“Yayaaah!”
Tubuh Kyra menegang saat Arzan berteriak dari arah ruang tamu. Kyra bergegas menuangkan opor ayam pada wadah yang sudah disediakan.
“Tante kasih tau kak Shaka kalo Kyra sama Arzan di sini?”
Bu Dina mengangguk. “Kamu kenapa, sih, Ra, menghindari Shaka terus? Meskipun kalian sudah berpisah, tapi kalian itu tetap saudara. Lagian Shaka juga sayang sama Arzan kok.”
Kyra membenarkan ucapan bu Dina. Setelah keduanya sepakat berpisah dua tahun yang lalu, Kyra memang sering menghindari Arshaka. Keduanya tidak sedekat dulu karena keesokan harinya Kyra langsung resign dan dua hari kemudian pergi ke luar kota, padahal dia belum punya tujuan akan melamar kerja di mana.
Kyra membatasi diri. Bahkan, akses komunikasinya dengan Arshaka pun dibatasi. Kyra hanya tidak mau hatinya salah paham dengan kedekatan yang tercipta secara tak sengaja. Kyra tidak mau berpikir terlalu dalam, dan menaruh harapan besar mengingat betapa seriusnya hubungan Arshaka dan Aleena.
Kyra tidak ingin salah mencintai orang lagi. Baginya, Arshaka hanya sebatas adik sepupu, kalaupun lebih, ya ... hubungan mereka tidak akan lebih dari sepasang mantan suami istri.
Beda cerita dengan Arzan, balita berbobot dua belas kilogram itu sering bermain dengan Arshaka karena lelaki itu begitu memanjakan putranya. Sikapnya yang hangat membuat Arzan terkesan lebih dekat dengan Arshaka dibandingkan bersama Kyra.
“Kyra cuma nggak mau bikin kak Aleena salah paham, Tan.”
“Halah, salah paham terus. Lagian si Aleena itu sudah dewasa tapi pikirannya masih kekanak-kanakan. Heran Tente.”
“Wajar, Tan, pikiran orang lain kan Kyra sama kak Shaka itu mantan suami istri. Kyra juga bakal berpikiran ke sana kalo ada orang lain yang hubungannya seperti kak Shaka dan Kyra.”
“Kamu bener juga. Oh, iya, malam ini kalian nginep di sini?”
“Nggak, Tan.”
“Ya, sudah, tapi kapan-kapan kamu harus nginep,” pinta bu Dina seraya berlalu menuju ruang tamu.
Usai bercerai dengan Arshaka, Kyra lebih memilih mengontrak rumah sederhana. Pak Gunawan dan bu Dina sering sekali memintanya tinggal di rumah kembali atau menyuruh tinggal di salah satu apartemen. Namun, Kyra menolak dengan alasan ingin hidup mandiri.
Semenjak menyandang status single parent, Kyra menyibukkan diri dengan bekerja. Kyra selalu menitipkan Arzan kepada bu Dina, lalu menjemputnya usai pulang bekerja, atau Arzan akan diantarkan oleh kakek neneknya.
“Masak opor?”
Kyra mendongak, lalu mengangguk pelan. Sejurus kemudian Kyra mencuci wajan dan spatula untuk mengalihkan gugup yang tiba-tiba melanda.
“Enak. Ternyata sekarang kamu banyak kemajuan,” komentar Arshaka sambil kembali mencicipi opor ayam buatan Kyra.
“Harus. Masa dua taun belajar nggak ada kemajuan.”
Arshaka bungkam. Arshaka jelas masih ingat masa-masa ketika dia selalu menolak makan bersama dengan Kyra. Padahal, saat itu Arshaka punya alasan yang pastinya belum siap untuk diungkapkan. Arshaka terlalu pengecut.
“Omong-omong kamu kurusan, Ra. Jangan terlalu diforsir, kesehatan kamu juga harus diperhatikan,” kata Arshaka lagi mencoba mencairkan suasana.
Semenjak tidak bersama, dia menangkap perubahan besar dalam diri Kyra. Bukan dari fisiknya saja, sosok yang dia kenal manja, cengeng, dan ceroboh itu kini menjadi pendiam, tetapi terkesan dewasa.
Bukan tidak senang dengan perubahan Kyra, tetapi Arshaka merasa rindu sosoknya yang dulu. Tak jarang Arshaka rindu masa lalunya bersama Kyra.
“Nggak usah ngeledek, Kak. Jelas-jelas sekarang aku gemuk banget,” jawab Kyra sambil menyimpan wajan, lalu dia menyentong nasi untuk Arzan sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah tanpa Cinta
General FictionKyra tidak pernah menyangka kalau dia akan menikah dengan lelaki yang bahkan tak pernah singgah dalam mimpi dan angannya. Bagi Kyra, nikah tanpa cinta itu bagai Kopi tanpa Gula, karena Pemanis itu sendiri sudah pergi tanpa pamit. Cowok yang menjanji...