“Ra, menurut kamu yang ini bagus nggak?”
Kyra menatap cincin permata merah dengan ukiran kelopak bunga di sekelilingnya. Terlihat cantik jika dipakai Aleena.
“Bagus, Kak.” Kyra menjawab sambil membetulkan posisi Arzan yang sedang terlelap dalam gendongannya. “Tapi menurutku bagusan yang mata satu itu, Kak.”
“Itu terlalu simpel.” Pandangan Aleena kembali menyapu perhiasan-perhiasan di dalam etalase. “Kalo yang ini?”
Kyra melihat cincin lain di tangan Aleena. Kali ini, Aleena memperlihatkan cincin bermata satu dengan tiga ukiran love berwarna silver. Kombinasi dua warna itu terlihat indah. Namun, Kyra lebih suka cincin bermata satu, terlihat simpel, tetapi mewah, dan terkesan lebih sakral.
“Bagus, Kak. Menurutku bagusan yang ini.”
“Tuh, kan, Honey! Kata Kyra juga bagus. Respon kamu terserah-terserah terus,” keluh Aleena dengan nada manja.
Kyra mendadak gerah mendengar panggilan Aleena untuk Arshaka yang baru didengarnya. Semenjak memergoki Aleena dan Arshaka bertengkar di halaman rumah, Kyra merasa perlakuan Aleena kian menjadi. Menjadi lebai, menjadi lebih manja, dan menjadi lebih menyebalkan.
“Mbak, saya mau yang itu satu.”
“Ih, sebentar, Ar.”
“Mau yang mana lagi, Leena?”
Arshaka dongkol bukan main. Arshaka kasihan melihat Kyra yang menggendong Arzan sedari tadi. Dia ingin membantu Kyra dengan menggendong Arzan. Namun, Arshaka tidak mau Aleena salah paham lagi.
Kasihan bocah tampan itu. Setelah dimarahi Kyra karena pakaiannya kotor terkena lelehan es krim, Arzan terjatuh, lalu menangis histeris. Lelah menangis, Arzan pun terlelap dalam gendongan Kyra.
Di sisi lain, hampir setengah jam waktunya terbuang di toko mas. Sudah ada sebelas cincin yang Aleena coba dan sampai detik ini masih dijadikan bahan pertimbangan juga. Arshaka bosan karena tidak pernah berkunjung ke tempat ramai seperti itu.
Pertunangan antara Arshaka dan Aleena memang waktunya tidak sesuai dengan yang direncanakan. Arshaka bahkan hampir membatalkan niat baiknya andai tak ada ancaman dari Aleena. Padahal Aleena yang meminta mengakhiri hubungan, tapi dia sendiri yang berlagak menjadi korban.
“Tuh, kan, kamu begitu.”
“Ya, aku harus gimana, Leena? Kamu suka cincin itu, kan?”
“Suka. Tapi aku pengen liat model lain.”
Merasa percakapan Aleena dan Arshaka kian memanas, Kyra berpamitan menunggu di mobil dengan alasan pegal. Kyra tidak mau namanya atau nama Arzan diseret-seret dalam pertengkaran Arshaka dan Aleena.
“Kamu pilih saja. Aku mau beli minum dulu.”
“Arshaka!” teriak Aleena ketika Arshaka baru mengayunkan kaki tiga langkah.
“Apa lagi? Jangan bikin keributan, Leena.”
“Kamu ngehargain aku nggak, sih, Ar?”
Amarah Aleena rasanya begitu membuncah. Arshakanya telah berubah. Arshaka tidak perhatian seperti di awal-awal mereka menjalin hubungan.
Aleena sadar kalau mereka tidak pernah jalan atau berpacaran seperti kebanyakan pasangan di luar sana. Aleena merasa jenuh dengan gaya berpacaran Arshaka. Apalagi semenjak menikah dengan Kyra, bahkan sampai Arzan sebesar itu pun, Aleena tidak bisa memiliki semua waktu Arshaka.
“Ngehargain apa, Leena?”
Tanpa kata, Aleena pergi meninggalkan Arshaka. Aleena tidak memilih atau sekadar memberitahu cincin yang diinginkannya kepada Arshaka. Rasa kesalnya sudah di ubun-ubun. Bahkan, amarah Aleena hampir meledak karena Arshaka tidak menahan kepergiannya.
“Loh, Kak Aleena mana, Kak?” tanya Arshaka setelah duduk di kursi kemudi. Kali ini, Arzan sudah mengenakan kaus santai yang dibelikan Aleena.
“Pulang.”
“Maksudnya?”
“Dia pulang pake taksi.”
Sikap kekanak-kanakan Aleena sering kali membuat Kyra dirundung rasa bersalah. Langkah apa pun yang akan diambilnya pasti selalu salah.
“Kak Shaka sama Kak Aleena berantem gara-gara aku sama Arzan?”
Arshaka menggeleng sambil menyalakan mesin mobilnya. “Entah. Kadang Kakak cape ngadepin sikap dia, Ra.”
***
Kyra mematut penampilannya di cermin. Kyra tampil anggun dengan abaya hitam berbordir emas. Sapuan make up tipis membuat wajahnya terlihat lebih cantik. Ini adalah kali pertamanya mengenakan gamis dan jilbab setelah dia dinyatakan lulus sebagai siswa.
Di belakangnya, Arzan sudah mengenakan kemeja putih seperti kemeja Azriel dan pak Gunawan. Wajah balita duplikat Ardhan itu terlihat tampan dan menggemaskan.
“Kak Kyra, kata bunda buruan. Jangan lama-lama!” teriak Azriel dari luar kamar.
“Kak Kyra!” teriak Azriel lagi karena kakak sepupunya tidak menjawab.
“Iya! Kak Kyra udah selesai, kok.”
Kyra menyambar tas selempangnya yang berwarna hitam. Lalu, Kyra menggendong Arzan yang sedang asyik memainkan mainan Azriel di ranjang. Kyra tidak peduli dengan kamar semasa gadisnya yang berantakan oleh bermacam-macam mainan. Sepulangnya dari acara pertunangan Arshaka dan Aleena, Kyra akan merapikannya.
Sekeluarnya dari kamar, sosok yang pertama Kyra lihat adakah Arshaka. Mantan suaminya itu membeku di tempat dengan tatapan tertuju padanya. Pergerakan tangan yang sedang memasangkan arloji pada pergeralangan tangannya pun terhenti.
Seketika, Kyra merasa ada yang aneh dengan riasan di wajahnya. Masalahnya, om dan tentenya pun sama-sama menatap dalam diam. Satu per satu pertanyaan muncul di kepalanya. Apakah lipstiknya terlalu terang, make up terlalu tebal, atau ....
“Kyra kayak mau ngelayat ya?” tanya Kyra setelah sadar dengan tas, abaya, jilbab, dan sepatu yang dikenakannya berwarna senada.
“Arzan main sama oma dulu, ya. Mama mau ganti baju.”
“Nggak, Ra. Kamu cantik banget. Om sampe pangling.”
“Pangling?”
Kyra tersenyum, lalu menuntun Arzan menuju ruang tamu. Kyra berjalan melewati Arshaka yang sedang melingkarkan jam tangan. Lalu, Kyra berdiri di samping bu Dina sambil merangkul tubuhnya.
“Kalo sama tante cantikan siapa, Om?”
Bu Dina dan Kyra tertawa melihat mimik pak Gunawan.
“Ya, itu beda cerita.”
“Kak Kyra buruan!” teriak Azriel dari halaman rumah.
“Iya!”
“Kak Kyra!”
“Iya! Bentar lagi, Ziel!” jawab Kyra balas berteriak.
“Hus! Kamu ini. Sebelas dua belas sama Azriel,” tegur bu Dina yang dijawab tawa kecil oleh Kyra.
“Ya abisnya Azriel teriak-teriak terus. Udah kayak di kebun binatang aja.”
Kyra, bu Dina, dan Arzan pun berlalu disusul pak Gunawan. Di ruang tamu, tinggalah Arshaka yang sedang bingung dengan sikap Kyra. Mengapa ketika sedang bersama anggota keluarga yang lain sikap Kyra tidak sedingin saat sedang bersamanya?
“Kak Shaka, buruan! Azriel tinggal, nih!”
Arshaka tersentak mendengar suara cempreng Azriel. Mana ada tokoh utama ditinggalkan begitu saja. Kepalanya menggeleng perlahan karena baru saja memikirkan sikap seseorang yang seharusnya tidak terpikirkan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah tanpa Cinta
General FictionKyra tidak pernah menyangka kalau dia akan menikah dengan lelaki yang bahkan tak pernah singgah dalam mimpi dan angannya. Bagi Kyra, nikah tanpa cinta itu bagai Kopi tanpa Gula, karena Pemanis itu sendiri sudah pergi tanpa pamit. Cowok yang menjanji...