42. Mencari Cara Agar Kau Pulang

318 49 8
                                    

Melihat ibu dan ayahnya keluar, Garam menunduk sedih. Ia mengusap air matanya yang terasa perih, tak lama Hwa berteriak memanggilnya, ia pun memutuskan untuk ke kamar.

Di kamar Garam tersenyum sendu melihat kedua anaknya, Garam langsung memeluk mereka berdua sambil meneteskan air mata. Sekarang kedua anak ini adalah harapannya, ia harap mereka tak banyak memberontak mengingat Garam semakin lama semakin tua dan sudah sakit-sakitan.

San mengikutinya di belakang, ia memeluk punggung sang omega, alpha itu mengerti kesedihan omega tersebut.

"Aku akan menjemput Aram, kalau alasan dia seperti ini karena Aram aku harus segera menjemputnya," ucap Garam putus asa.

San segera menggelengkan kepalanya.

"Jangan," ucap San.

'itu akan semakin menyakiti perasaanmu, mengingat Aram juga berubah total dari sebelumnya.'

Ada yang harus San rahasiakan, tentang sifat Aram, tentang semua anak-anaknya yang melakukan pemberontakan. San merasa Garam tak akan kuat menanggapi sifat Aram, sifat sang anak yang sangat Garam sayangi.

"Kau istirahat saja sayang, kau pasti lelah," ucap San.

San pun melepas pelukannya.

****

Dan paginya konflik tak pernah berhenti, San mendengar suara piring, benda pecah bahkan barang-barang dirumah berjatuhan. San mendengar omeganya dan kedua anak besarnya ribut di ruang tamu. Mereka saling berteriak satu sama lain, mereka terdengar saling meledek dan Garam berteriak sambil menangis.

Hwa dan Han masih ada di kamar bersama San, mereka menutup telinganya. Kedua anak kecilnya meneteskan air mata mendengar ayahnya menangis dan dilawan oleh kedua anaknya.

"Kau itu omega!" teriak Garam marah. Ia menghalangi pintu rumahnya melarang Sun untuk pergi ke jauh apalagi menemui Aram.

"Jangan, kau seperti anak perawan, jangan kemana-mana," larang Garam memohon.

"Moon! Kau juga jangan pergi! Kau belum membaik!"  Moon akan keluar rumah, namun Garam terus menghalangi pintu. Garam menggelengkan kepalanya, tidak mau kedua anaknya pergi.

Sun mendorong Garam, ia membiarkan Moon pergi.

Garam segera menahan tangan Moon, omega itu menjatuhkan diri kemudian memeluk perut anaknya, memohon untuk tidak pergi.

"Lalu kalau kau kenapa-napa siapa yang akan bertanggungjawab? Aku! Ayah!" teriak Garam memohon sekali lagi.

"Moon ayah mohon jangan seperti ini ... ayah mohon ...," lirih Garam semakin sedih.

"Sun kau juga jangan pergi, kau ingin Aram kembalikan? Ayah akan menyuruhnya kembali ..., ayah janji," ucap Garam.

"Ayah pembohong! Kalau ayah bisa membuat Aram kembali kenapa sekarang Aram tidak pernah kembali!" sentak Sun kesal.

Garam gelisah melirik Sun yang akan pergi juga. "Jangan pergi."

"Setidaknya aku akan berusaha," ucap Sun. Ia hanya ingin Aram kembali dan membuat kakaknya seperti dulu lagi.

"Jangan! Ayah bilang jangan ya jangan, sekarang tidur ke tempat tidur!" Garam menunjuk kamar Sun.

"Menurut!" perintah Garam geram.

"Meneret!" Namun Sun malah melawan ia meledek Garam.

"Sun!"

"Sen!"

"Jangan ikuti aku, sekarang kau ke kamar, tidur, tunggu besok, jaga Moon kakakmu."

"Jengen ekete eke, sekereng keu ke kemer, teder, tengge besek, jege meen kekekme."

"Sun ke kamar, jangan seperti itu, itu disebut tidak sopan," ucap Garam semakin murka.

Sun semakin lancang. Kesabaran Garam mulai menipis, ia mengepalkan tangannya, ia sudah murka dengan sifat-sifat anaknya. Garam sudah tak bisa berpikir jernih.

Garam terus berusaha tenang.

