Di lain tempat, Aleena sedang mengepalkan kedua telapak tangannya. Bagaimana tidak marah, sedari kemarin Arshaka seolah-olah menghindarinya. Dari semalam pesannya tidak terkirim dan nomor selulernya tidak aktif sampai sekarang.
“Bagaimana?” tanya Aleena pada salah satu karyawan di restoran Arshaka.
“Maaf, Bu, pak Arshaka tidak ada di ruangannya.”
Masih ada waktu. Aleena membetulkan letak strap tas selempangnya. Dia akan mencari Arshaka sekadar memastikan keadaannya. Setidaknya, Aleena masih punya waktu beberapa jam ke depan.
***
“Loh, Shaka nggak masuk kerja, Leen?”
“Nggak, Tante. Makanya saya nyari ke sini. Soalnya nomor HP Arshaka nggak aktif.”
“Kamu sudah cek ke apartemennya?”
Aleena mengangguk. “Udah aku cek, Tan. Aku udah tekan bel beberapa kali tetep aja nggak ada sahutan dari dalam.”
Bu Dina terpaku. Selama mengenal Arshaka, dia tidak pernah neko-neko. Arshaka selalu konsisten dan bertanggung jawab. Kalaupun sakit, Arshaka pasti akan menitip pesan, tidak sembrono seperti sekarang.
“Nanti Tante coba cari dia.”
“Apa Arshaka di tempat Kyra, Tan?”
***
“Oh, ternyata begini, ya. Aku khawatirin kamu tapi kamu malah pacaran sama mamanya dia.”
Tawa Arshaka terhenti. Dia menangkap Arzan dan menggendongnya di punggung.
“Leena, kamu kenapa? Datang-datang malah bicara yang bukan-bukan.”
Aleena menghampiri Arshaka dan menatap tak suka kepada Arzan. “Aku bener kan? Kenapa chat-ku nggak kamu bales, Ar? Ponsel kamu juga mati.”
“Kehabisan daya, Leena. Ponselku lagi di-charger.”
“Alesan.”
Arsahaka menurunkan Arzan, lalu mengusap kepalanya penuh sayang. “Arzan ke mama dulu, ya. Ayah mau ngobrol sama tante Leena dulu.”
“Oke. Dadah, Yayah!” seru Arzan riang.
Aleena mendengkus mendengar ucapan Arshaka. Lagi dan lagi panggilan menyebalkan itu yang harus dia dengar. Sepertinya, Arshaka tidak akan pernah menggubris permintaannya.
Setelah Arzan masuk rumah, Arshaka mengajak Aleena untuk mengobrol di taman kecil Arzan yang terletak di halaman rumah.
“Ar, hubungan kita udah nggak sehat,” ucap Aleena sambil menatap mobil remot Arzan yang tergeletak di dekat pot bunga.
“Maksud kamu?”
“Aku nggak bisa lanjut, Ar.”
Arshaka terdiam. Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Mengapa tidak ada denyut sakit atau rasa takut dalam hatinya seperti dahulu?
“Kamu berubah, Ar. Awalnya aku anggap wajar, tapi makin ke sini feeling-ku makin kuat. Aku ngerasa kalo aku bukan siapa-siapa di hati kamu. Aku ngerasa kalo kebahagiaan kamu nggak didapat dari aku lagi.”
Aleena tersenyum miris karena Arshaka masih bungkam. Bisa-bisanya dia merasa sakit hati atas respon Arshaka. Lelaki yang bahkan tak pernah menarik perhatian Aleena ketika duduk di bangku SMA itu kini sudah merajai hatinya.
Tanpa disadari keduanya, Kyra berdiri di ambang pintu dengan jamuan ringan dalam bagi. Arzan memberitahunya kalau ada Aleena di luar. Walaupun belum fasih bicara, tapi kosakata Arzan mudah dimengerti bagi Kyra.
“Asal kamu tau, Ar, buka hati buat kamu itu nggak butuh waktu lama. Kamu mudah untuk dicintai siapa pun. Aku yakin karena aku termasuk salah satunya. Aku selalu nungguin niat baik kamu. Aku nyoba sabar semenjak tau kalo ternyata kamu nolongin Kyra dengan menikahinya. Dua taun kemudian, aku masih nyoba enjoy, Ar. Tapi ternyata aku salah dan lupa kalau hati seseorang bisa berubah kapan pun, kan?”
“Maaf, Leen.”
“Maaf?” beo Aleena seraya tersenyum miris. “Kamu minta maaf karna feeling aku tentang kamu yang nggak punya perasaan ke aku itu bener, Ar?”
“Kak, jangan asal nyimpulin,” sahut Kyra sambil menghampiri Arshaka dan Aleena.
“Kalau kesimpulanku salah, kenapa perhatian Arshaka melimpah di awal hubungan aja? Kenapa Arshaka lebih memprioritaskan anak angkat dan mantan istrinya saja? Kenapa? Kamu bisa jawab?”
Kyra tak bisa menjawab. Dia syok dengan kesimpulan Aleena. Arshaka tidak seperhatian itu menurut Kyra. Namun, ternyata tanggapan dan cara pandang orang lain berbeda.
“Kak, percaya sama aku kalo Kak Shaka itu sayang dan cinta sama Kakak. Dia sering nyeritain segimana hebatnya Kakak,” dusta Kyra. Pada kenyataannya, Arshaka hanya membahas Aleena sekali, itu pun di awal-awal pernikahan mereka dulu.
“Kak Shaka, ngomong sama kak Aleena kalo Kakak sayang sama dia. Jangan sampe kak Aleena salah paham.”
Melihat Arshaka diam, Aleena semakin kepanasan. “Sudahlah. Berhenti berpura-pura. Aku capek. Aku bukan remaja labil yang berakal pendek. Aku bukan remaja labil yang akan mengejar satu cara menuju bahagia, tapi buta dengan cara yang lainnya.”
Kyra terpaku karena ucapan Aleena cukup menohok hatinya. Dia segera meletakan minuman dan makanan di meja kecil tempat di mana Arzan makan sore.
“Kenapa kalian diam?”
Aleena sempat melihat rahang Arshaka mengeras. Namun, dia tidak peduli. Aleena sudah lelah menanti dan Arshaka malah mengecewakannya.
“Aku pulang,” kata Aleena tanpa menatap Arshaka.
“Kak Shaka, jangan biarin kak Aleena salah paham.” Kyra menggoyangkan lengan Arshaka. Namun, Arshaka malah membuang wajah.
Kyra bingung dengan situasi yang sedang dihadapi. Ketika Aleena hendak sampai pagar, Kyra pun teringat sesuatu.
Ayunan langkah Aleena terhenti. Pandangan cemas Kyra dan tatapan bingung Arshaka pun tertuju kepada Aleena.
“Arshaka, kamu beneran nggak nahan aku buat nggak pergi? Atau paling nggak kamu ikut aku pergi!” sentak Aleena setelah membalikan badan.
Kyra gelagapan. Dia juga bingung kenapa Arshaka bersikap demikian.
“Berarti bener dugaanku kalau di antara kalian itu ada skandal.”
“Nggak ada skandal atau apa pun, Kak.”
Gawat! Ada tetangga rumah Kyra yang lewat saat Aleena mengatakannya. Kyra memijat pelipisnya saat Aleena kembali menjauh. Kyra melirik kesal pada Arshaka, lalu menatap punggung Aleena yang sudah di luar pagar sedang menunggu taksi online.
“Kak Aleena, percaya sama kak Shaka. Minggu besok, kak Shaka, om, dan tante bakal ke rumah Kakak buat ngelamar Kak Aleena.”
Langkah kaki Aleena terhenti. Aleena cukup kaget mendengarnya. Perlahan, kedua sudut bibirnya terangkat. Aleena pun berbalik dan mendapati Kyra sedang mengangguk sambil tersenyum tipis.
Di belakangnya, Arshaka lekas berlalu menghampiri Arzan. Dia merasa gerah sendiri dan ingin segera pulang. Setidaknya, Arshaka ingin menyendiri untuk menenangkan hati dan pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah tanpa Cinta
General FictionKyra tidak pernah menyangka kalau dia akan menikah dengan lelaki yang bahkan tak pernah singgah dalam mimpi dan angannya. Bagi Kyra, nikah tanpa cinta itu bagai Kopi tanpa Gula, karena Pemanis itu sendiri sudah pergi tanpa pamit. Cowok yang menjanji...