CHAPTER 18.3

3.8K 999 195
                                    

"Sayang, Dyuthi ...." Saki berjalan mendekatiku, tangannya berada di pinggangku dan mendorongku sedikit untuk berjalan ke arah cewek tadi. "Ini Dyu—ini Uthi, Ca. Pacarku."

"I know!" jawabnya dengan ekspresi suka cita. "Gue Ica."

Aku menjabat tangannya. "Uthi."

Dalam hati aku ketawa geli sendiri sama perkenalan Saki. Kalau Ica ini salah satu dari temannya, sudah pasti mereka saling follow di Instagram, kan? Ya nggak mungkin lah dia nggak tahu aku siapa, karena anak remaja masjid abal-abal bernama Saki itu rajin banget posting foto atau video candid-ku. Orang bodoh mana yang mengira aku adalah Tante—wait, aku nggak kelihatan kayak Tantenya, kan, walaupun muka dan badanku mendukung?

Aku mengintil mereka jalan memasuki kafe—nggak ngintil banget sih, karena tangan Saki nggak lepas tuh dari pinggangku. Ini dia mau berusaha menunjukkan area kekuasaan, takut aku kabur, atau mau unjuk diri sudah punya pacar ke teman-temannya? Atau apa sih ini Om Saki serem juga nih tingkahnya. Mencium bau-bau protektif.

"Elo sendirian, Ca?" Saki yang tanya, aku kebagian kalem dulu deh. Belum saatnya untuk gila, kontrolku harus kuat kalau aku nggak mau malu-maluin Saki.

"Yep! Tadinya mau bareng Mira, tapi dia sekalian bareng Masnya. Terus tuh lo baca nggak di grup, si Dika katanya mau nebeng gue, udah gue samperin taunya tuh anak malah udah keluar rumah dari pagi anjir."

Aku cuma melihat Saki mengangguk sambil tertawa pelan.

Seriously, Saki????

Rasanya aku pengen ngakak pol sambil menoyor lengannya itu. Bisa-bisanya ada orang antusias cerita dan responnya cuma gitu aja? Apa karena ada aku? Atau dia memang sediam itu, ya? Kadang ya bawel sebenarnya, tapi ... alah terserah, emang ini anak seharusnya jadi kembarannya si Ami deh, sama-sama tipe anak hidden gem. Ditambah Al tuh sama aja. Aku yang sepertinya nyasar dalam circle keluarga ipar-iparan itu.

Seketika aku terlonjak saat tiba-tiba Ica sudah pindah ke sebelahku. "Outfit lo kece banget, Thi. Gue nggak pernah bisa pede pake rok sependek itu. Paha gue gede banget cuy!"

Aku melepas tangan Saki yang terasa mengerat di pinggangku, kuelus punggungnya berusaha tanpa sepengetahuan Ica untuk memberi kode Saki, bahwa aku bisa mengatasi ini. Kalimat Ica bukan masalah untukku dan aku tidak merasa perlu pertolongan. Aku tertawa pelan. "Paha gue segini gede apa kecil, Ca?"

"Kecil lah gila!"

"Yang paha gede nggak bagus kah pake rok pendek?"

"Bagus sih, gue pernah liat, kalau pede."

"Berarti kuncinya bukan di ukuran paha, tapi di pede. Kenapa lo nggak pede?"

"Nggak tau, ya ... kayak, eh emang lo nggak pernah insecure, Thi?"

"Soal fisik?"

"Yep."

Aku tertawa pelan. "Gue tuh udah kecepetan tumbuh dari dulu. Omongan orang yang bilang gue tua sebelum waktunya, muka boros, badan tante apalah-apalah. Jadi, masa insecure gue udah abis dulu, sekarang sisa bersyukurnya."

"Tapi emang bener. Lo cantik dan seksi, effortlessly. I can see that." Ica tertawa pelan, tatapannya meledek Saki. "Selera lo nggak berubah emang, Ki."

Aaa, ini menarik buatku. "Selera Saki?"

"Yoi. Tipe-tipenya kayak lo gini. Seksi."

Aku tergelak. Menatap Saki yang terlihat panik, tetapi kemudian obrolan kami terpotong saat waitress membawa kami ke meja yang sepertinya sudah dipesan—lah, belum ada siapa-siapa selain kami bertiga? Aku ikut duduk di sebelah Saki, kemudian melanjutkan obrolan yang menarik buatku tadi, sementara Saki ngobrol dengan waitress entah apa aku nggak ngurus itu dulu, okay? Eh bentar deh, aku mau Saki mendengar obrolan seruku dengan Ica. Jadi, saat dia sudah selesai dengan Mbak Cantik tadi, baru aku melanjutkan. "Berarti elo tipenya Saki juga dong, Ca?"

chiki balls favoritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang