34. Dua Orang Manja

222 48 7
                                    


Anin menuliskan semua kebutuhan yang diperlukan ketika melahirkan nanti dan meninggalkan anak-anak di rumah. Tidak mau kalau Cassandra mengandalkan asisten rumah tangga yang ada di rumah ini. Ingin melihat gadisnya kembali mandiri seperti dulu. Tidak mengandalkan siapa pun.

Dia sudah masukkan semua perlengkapannya selama di rumah sakit nanti ke dalam tas. Bima yang tiba-tiba menghampiri memeluknya. "Lagi apa?"

"Nulis buat keperluan Cassandra. Minta dia bikinin kopi sama sarapan buat Papa."

"Ada Bibi sayang."

"Nggak usah dimanjain gitu, Mas. Kamu selalu di pihak dia kalau dia pengen sesuatu. Biar dia kembali kayak dulu. Dia itu anaknya mandiri banget. Jangan dimanjain dengan apa-apa yang sudah kamu sediakan."

Bima tidak protes lagi. Pria itu menemaninya dan membantunya menulis kebutuhan untuk anak-anak ketika ditinggalkan nanti. "Kan nggak lama di rumah sakitnya, Sayang."

"Paling beberapa hari, Mas. Tapi mau nggak mau harus disiapin semuanya."

Sebagai seorang istri, Anin harus cekatan untuk mengurus semua ini sekarang. Apalagi dia sudah tidak bekerja lagi di kantor. Waktunya begitu luang untuk mengurus anak-anak.

Dia menuliskan juga menu makan siang untuk Cassandra buat bekal nantinya untuk diri sendiri dan juga Saddam.

"Saddam wajib minum susu sebelum tidur sayang."

Ah iya, Anin hampir lupa soal itu. Dia juga akan meminta anaknya siapkan minuman itu sebelum tidur untuk Saddam. Karena di sini juga ada Rifky yang harus dilayani. Biarkan saja anak gadisnya hidup dengan mandiri. Tidak perlu andalkan tenaga orang lain.

Dia menutup lembaran itu. "Mas bisa lepasin nggak? Aku mau ke kamarnya Cassandra."

Lehernya justru dicium oleh Bima. "Sayang banget sama kamu."

Anin membalas ciuman itu di pipinya Bima. Dia beranjak dari sana dan mengunjungi kamar Cassandra.

Anak itu mempersilakan dia masuk da mengobrol berdua dengan anaknya. "Mama beberapa hari lagi mau melahirkan. Tapi Mama bakalan ke rumah sakit lebih dulu dibandingkan hari perhitungan adik kamu lahir. Nanti kalau Mama ke rumah sakit, kamu bikinin sarapan buat Kakek, buat Om kamu. Jangan andalkan Bibi. Mama nggak mau anak Mama jadi manja."

Cassandra mengangguk dijelaskan oleh Anin. Anaknya juga sebentar lagi ujian.

"Ma, nanti kabari kalau adik udah keluar, ya!"

"Jangan ke rumah sakit, Sayang. Nanti biar Mama yang pulang. Toh juga beberapa hari di sana. Biar kamu fokus belajar di rumah. Nanti kalau mau pergi ke mana aja, izinnya sama Kakek. Terus kalau soal kampus, kamu ikuti ucapan Papa kamu. Biar bagaimanapun juga, Papa ngerti kamu yang nggak betah untuk bertahan kalau sudah sama suatu hal yang bikin kamu nggak nyaman. Keputusannya, kamu nggak usah jadi Dokter."

Cassandra kali ini menurut, karena ucapan Bima selalu saja diikuti oleh anaknya. Tahu juga kalau Cassandra tidak sepenuhnya minat jadi seorang dokter. Karena itu pasti hanya angan-angannya saja. "Mama, Mama beneran bakalan di operasi?"

"Ya, kan nggak bisa lahiran normal. Udah berapa kali juga konsultasi. Disarankan untuk operasi. Tapi kamu tenang aja. Mama bakalan baik-baik saja."

Anaknya menatap dengan tatapan sedihnya. Anak gadis itu memeluk Anin dengan erat. "Mama tenang aja, urusan rumah biar aku yang urus. Mama di sana baik-baik sama Papa, ya. Papa ikut, kan?"

"Tentu, Papa bakalan nemenin Mama selama di rumah sakit."

Anin merasa bersyukur ketika Bima mengatakan dia akan libur selama Anin melahirkan. "Jadi ini ya yang buat Mama sayang banget sama Papa?"

Kado Untuk CassandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang