Laurette sedang meratapi nasibnya di sebuah kamar megah khusus yang diberikan Julian padanya. Dia menautkan alisnya tajam sembari menautkan kedua tangannya di depan wajah. Setelah mengikuti Julian ke kediamannya dan berharap dipulangkan ke asrama, Laurette malah menghadapi bahaya dari sasaran monster lagi. Entah dia tidak tahu siapa saja yang menginginkan nyawanya ini. Mungkin itu Rasagar, Orion, seperti kata Morelia ataupun entahlah dia tidak tahu. Dan sialnya, hal itu membuat Julian semakin bersikap aneh dan berlebihan dengan menempatkannya di kamar dari kemarin malam. Laurette merasa Julian bersikap sangat posesif padanya. Dan dia benci laki-laki yang bersikap seenaknya seperti ini.
Laurette mendesah malas dan merobohkan tubuhnya ke tempat tidur. Kemudian dia bergerak-gerak seperti cacing kepanasan dan merengek. Dia benar-benar muak jika terus berada di dalam kamar seperti ini. Dia harus segera bertemu Blair dan bertanya pada jurnalis palsu itu tentang Valkaz dan sebagainya. Dia tidak ingin terjebak bersama laki-laki gila di sini.
Ternyata benar yang dikatakan neneknya, lelaki itu memang berbahaya. Laurette jadi menyesali semua keputusannya yang menganggap ini semua sebagai keberuntungan. Beruntung apanya, ini sih sial dari yang paling sial!
"Julian! Keluarkan aku dari sini! Aku akan membencimu jika kau tidak menge—"
"Laurette." Mendadak mulut Laurette membisu saat Julian muncul dengan cepat di depannya. "Jangan berkata seperti itu."
Laurette memundurkan langkahnya saat Julian bergerak mendekat kearahnya. "Aku sudah kehilangan ayah dan ibuku, sekarang aku tidak ingin kehilangan dirimu." Laurette berhenti saat kakinya sudah menubruk pinggiran tempat tidur. Gadis itu terduduk di tempat tidur, sedangkan Julian merendahkan tubuhnya untuk menyamakan wajahnya dengan Laurette. Entah mengapa saat menatap lurus pada manik merah tersebut, Laurette merasa tersedot dalam hidup Julian yang penuh dengan darah dan derita. "Karena itu, jangan berbohong padaku. Kau mengerti?"
Bukannya mengangguk, Laurette malah menampar pipi Julian dengan keras. Kemudian dia mendorong tubuh Julian untuk mundur. "Maaf tapi itu tadi refleks. Sekali lagi aku ingin mengatakan padamu, aku tidak memiliki perasaan romantis padamu, Julian! Jadi mengertilah, aku memiliki hal lain yang harus aku lakukan selain mendekam di kamar seperti ini."
"Kau tidak mengerti, Laurette. Di luar sana banyak yang mengincar nyawamu. Rasagar si pembuat eksperimen, lalu ada Putri Westerina juga yang akan menyingkirkanmu." Julian berujar dengan lembut, berusaha menenangkan Laurette yang sudah muak.
"Apa? Mengapa Putri Westerina?"
Julian mendesah lemah. "Dia mencintaiku, tapi aku tidak. Karena itu dia akan menyingkirkan siapapun wanita yang berdekatan dengank—"
Julian terdiam saat wajahnya tertimpa sebuah bantal empuk. Dada Laurette bergemuruh akan emosi. "Lalu kenapa kau menyeretku jika tahu dia orang yang seperti itu?!"
"Tenang, Laurette." Julian mendekat kearahnya perlahan. "Memangnya aku tidak boleh jatuh cinta? Karena aku mencintaimu aku ingin membuatmu tetap aman. Aku bahkan sudah menyingkirkan orang yang telah menyakitimu."
"Menyakitiku?" Laurette mengernyit padanya.
Julian mengangguk dengan pipi bersemu merah. "Ya, aku sudah menyingkirkan Inez dari akademi. Apa kau menyukainya?"
Bukannya senyuman yang di dapatkan, Julian malah kembali mendapat serangan bantal ke dua. Laurette menunjuknya dengan geram. "Kau tahu .. dia akan semakin membenciku jika kau melakukan hal itu tahu?! Astaga kau ini bodoh atau pintar, sih?! Lagipula kau itu tidak sungguhan mencintaiku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queens Monarchy [END]
FantasyLaurette dan para ratu lain mempertaruhkan semua keadilan hidup mereka untuk berjalan dikegelapan. Demi mendapatkan kebebasan bagi para wanita di daratan Meloig, yang masih menganut sistem patriarki absolut. Dari berbagai latar dan alasan, mereka d...