"Ayah akan mencari cara agar Aram pulang ayah janji, biarkan ayah dan San yang memikirkan ini, ayah mohon ya jangan pergi, ayah janji, kalau Aram masih juga belum kembali kalian boleh bunuh ayah," ucap Garam suaranya melembut.

"Aku pegang kata-kata ayah," ucap Sun.

Garam mengangguk senang. Suasananya jadi lebih tenang, ia pun memeluk kedua anaknya dan menyuruh mereka beristirahat, alasan Garam tak bisa melepas Sun karena anak itu mulai matang, Garam tidak mau Sun heat di jalan dan jadi sasaran empuk alpha tua yang suka anak-anak remaja.

****

Garam merenungkan diri di dapur sambil memainkan pisau, otaknya sedang mencari cara agar Aram pulang sendiri tanpa harus repot-repot memohon ke istana, Garam memperhatikan pergelangan tangannya lalu mengarahkan pisaunya ke sana.

'kalau aku mati mungkin Aram akan peduli dan Sun akan senang melihat Aram pulang, aku akan menjadi orangtua yang berguna.'

Garam menyayat tangannya, ia langsung menyimpan pisau itu ke atas meja dan berlari menghampiri San dengan wajah pura-pura senangnya meski tidak bisa dibohongi kalau matanya sudah bengkak.

"San ...," panggil Garam.

"Iya apa sayang?" jawab San yang sedang menepuk-nepuk pelan punggung Hwa yang sedang tidur lagi.

"Kau bertemu Aramkan kemarin?" tanya Garam begitu saja sembari menyembunyikan sebelah tangannya yang terluka.

"Jadi kau tahu?" San mengerutkan keningnya.

"Kemarin aku mencium aroma tubuh Aram saat didekatmu," jawab Garam merasa bersalah karena tak jujur.

"San, bujuk Aram pulang ya? Aku sudah berjanji pada Sun."

"Aku tahu Aram pasti tidak mau diajak pulang begitu saja," ungkap Garam.

"Jadi ... bilang saja pada Aram kalau aku akan mati." Ide Garam.

"Sekarang ya ... ini terakhir kalinya aku memerintahmu alpha."

San menampakkan ketidaksukaannya setelah mendengar itu. Jadi maksudnya Garam menyuruhnya berbohong? San belum menyadari kalau wajah Garam perlahan memucat dan tetesan darah mengotori bajunya.

"Kau menyuruhku mengungkapkan kebohongan? Bagaimana kalau Aram marah?" balas San.

"Itu bukan kebohongan," jawab Garam. Setelah ia menjawab itu tubuhnya lemas, Garam jatuh, tubuhnya menghantam lantai, namun Garam berusaha bangkit lagi. Ia berdiri seolah baik-baik saja.

San terbelalak melihat kegilaan Garam, omega itu berdiri dihadapan San dan ia melihat darah terus menetes dari pergelangan tangannya.

Garam mengumamkan kata maaf berkali-kali sambil menutup matanya. Hanya ini yang bisa ia lakukan agar Aram kembali. Aram pasti akan pulang kalau mendengar berita kematiannya.

"Demi anak-anak," lirih Garam putus asa.

"Bagaimana bisa aku pergi sekarang! Sedangkan kondisimu begini? Kau tidak mementingkan perasaanku Garam! Aku tidak mau kehilanganmu," ucap San frustasi.

"Obati tanganmu dulu, kalau ceritanya begini lebih baik aku berbohong daripada harus melihatmu seperti ini!"

"Bertahan dulu, aku akan bilang pada Aram aku janji, tapi kau bertahan ya ...," lirih San bingung. Ia merobek bajunya, dengan tangan bergetar ia menahan pendarahan pergelangan tangan Garam.

San segera membawa Garam ke atas kasurnya dan omega itu hanya tersenyum melihat San sambil mengelus pipi sang alpha dengan tangan yang terluka. Garam menghapus air mata San yang hampir menetes, San sangat mengkhawatirkannya, Garam senang dengan itu.

"San ..."

"Tubuhku rasanya lemas, kalau tidur sebentar tidak apa-apa kan?"

"Sebentar, sebentar saja ..., nanti bangunkan aku kalau Aram sudah datang."

"San ... San ... rawat Hwa dan Han ya?"

"Kenapa kau bicara seolah-olah akan mati sekarang?" San mengecup punggung tangan Garam. Ia akan usahakan pendarahan omeganya berhenti.

Bersambung

[Femdom] Mencari Sang Alpha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang