5. Bukan Anak Sembarangan

169 50 6
                                    

Bima menuangkan air putih ke dalam gelas kosong yang barusan diambilnya dari pantry. Kedatangan Lisa ke kantornya sedikit mengejutkan. Wanita itu tidak pernah datang menghampirinya. Ini adalah dokter pribadi sang adik. Tapi mengatakan mampir ke kantor Bima saat dia lewat. Beruntungnya tidak ada kesibukan yang membuat pria ini meninggalkan tamu pentingnya. 

Diserahkan gelas itu kepada Lisa, tatapan wanita itu sangat teduh. Baru dokter ini yang bisa membuat Saddam betah. Bima duduk di seberang wanita cantik ini dan mengenakan setelan biasa saja. 

Wanita ini cantik, mau dia dekati. Akan tetapi kalau dia pacari suatu saat nanti, Saddam akan sulit lagi untuk bertemu dokter yang cocok. Tidak seperti waktu itu, selalu gonta-ganti. Lisa juga memperlihatkan ketertarikannya pada Bima. 

Reaksi yang diberikan wanita ini juga baik saat dia mengajaknya keluar. Makan ataupun diajak ke tempa indah. Lisa wanita baik, namun semua dia lakukan juga untuk Saddam, tidak nekat mencoba hubungan dengan Lisa semata demi sang adik. 

“Ceritakan padaku, bagaimana perkembangan, Saddam?” 

Wanita itu meneguk minumannya. Lalu Bima membuka kotak cokelat yang harusnya diberikan nanti malam kepada Lisa. 

Hanya suara tawa renyah dari wanita ini. “Dia sudah sembilan hari tidak konsumsi obat.” 

Bima senang mendengarnya. Adiknya setiap hari meminum obat dan baru sekarang sang adik tidak konsumsi obat yang diresepkan oleh Lisa. Kadang yang menebus obat itu adalah Bima. “Kurasa kamu tahu yang membuat adikmu seperti ini.” 

Bima menebak. “Cassandra?” 

“Ada hal lain, Bim. Dia memang cerita soal itu. Tapi bukan itu yang membuat dia tenang seperti sekarang. Ada hal lain, salah satunya dibuatkan makanan oleh ibunya Cassandra.” 

Bima yang tadinya tersenyum tiba-tiba padam mendengar itu. Adiknya paling sering ke sana, bahkan sering cerita kalau dia makan malam setiap pulang mengantar gadis itu pulang. “Ini bukan hanya jatuh cinta saja, Bim. Tapi dia juga merasa diterima di keluarga itu. Merasa Cassandra bernasib sama dengannya. Menurut adikmu, gadis itu seorang yatim. Bahkan dari lahir, Cassandra tidak bertemu ayahnya.” 

Bima mengangguk tapi juga iba. Dia pernah mendengar cerita itu dari adiknya. Sekarang diceritakan lagi oleh Lisa. Bima tidak mencoba untuk menyangkal soal adiknya yang memang mungkin jatuh cinta pada Cassandra. Tapi ia juga takut kalau adiknya ditinggalkan oleh gadis yang selalu disebut namanya setiap hari. 

“Kamu harus mengenal Cassandra lebih dalam lagi. Coba buat dia bertahan di sisinya Saddam sebentar saja. Karena aku merasa adikmu punya semangat baru. Aku memintanya membuka baju, melihat sayatan yang dia lakukan di lengan, di dada. Tapi aku tidak melihat itu sekarang. Biasanya, aku hanya akan mengobati luka adikmu, lalu mendengarkan ceritanya.” 

Ada ketertarikannya juga setiap kali mendengar Saddam bercerita tentang Cassandra. “Jangan sampai kamu tertarik kepada Cassandra, dia milik adikmu!” 

Bima melamun, namun Lisa sudah mengatakan hal itu kepadanya. Dia tertawa mendengar kalimat tersebut keluar dari mulutnya Lisa. Mana mungkin dia jatuh cinta dengan bocah belasan tahun seperti ini. Banyak hal yang membuat dia harus merasa bersyukur dengan meningkatnya kesehatan sang adik. “Aku masih waras, aku butuh wanita yang usianya dua puluh lima ke atas.” Walaupun yang dia maksud adalah Lisa. Tapi Bima berusaha untuk tidak mengungkapkannya. Bagaimana pun juga, ada banyak hal yang membuat dia harus bisa bersabar dengan keadaan seperti ini. 

Kemudian Lisa menerima cokelat kecil yang dari Bima. “Di mana kamu mendapatkan ini?” 

“Kita janjian malam ini. Aku ingin memberikannya, tapi kamu datang ke tempat ini.” Dia tertawa saat mengatakan hal semacam itu. 

Kado Untuk CassandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang