CHAPTER 21.3

3.8K 899 84
                                    

"Ummmm, Goga itu ..."

Ini gimana aku menjelaskan siapa sosok Goga di dalam hidupku? Apa aku ngasal aja ya bilang kalau Goga itu abang gorengan di kampusku yang dijodoh-jodohkan denganku oleh teman-teman sintingku. Atau ...

Aku menggelengkan kepala.

Saki orang baik, baik banget sampai aku merasa bersalah kalau membohonginya. Gila, ya, aku seolah yang berdosa banget di sini sementara dia suci tanpa dosa. Walaupun benar, rasanya pahit untuk diterima.

"Okay, fine!" seruku, menepuk paha dua kali, aku mengubah posisi dudukku supaya nyaman—ya nggak mungkin karena situasinya aja memang tidak nyaman kok. Aneh, Thi, Thi! "Kamu janji nggak marah, kan, Ki?" Aku menggelengkan kepala kuat menyadari kesalahanku kali ini. "Sayang, maksudku." Aku meringis. "Pertama, kamu jelas bukan temenku, kamu pacar aku." Aku melihat kepalanya mengangguk, lengkap dengan bibirnya yang terlihat sedang menahan senyum, tapi wajahnya tak bisa bohong. "Casual apalah itu, aku nggak peduli, tapi aku nggak mau kamu main-main. Kalau casual, maksudmu gimana, Ki? Ya Allah, Sayang."

"Nggak serius-serius banget?"

"Noway!!!!!" Aku sudah nyaris lepas kontrol mendengar kalimatnya. Tidak akan aku biarkan. "Aku mau beneran, dari awal aku udah bilang dan wanti-wanti kamu buat nggak main-main, kan?"

"Aku selama ini keliatan main-main kah?"

"Enggak sih." Aku nyengir. "Jadi kamu mau dipanggil apa?"

"Apa aja, tapi jangan nama," katanya pelan.

Aku berusaha menahan tawa karena tidak mau membuatnya merasa seolah aku sedang meremehkan doi nih. Padahal sama sekali nggak, aku memang merasa dia lucu banget, bukan merendahkan atau apa, lho, ya! "Okay, Sayaaaang." Aku mendekatkan wajahku, mengecup rahangnya lembut. Nih orang wangi banget sampai ke pipi-pipinya kayaknya, atau mungkin aku mencium dari titik parfum lain, jadi seolah rasanya di mana-mana. "Terus soal Goga. Kamu beneran nggak akan gimana-gimana, kan? Kamu boleh ketawain aku sih abis ini."

Alisnya mengerut.

Aku tertawa sendiri, belum apa-apa sudah merasa lucu dengan kisahku, dulu. Perjalanan panjang sebelum bertemu dengan Saki. "Jadiiiii, waktu aku single tuh, kamu tau, kan, orang-orang pasti sibuk tanya kenapa ini itu apalah apalah banyak. Bilang aku pemilih dan tetot tetot lainnya." Aku melihat Saki mengangguk, menatapku seriu banget. Berasa lagi menjelaskan kenapa bumi bulat. "Kamu tau taman itu, kan? Lapangan di komplek itu, lho, Ki, astaga, Sayang."

Kepalanya mengangguk, lagi.

"Aku kan emang sering ke sana, sama adek, atau sendirian kalau pengen sendiri. Waktu itu, aku ... lupa deh malem apa pagi, yaaa. Aku lagi duduk sendirian, terus ada cowok yang nyamperin, doi lagi lari gitu, kita ngobrol bentar. Beneran cuma bentar kok." Bismillah Saki nggak ngamuk setelah ini, semoga dia benar-benar waras karena cukup aku aja yang sinting di sini. "Terus udah tuh, skip ke banyaaaaak hari setelahnya. Aku main sama Sam, Sherin, dan Cecil. Sam bilang mau ngenalin sama orang, yaaa aku kan iyain aja, nolak pun nggak enak. Lagian nggak masalah, cocok ya bagus enggak ya yaudah. Eh tau nggak? Emang Sam tuh sinting, ternyata orang itu kerja di cafe kita nongkrong. Aku dijebak langsung dong."

Saki tertawa pelan.

"Bagian paling aneh, orang itu orang yang sama yang aku temui di lapangan komplek. Kan itu kafenya kebetulan emang di daerah rumahku." Ofkors ketawanya Saki tadi langsung musnah kebawa angin amarah. Aku menelan ludah, mulai ketar-ketir melihat aura yang keluar dari wajahnya dan memenuhi mobil ini. "Kayaknya kita stop aja nggak sih topik ini?"

"Lanjut," jawabnya cepat dan tajam, menurutku sih ya ini.

"Okaaayy." Aku mengembuskan napas panjaaaaang banget. Hari ini entah kenapa terasa panjang dan sangat berat pulak. "Terus yaudah, kita kenalan di sana. Lanjut tukeran IG." Aku melanjutkan dengan ragu-ragu sambil berusaha membaca raut wajahnya. "DM-an ... tapi singkat banget sih, cuma berapa hari. Ngobrol dikit, terus aku di-ghosting. Ha ha." Aku tertawa miris. "Udah gitu aja kok, Sayangku."

chiki balls favoritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang