Berhadapan dengan orangtuanya hari ini cukup menegangkan. Orangtua yang selalu ada di sisi Anin waktu itu. Restu harus didapatkan karena keinginan Bima untuk menikah juga sudah mantap.
Anin, tidak akan pernah menyerah mendapatkan restu.
Duduk bersama dengan orangtuanya, tanpa ada kakak dan juga yang lain di sini. Hanya bertiga berhadapan. Karena papanya mengatakan jika yang lain ikut, akan banyak kepala yang tidak setuju dan mungkin membuat semuanya jauh lebih berantakan lagi. Anin juga tahu soal itu.
Papanya menyesapi rokok dan kopinya. “Yakin sama dia?”
“Aku yakin, Pa.”
“Apa kabar dengan anakmu? Bisa dia terima Bima dengan baik?”
Cassandra sudah serahkan urusan pernikahan pada Anin. Anak itu tidak mau lagi ikut campur. “Cassandra tinggal sama Papanya sekarang, Pa. Udah tiga bulan ini dia ada di sana.”
“Oh, pantas dia nggak pernah ada di rumah. Papa sama Mama pikir dia les.”
Anin masih menunggu jawaban yang pasti dari orangtuanya. Karena masih mengambang untuk saat ini. Terlebih mamanya, sakit hati ketika Bima tidak datang waktu itu di hari mereka hendak melamar. Tapi membuat keluarga malu. Anin juga yang hamil jadi bahan omongan di tempat tinggal yang lama. Mengajak Anin pindah ke tempat ini karena kesalahan tersebut dianggap sangat buruk oleh orangtuanya dan juga tetangga.
Pengakuan mengenai pernikahan juga sudah dia sampaikan kepada orangtua. Papa dan mamanya terlihat merenung. “Mungkin bagi Papa sulit, Nin. Tapi Cassandra juga kasihan. Dia butuh Papanya. Apalagi kamu berjuang sendiri. Dihakimi saudara yang lain, keluarga kamu yang lain mengucilkan. Bagaimana Bima nanti nggak bisa nafkahi kamu? Sedangkan kamu pekerjaannya bagus. Kamu bisa tanpa nikah sebenarnya.”
“Bima punya pekerjaan yang layak, Pa.”
“Di atas kamu?”
Orangtuanya selalu khawatir soal keuangan. Tidak mau Anin hidup susah. Karena selama ini, orangtuanya bahkan selalu lanjutkan pendidikan Anin demi masa depan yang dirasa akan sulit sekali untuk menjadi lebih baik.
Mamanya kemudian mengangguk, sepertinya juga mengkhawatirkan soal ekonomi yang akan dilalui oleh Bima dan Anin. Alasan mereka menjodohkan Anin dengan yang lain juga selalu alasan ekonomi yang lebih baik.
Anin menganggukkan kepalanya soal itu. “Bima bertanggung jawab, Pa.”
“Sama Cassandra?”
“Ya.”
Orangtuanya diam dan saling tatap. Dua orang di depan Anin ini selalu berusaha carikan Anin jodoh yang memiliki harta di atas mereka. Dulu bahkan Cassandra hampir saja diberikan kepada orang lain karena emosi. Lalu beberapa tahun belakangan ini orangtuanya menekankan perjodohan. Tapi Anin menahan diri untuk tidak menikah.
“Di mana dia tinggal sekarang?”
“Papa sama Mama mau aku ajak ke sana?”
Mereka berdua mengangguk. “Tapi jangan masuk ya. Papa cuman pengen lihat di mana dia bisa ajak kamu bahagia. Soalnya, saudara kamu semuanya berusaha untuk carikan kamu pasangan, Anin. Papa cuman nggak mau kamu cari yang di bawah kamu. Sekufu jauh lebih baik, biar kamu sebagai wanita nggak ngerasa dibebani. Lalu soal pria, dia juga harus hargai kamu. Bima yang dulu, kita nggak tahu dia seperti apa. Tapi yang sekarang, Papa ingin tahu sejauh mana dia bisa bawa kamu pergi.”
Anin mengajak orangtuanya untuk pergi ke rumah Bima. Menyiapkan mobil dan juga dia ceritakan kalau Bima mengajaknya menikah.
Sampai di depan rumah pria itu. Orangtuanya diam. “Ini milik orangtua, Bima?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kado Untuk Cassandra
Jugendliteratur"Anak haram dan anak broken home kan nggak ada bedanya. Sama-sama nggak terdidik." Arsyila menertawakan Cassandra yang tidak pernah bertemu dengan ayahnya sedari bayi. Sementara nasib Saddam adalah anak brokenhome jadi sasaran empuk gadis itu untuk...