Bab 21

169 6 0
                                    

“Ada apa sih, ribut-ribut?”

Kyra menatap sekeliling setelah lari tergopog-gopoh dari kamar ke halaman depan. Baru dua hari dia tinggal di rumah tantenya lagi, kepala Kyra serasa dijejali bom atom yang sebentar lagi siap meledak.

Kyra masih mencari seseorang yang katanya mau menemani Arzan dan Azriel main. Tak disangka, Arshaka tidak berada bersama kedua bocah itu. Pantas saja pertengkaran hebat terjadi di halaman rumah.

“Arzan rebut kelereng Azriel, Kak Kyra,” adu Azriel.

“Ma, yeyeng om, Ma. Yeyeng,” rengek Arzan sambil menarik jari Kyra. (Ma, kelereng om, Ma. Kelereng.)

“Azriel, Kak Kyra kan sering bilang, jangan main kelereng kalau lagi main sama Arzan. Bunda juga sering ingetin kan, takutnya dimakan. Arzan belum ngerti apa-apa.”

“Ih, Arzannya aja yang susah dibilangin,” sahut Azriel sambil kembali bermain.

“Azriel, simpen kelerengnya, atau main jauh-jauh dari Arzan kalo nggak mau Kak Kyra buang kelerengnya,” ancam Kyra dan Azriel pun menurut dengan terbirit-birit menuju halaman belakang.

“Arzan jangan nangis, ya, Sayang. Nanti kita beli es krim.”

Kyra menggendong Arzan. Namun, Arzan malah berontak dan tangisnya semakin menjadi. Tangannya juga berusaha memukul apa pun agar bisa terlepas dari gendongan Kyra, lalu berlari menyusul Azriel.

Kesabaran Kyra yang menipis membuatnya kalap mencubit hidung Arzan, lalu memukul pelan pantat Arzan. Walaupun pelan, tapi jika dipandang orang lain tetap saja terlihat seperti perilaku tak terpuji.

“Kyra, jadi begini cara kamu memperlakukan Arzan saat sedang mengamuk,” tegur Arshaka dengan rahang mengeras.

“Iya, kenapa? Masalah?” Kyra balik bertanya. Jika boleh meminta, dia tidak mau ada yang ikut campur untuk saat ini, setidaknya sampai situasi dan kondisi memanas itu mereda.

“Dengan kamu marah-marah dan main fisik begitu, Arzan malah semakin berontak, tidak betah sama kamu, bahkan Arzan bisa menjadi anak pembangkang nantinya.”

“Sok tau,” jawab Kyra dengan ketus, lalu melirik gadis di samping Arshaka.

Oh, bagus! Anak-anak ditelantarkan dan mereka malah asyik pacaran!

“Kamu ....” Arshaka menggantung ucapannya saat tangannya ditarik Aleena, pertanda bahwa dia tidak boleh ikut campur terlalu dalam.

“Hai, Ra, apa kabar?”

Untuk pertama kalinya, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Aleena mengulurkan tangannya. Dia ingin berdamai dengan masa lalu dan menjabat tangan calon kakak sepupunya.

“Ada apa ini? Rebutan lagi sama Azriel?” tanya bu Dina ketika Kyra hendak menjawab pertanyaan Aleena.

Kyra mengangguk, lalu menatap Arzan yang masih berusaha melepaskan diri. “Eh, kita main mobil-mobilan, yuk. Mama punya mobil-mobilan baru warna oren dan warna biru.”

“Kalau kamu mau Arzan tidak ketergantungan pada mainan, jangan terlalu sering mengalihkan perhatiannya pada mainan yang lain.”

“Tau apa Kakak soal Arzan?”

Sentakan Kyra membuat Aleena menarik tangannya yang terulur tanpa sambutan. Di hadapannya, bu Dina dan pak Gunawan saling tatap. Pertengkaran sengit antara sepasang mantan suami istri itu sudah beberapa kali mereka lihat dan itu pun dalam waktu dua hari. Hebat sekali, mereka seolah-olah tidak kehabisan kata untuk beradu argumen. Hasil pemenangnya selalu orang yang sama. Namun, pertanyaan Kyra kali ini sukses membungkam Arshaka.

“Arzan biar aku yang gendong,” pinta Arshaka.

“Nggak usah repot-repot.”

Kyra membetulkan gendongan Arzan yang merosot. Setengah mampus dia menahan diri untuk tidak marah-marah. Arzan yang sulit ditenangkan ditambah terus meronta-ronta membuat energi positifnya hampir terkuras.

“Ra, kamu tidak kasihan lihat Arzan mengamuk sedari tadi?”

Kyra menghela napas dalam, lalu mengembuskannya dengan kasar. Dia menatap tajam netra berkaca Arzan agar amukannya segera berhenti. Namun, bagaikan mendapat bala bantuan Arshaka, Arzan malah kian berulah, dengan menarik hijab Kyra.

Arshaka gegas menggendong paksa Arzan dan menenangkannya. Orang rumah selalu dibuat takjub karena seperti apa pun cara Arshaka merayu Arzan agar berhenti menangis, bocah itu pasti langsung menurut.

“Yah, Yayaaah, mama ayak,”adu Arzan sambil sesenggukan. (Yah, Ayah, mama galak.)

Di sampingnya, Kyra tak bisa berbuat banyak. Untuk menenangkan diri dari emosi, Kyra memilih melenggang masuk rumah, dan akan berkemas untuk segera pulang.

Setelah diam, Arshaka mengantarkan Arzan kepada bu Dina agar ditidurkan di dalam. Dia akan mengantar Aleena pulang. Pacarnya itu pasti sedang kesal karena sedari tadi wajahnya tidak bersahabat.

“Ar, kamu bisa ngajarin Arzan buat ngubah panggilannya ke kamu, kan?” tanya Aleena setelah Arshaka kembali.

Aleena kesal bukan kepalang. Sedari tiba di kediaman bu Dina, perhatian Arshaka terus tercurah untuk Arzan. Selalu seperti itu dan Aleena tak suka. Dia memang baru bertemu Kyra, tetapi entah sudah berapa kali Aleena bertemu dengan Arzan.

Aleena juga tak suka karena Arzan memanggil calon tunangannya dengan panggilan ayah terus. Baginya, Arshaka dan Kyra sudah cerai, bahkan tidak ada hubungan darah di antara mereka, jadi sudah seharusnya Arshaka menuruti mau Aleena.

“Leena, please jangan mulai.”

“Mulai apa, Ar? Apa kamu nggak bisa ngajarin Arzan buat ngubah panggilan ayah jadi om? Kamu bukan ayahnya, Ar.”

“Aku udah sering kasih kamu jawaban, Leena. Dan jawaban kali ini pun masih sama.”

“Ya, jawabannya masih sama karna kamu egois. Kamu nggak ngertiin perasaan aku.”

“Leena, pengertian apa yang kamu maksud? Please, aku capek tiap hari kita ributin hal yang nggak seharusnya dipermasalahin.”

“Kamu mau tau gimana perasaan aku sama kamu, Ar? Aku berasa lagi pacaran sama duda anak satu. Aku kayak berjuang sendirian sementara masa lalu kamu sama Kyra kayak belum selesai.”

Pembicaraan mereka terhenti ketika dering ponsel terdengar. Arshaka dan Aleena membalikan badan. Saat itu juga, sepasang kekasih itu melihat Kyra yang sudah berdiri di ambang pintu dengan Arzan dalam gendongan. Balita itu kini sudah terlelap karena kelelahan.

Arshaka menyadari tatapan tajam Aleena dan tatapan dingin Kyra. Arshaka memijat pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut karena permintaan sepele Aleena.

“Kak Aleena tenang aja, aku bakal terus berusaha supaya Arzan manggil Kak Shaka dengan panggilan om. Nanti aku juga bakal bicara ke om dan tante supaya mereka paham tanpa harus membawa-bawa nama kakak dengan alasan nggak suka.”

“Bukan nggak suka, Kyra, tapi kamu harus bisa ngertiin perasaan aku.”

“Aku ngerti, Kak. Bahkan ngerti banget. Kakak mungkin kesel banget sama aku karna udah libatin Kak Shaka. Sekali lagi aku minta maaf, Kak. Aku nggak ada niatan buat rebut Kak Shaka dari Kak Aleena.”

“Kyra, tunggu!”

Kyra, Arshaka, dan Aleena terdiam kala bu Dina mendekat.

“Nanti sering-sering main ke sini, ya. Oma sayang banget sama Arzan,” bisik bu Dina sambil menciumi Arzan dan mengusap sayang kelalanya.

“Tante, aku pamit pulang, ya. Ada kerjaan yang belum aku selesaiin,” pamit Aleena sambil memaksakan senyum.

“Loh, kok ... ya, sudah, hati-hati aja.” Bu Dina menatap tiga muda-mudi di sekelilingnya. “Kalau begitu Kyra bareng sama kalian aja?”

“Nggak usah, Tan. Kyra udah pesen ojek online, kok. Nah, itu dateng.”

Setelah mengucapkannya, Kyra kembali berpamitan. Kyra menggendong Arzan dan meninggalkan halaman rumah bu Dina. Arshaka dan Aleena pun menyusul Kyra pulang dengan kendaraan berbeda.

***

Semoga kalian suka. 😍

Nikah tanpa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang