Aku mengangguk. "Walaupun kadang suka cemburu, tapi lucu."

Bunda tertawa, lalu bergerak maju dan mengelus lenganku. "Nggak ada hubungan yang mudah, Sayang. Bunda yakin kamu orang spesial yang dikasih sama Allah pengalaman berharga lewat hubungan Papa dan Mamamu, kamu bisa baca dan belajar dari sana gimana bikin hubungan works dan apa aja yang bisa bikin hubungan hancur. Tapi, bukan berarti kamu harus sempurna dan nggak ngelakuin kesalahan. Maksud Bunda, Papamu yang udah punya pengalaman, nggak bikin dia serta-merta jadi mulus banget jalani hubungan sama Bunda, kan? Tetep harus terus usaha dan mau sama-sama evaluasi. Yang penting, ketemu sama pasangan yang mau diajak belajar."

"Thank you, Bunda. Aku sayang banget sama Bunda." Aku bergerak untuk memeluknya. "Aku kadang ngerasa kayak ... Saki terlalu baik." Tawaku keluar, tawa geli. "Basi banget sih, tapi emang dia baik banget, ya, Bun? Sabarnya ituu, positif banget pulak. Mana kalau marah atau cemburu, suka bilang minta waktu tenang. Gemes banget."

"Glad to hear that. Semoga bisa langgeng dan jadi pasangan yang bisa bikin saling tumbuh menjadi lebih baik, yaaaa. Papa nggak akan ngapa-ngapain Saki di sana, trus me, jadi sekarang tidur. Nikmati AC dan Kasur yang beda dari rumah."

chiki balls favoritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang