15. Trigger

29 5 0
                                    

"Kenapa lo bawa kita ke sini, sih!" keluh Lauren. "Argrhh!" Cewek itu mengacak rambutnya frustasi. "Sumpah, kayaknya gue bakal mati." gumam cewek itu.

"Emm... Gue minta maaf. Gue nggak nyadar kenapa bisa ada di sini," ucap Mevia pada Lauren. Ia memang asal berlari tanpa tahu ke arah mana ia menuju.

"Gue nggak masalah ngelawan belasan orang asalkan mereka kroco-kroco. Tapi kalau orang-orang itu dari SMA Alphard O'Hanan, belum gerak aja, udah pasti nyawa gue bakal melayang." Membayangkan hal itu membuat Lauren bergidik ngeri.

Mevia menyatukan alisnya. Dia masih tidak paham dengan situasi sekarang. Tempat ini tidak begitu seram. Mungkin memang banyak coretan grafiti di tembok-tembok serta segelintir rumah kosong membuat hawanya sedikit berbeda. Namun beberapa juga ada rumah yang berpenghuni namun terlihat sepi dari luar. Apa yang mereka takutkan? Mengapa mereka terlihat khawatir? Tidak mungkin mereka mati hanya karena berada di sini, kan?

"Emang di sini ada apaan, sih sampe kalian sewaspada itu?" ucap Mevia. "Lo bilang apa tadi? SMA A—" Mevia merasa kesulitan mengejanya. "Alphard? Kok mirip nama mobil?" Aneh rasanya menyebutkan nama itu. Sama seperti SMA Vellfire Neara. Entah mengapa jaman sekarang orang suka menamai sesuatu dengan bahasa asing. Hanya untuk sekadar gaya-gayaan atau apa ia juga tidak paham.

Lauren memegang tempat jantungnya berada yang kini memompa darah sedikit lebih cepat dari biasanya; Misalnya perkelahian tadi. "Tenang Lauren, tenang. Jangan panik, oke?" Dia berkata pada dirinya sendiri.

"Kita nggak seharusnya ada di sini." balas Andreas. "Lo bisa sebut SMA A.H." Andreas mendongak menatap salah satu bendera yang terpasang di pagar salah satu rumah kosong. Bendera warna putih dengan logo ular cobra itu adalah yang paling menarik perhatian.

"Iya, tapi kenapa? Apa ada sesuatu yang membahayakan?" tanya Mevia.

"Lebih dari yang lo kira," balas Andreas. "Kita harus cepet-cepet pergi dari sini. Lo inget jalannya?" tanyanya balik. Terdengar terburu-buru.

Lauren menggigit bawah bibirnya. Lantas cewek itu beralih menggigit ujung kukunya. Sial. Dia merasa ngeri dan merinding lama-lama berada di sini. Dia lantas memegang bahu Mevia dan Andreas bersamaan. Secara spontan melakukan itu. Firasatnya memberitahu sesuatu. Ia menarik mereka berdua ke sudut dibalik tembok. Mencari tempat aman  untuk bersembunyi.

Mevia memasang wajah seolah berkata, "kenapa?" Namun Lauren melotot tajam padanya dan menaruh telunjuk tangan di depan bibir. Menyuruhnya untuk diam.

Beberapa detik mereka terdiam dan terpaku. Mevia menurut sebab ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka sekarang bersembunyi dari sesuatu yang membahayakan. Masalahnya sesuatu itu apa?

Samar-samar terdengar suara obrolan manusia. Dari balik tembok yang sedikit retak dan berlubang, Mevia dapat melihat apa yang ada di ujung jalan sana. Seseorang atau mungkin beberapa orang akan lewat di jalan ini.

"Yang bener aja, lo!!" ucap seseorang entah apa maksudnya. Jelas mereka membahas sesuatu yang hanya lawan bicaranya yang tahu.

"BHAHAHAHA!! NGAKAK!" Seorang cowok dengan kemeja kotak-kotak warna biru laut meloncat kegirangan sambil tertawa membahana.

Lauren membulatkan kedua matanya. Itu Agra!!

Cewek itu membekap mulutnya sendiri sambil harap-harap cemas. Ia komat-kamit dalam hati berharap tidak ada pergerakan sedikit saja di antara mereka bertiga. Semoga mereka bertiga selamat. Mengapa Lauren berharap seperti itu? Insting dan kewaspadaan mereka sangat tinggi sehingga sedikit saja ada sesuatu yang mencurigakan mereka pasti akan langsung mengetahuinya. Lolos tanpa diketahui keberadaannya itu sangat kecil kemungkinannya.

LOS(V)ER: You Live SucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang