27. Karakter Yang Sama

180 50 13
                                    

Bima merasa ada sesuatu yang kurang untuk sekarang. Semenjak Saddam tidak lagi ada di rumah. Tidak ada pertengkaran antar Saddam dan Cassandra. Sekarang, gadis itu menetap padanya. Tidak dengan Anin yang kadang pulang dan memang belum pantas tinggal bersama. 

Keinginan untuk menikahi Anin juga sudah mantap. 

Perkembangan kesehatan mental Saddam juga luar biasa membaik. Terbukti dari cerita-cerita adiknya yang setiap hari dibaca di chat yang begitu panjang. Kegiatan yang dua orang itu lakukan. Saddam melakukan yang terbaik untuk hidupnya. 

Kenangan pada belasan tahun lalu mulai dirasakan oleh Bima. Menatap foto gadis yang dirangkulnya waktu itu. Tatapan gadis yang ceria. Egoisnya Bima adalah membuat Anin menderita. 

Perasaan hampa mulai dirasakan oleh Bima sewaktu menarik napas dengan perasaan yang kosong sekarang. Mulai merasakan betapa besarnya penyesalan tentang masa lalu. Mulai khawatir dengan masa depan anak dan juga adiknya akan seperti apa. Bima takut dengan karma yang menghampiri karena dosa masa lalu yang mungkin tak termaafkan oleh Tuhan. 

“Aaaaah.” 

Bima yang tadinya melamu  langsung tersadar begitu mendengar suara jeritan dari bawah. Segera dia melangkahkan kaki jenjangnya menuju ke sana. Tatapan matanya yang terbilang tajam menyorot ke arah dapur saat anaknya sedang mencuci tangan. “Apa yang terjadi?” 

Anak itu menoleh, Bima melihat darah keluar dari jari anaknya. Melihat ke sebelah juga ada pisau dan juga wortel yang baru saja dikupas. Bima mengambil kotak obat untuk anaknya. Pasti Cassandra ingin memasak untuknya. 

Meminta gadis itu duduk, sedangkan Bima membantu anaknya untuk mengobati luka. Ini pertama kalinya Bima melakukannya untuk Cassandra. Saat dia mengobatinya. Mendengar suara isakan sang anak. “Tahan bentar!” 

Begitu Bima selesaj, kotak obat ditutup. Anaknya menyeka ajr mata. “Perih?” 

“Bukan.” 

“Kenapa nangis?” 

“Pertama kali diperhatiin sama Papa.” 

Bima baru mengenang kejadian belasan tahun yang bodoh itu. Tapi di depannya adalah  bukti keegoisan Bima di masa lalu terhadap Anin. Memang nafsunya sedang tinggi sekali. Sampai akhirnya Anin hamil saat sekolah. Suatu perbuatan yang jelas salah. Membiarkan masa depan wanita itu hancur di masa lalu. 

Bima memegang tangan anaknya. “Bibi ada, kamu nggak usah masak!” 

“Mau bikin makan malam buat Papa.” 

Cassandra di sini saja sudah cukup mengisi hidupnya. Walaupun Saddam tidak di sini lagi. Tapi sudah cukup membuat dirinya merasa bahagia. Dia menghela napas. Mencoba mengalihkan pembicaraan tentang perhatiannya kepada gadis ini untuk pertama kalinya. Tatapan gadis itu tajam. “Papa, kapan nikahi Mama?” 

“Mama sedang bicara dengan keluarganya. Papa butuh waktu juga untuk ke sana. Kalau Mama sudah ngomong. Kemudian giliran Papa sama Kakek yang ke sana.” 

Cassandra langsung tersenyum mendengar perkataan itu. “Kakek juga?” 

“Hmm, karena yang nyuruh nikah itu Kakek. Papa juga memang pengen nikahi Mama kamu, Cassandra. Papa nggak mau kehilangan kamu sama Mama lagi.” 

Anak itu bangun dari tempat duduk. Berdiri di sisi kanan Bima dengan senyumannya yang begitu bahagia. “Apa?” 

Cassandra merentangkan kedua tangannya, meminta untuk dipeluk oleh Bima. Besar harapan suatu saat mereka akan hidup bahagia. 

Bima berdiri kemudian memeluk anak gadisnya. Besar harapan suatu saat mereka hidup bahagia. “Papa, jangan ulangi lagi kesalahan yang sama, ya! Kasihan Mama.” 

Kado Untuk CassandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang