Chapter 2 : Cieeee

124 24 0
                                    

"YANG BENER AJA?! MASA DARI BERATUS-RATUS MURID CUMA DELAPAN ORANG YANG DIAMBIL?"

"Heh, bahasa lo ambil, berasa sampah. Kita itu dipilih!"

"Kalau sampah itu bukan diambil, dipungut!"

"Berisik."

Bisa ditebak siapa yang teriak, yang debat, dan yang ngomong sepatah kata itu?

"Maranehna teh meuni geulis, tapi naha sorana macem toa di hareupan toilet?" (Kalian teh cantik pisan, tapi kenapa suaranya seperti toa di depan toilet?)

Pelatihnya jadi speechless karena delapan orang yang dipilih berkat maksa-maksa kepala sekolahnya ini tidak sebagus ekspektasi dia. Makanya jangan percaya sama ekspektasi, dipatahin kan sama realitanya?

"Gue pilih kalian karena...








Semuanya nungguin lanjutan dari si pelatihnya itu.










... suka-suka gue lah, pakai mikir segala lagi kalian! Punya otak emang?"

Gubrak aja lah anjir

"Bercanda, udah sana kenalan dulu," pelatihnya itu berjalan ke arah tasnya dan membiarkan delapan orang itu duduk secara melingkar di lantai ruangan dance itu.

"Lumayan cogan, Jin. Bener apa kata lo," Wonyoung menyenggol Yujin yang duduk di sebelahnya. Sementara Yujin hanya menampilkan smirk seolah berkata bener kan kata gue.

Satu laki-laki itu ngangkat tangannya, "Gue cowok ya-"

"Kita juga tahu lo cowok. Apa jangan-jangan lo cowok jadi-jadian?"

Definisi teman laknat yang sebenarnya.

"Berantem sana, lapangan besar," temennya yang satu lagi malah nyorakin buat berantem. Yang satunya lagi diem aja, nggak akan beres kalau mereka semua debat.

Pelatihnya itu langsung duduk di sebelah laki-laki berkulit tan, "Udah pada kenal semua belum?" Semuanya mengangguk.

"Yowes, nggak jadi kenalannya. Ki-"

"Kak, kan katanya tak kenal maka tak sayang. Gue mau sayang sama dia, ayo kenalan, cewek. Kiw!"

Yujin yang merasa ditunjuk sama laki-laki itu segera menutup mukanya, bukan salting tapi malu. Baru juga pertama kali masuk ekskul, udah dapet beban aja. Mana bebannya berasal dari beban negara dan salah satu buaya kelas cumi-cumi karena kalau kelas kakap udah mainstream.

"Gue Yujin, kelas 11 IPA 1. Puas lo, Doy? Please lah, kita sekelas ngapain kenalan lagi?" Yujin jadi mencak-mencak sendiri. Sedangkan laki-laki yang dipanggil Doy alias Doyoung itu menampilkan deretan giginya yang rapi.

"Kan gue pengen sayang sama lo, Jin."

Zoa yang sekelas sama mereka berdua cuma senyum-senyum nggak jelas. Doyoung ini emang suka banget ngegodain perempuan, tapi kayaknya kalau ke Yujin itu beda feelnya. Kayak nggak main-main dan Zoa tahu maksudnya itu apa.

"Lo nggak mau kenalan sama gue, Jin?" Sambung Doyoung.

Yujin menggeleng, "Kaga."

"Kenapa? Udah kenal? Basi lah."

"Bukan, gue nggak mau sayang sama lo."

PAK CEPAK CEPAK JEDER

"A-Anu, bukan nggak mau, tapi belum mau lebih tepatnya, Doy," ujar Zoa menengahi temen-temen sekelasnya itu.

"Posisi kita cuma jadi penonton bayaran tapi nggak dibayar."

"Maksud lo apa sih, Hartanto?"

"Lah kan bener, tiba-tiba ada drama muncul tuing tuing ," jawab Haruto nggak jelas. 

Jeongwoo yang di sebelah Haruto menoyor kepala temennya itu, "Lo tahu nggak sih, lawakan lo nggak jelas. Tapi ada yang lebih nggak jelas."

"Apaan? Cintaku padamu? Basi," Haruto mengikuti cara bicara Doyoung sebelumnya.

"Hwan, kasih paham."

"Lo terbentuk di dunia dan lahir aja udah nggak jelas definisi dan teorinya."

"BANG JI-"

"Berisik!" Teriak Yujin dan Doyoung bersamaan.

"CIE CIE CIE CIE!!! TERIAKNYA BARENGAN!" Jihan jadi semangat kalau ada bahan percie-ciean kalau kayak gini. Dia emang suka jadi makcomblang.

"Eh ini, ayo kenalan dulu kalian!"

Pelatihnya jadi pusing sendiri ngadepin kedelapan anak curut ini. "Kalau gitu, gue ngundurin diri jadi pelatih deh ah, nggak apa-apa nggak dibayar udah kaya sejak dini soalnya.

Dance Club Love StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang