41. Eden Hall

23 4 1
                                    

"Manusia dapat berubah karena dipicu oleh dua keadaan; pertama, ketika kesadarannya meningkat. Kedua, ketika hatinya hancur." — Albert Einstein.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

41. Eden Hall

September, Pukul 18:34 WIB, Eden Hall - Jakarta

"Lo bisa nggak sih, jangan ngelakuin hal sembarangan kayak gitu, dasar bodoh! Lo nggak nyadar kita ini perkumpulan geng apa! Jangan masukin orang luar sembarangan." Seorang cowok memelintir leher temannya. Dia meringis menahan sakit sambil meronta.

"Kita tunggu di sini." ujar cowok lain. Ia bersandar di pilar dekat jendela sebuah kafe bernama Stardust. Banyak orang berlalu lalang di sekitar mereka. Sesekali beberapa perempuan menoleh kearah mereka bertiga dengan ekspresi penuh kekaguman. Melihat betapa indahnya ciptaan Tuhan di hadapan mereka.

"Lo cerewet banget, sih dari tadi El!" Kilah cowok tersebut. Dia menoleh pada temannya yang bersandar di sana dan berkata, "Zidane, apa lo setuju dengan keputusan gue bawa orang baru di geng kita?"

"Jangan memutuskan sesuatu seenaknya, Theo. Gue setuju bukan berarti gue mau. Lagian gue cuma mau memutuskan tentang apa yang lo bilang itu bener atau nggak." balas Zidane. Ia bersendekap dada dengan cuek.

"Harusnya lo nggak dengerin apa yang orang tolol ini bilang! Gue balik." Cowok yang tadi dipanggil Theo segera mengalungkan tangannya ke lehernya. "Tunggu sebentar lagi, Elbian. Lo harus lihat dulu orangnya, baru lo memutuskan. Okey?" Dia tersenyum miring padanya.

Dari arah lain, Zidane melihat sosok dua orang yang lamat-lamat menghampiri mereka. Ia menaikkan sebelah. Apa-apaan itu?

"Lo bisa nggak sih, jangan bertingkah kayak gini?!" Elbian meronta berusaha melepaskan tangan milik Theo yang menggantung dilehernya. "Jangan berisik, El. Ini udah malem." balasnya dengan nada menyebalkan. Dia menyadari kedatangan mereka. Wajahnya berubah cerah. "Kalian dateng juga," sapanya.

"Whahh!! Apa-apaan ini, ha? Ternyata mereka masih bocah? Mereka anak di bawah umur sialan! Dan sejak kapan ada dua orang yang lo undang?!" Elbian menggerang dengan ekspresi kesal.

Mereka bertiga memang menunggu seseorang yang sudah dijanjikan untuk di datang ke suatu tempat yang hanya mereka bertiga ketahui. Seseorang itu adalah sosok tidak diketahui yang secara tidak sengaja bertemu dengan Theo. Theo akhirnya merencanakan pertemuan itu. Ada sesuatu yang menarik dari diri orang tersebut yang ingin ia ketahui. Ia tidak menyangka bahwa dia tidak sendirian.

Theo menghampirinya. "Ngapain lo bawa cewek? Dia siapa? Pacar lo?" Tudingnya langsung.

Seorang anak perempuan yang bersama dengannya meringkuk memegang tangan lelaki yang lebih tinggi darinya. Ia bersembunyi dibalik tubuhnya. Sesekali mengintip mereka bertiga.

"Nama gue Maringga. Dan perempuan ini namanya Neara. Dia adik gue." balas Maringga dengan datar.

Theo tersenyum miring atas ucapannya. "Jadi, gitu." Dia menoleh ke arah perempuan itu dengan senyuman licik yang tersembunyi.

Maringga mendorong kecil adiknya ke depan agar tidak terus bersembunyi di belakangnya.

"Neara, mereka temen-temen kakak." ucap Maringga.

"Hallo, adik manis... Kenalin gue Theodoric. Panggil aja kak Theo." ucap Theodoric dengan nada manis yang di buat-buat. Hal tersebut membuat Elbian terbatuk sambil membuat wajah ingin muntah.

Neara tersenyum kecil menanggapinya.

"Woehh!!" Elbian berteriak. "Lo tahu nggak kita itu siapa?! Kenapa dua bocil kayak kalian harus ikut kita!"

LOS(V)ER: You Live SucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang