17. Surat kontrak

12.1K 572 36
                                    

Ansa POV

Gue menghela nafas kesekian kalinya. Hari ini gue di duduk dirumah, benar-benar dirumah papah. Bukan di Mansion om Darren. Sejak pria itu mengutarakan perasaannya gue seolah tidak mendapatkan kepastian yang jelas.

Hari ini Darren, Gaston dan Martha sedang merayakan pesta perpisahan mereka yang akan kembali ke Belanda tanpa gue. Karena gue malas dan gue tidak memiliki alasan keluar rumah kepada papah yang sekarang lagi nonton diruang tamu.

Dengan posisi terlentang menatap langit-langit gue terus berpikir, apakah om Darren beneran suka sama gue? Atau dia cuma berbohong ke papah agar tidak terjadi kesalahpahaman. Hanya saja gue takut pria itu membohongi gue dengan memberi pernyataan palsu, karena sejujurnya.. gue juga udah suka sama Om Darren. Tapi! Kayaknya sekedar tertarik, gue juga bingung sama perasaan gue sendiri. Argh sial, kenapa bayang-bayang Darren sangat sulit dihilangkan semenjak kejadian kemarin.

Setelah diingat-ingat lebih jelas kejadian kemarin. Gue tiba-tiba merasakan kedua pipi gue yang entah kenapa memanas, spontan gue menutup wajah dengan tangan gue. Sial, ada apa dengan gue!? Kenapa gue malu sama kejadian kemarin. Dan kejadiannya dikamar ini?! Arghh..

Gue membalikkan badan menendang-nendang kasur sambil menutup wajah dengan bantal. Sial om Darren selalu bisa membuat gue tersipu malu.

Drrttt... drrtttt..

Dering dari ponsel yang bergetar membuat perhatian gue teralihkan, menengok kearah ponsel yang ada diatas nakas. Dengan penasaran gue meraih ponsel melihat siapa lagi yang mengirim pesan dihari bebas seperti ini. Acara perpisahan kan sudah lewat, apakah Rabea tidak menikmati liburannya? Dan ngeluh kepada gue?

Kedua alis gue terangkat, sambil membulatkan bibir melihat si pengirim pesan dari Darren ya. Sial, mengapa disaat seperti ini pria itu menghubunginya?!

Dengan perasaan gugup gue memencet tombol hijau setelah berdehem sesaat lalu meletakan benda pipih itu disamping telinga.

"Hallo?"

"Ansa, saya mau bertemu dengan kamu sekarang juga."

Kening gue berhasil dibuat mengerut penasaran. Ada apa? Bukankah perjanjian mereka selesai setelah Gaston dan Martha kembali ke Belanda. Lalu untuk apa pria itu menghubunginya?.. apa jangan-jangan Darren ingin membicarakan perihal kemarin berdua?! Ah sial, gue belum siap untuk hal ini.

"Ini sangat penting. Saya mohon,"

Mendengar nada bicara Darren yang cemas membuat perasaan gundah gue sedikit hilang. Tampaknya dia ingin meminta bantuan pada gue? Maybe.

"Mmm om dimana? Biar saya yang kesana. Kirim saja alamatnya."

"Saya jemput kamu kerumah."

"Enggak! Ada papah.. saya yang temui om aja. Kalau papah ketemu om, bisa ngamuk nanti,"

Hening, tampaknya Darren diam sesaat. Hingga gue gak bisa menebak apa yang dia pikirkan. "Yaudah kita ketemuan di cafe biasa."

"Em.. oke," sahut gue sebelum panggilan ditutup dari sana.

Apakah Darren marah kepadanya?

Atau Darren membencinya karena gu gak mengatakan apapun kepadanya?

Ya enggaklah! Gue mencoba berpositif thingking. Karena kalau emang gitu, kenapa juga om Darren minta ketemuan ya kan?.. kalau sebegitu pentingnya harusnya orang lain lebih bisa diandalkan daripada gue coba. Bener kan?

***

Author POV

Ansa terus mengaduk-aduk sedotan minuman ditangannya, entah mengapa Darren masih belum datang. Sudah hampir 20 menit ia menunggu di cafe tempat mereka janjian. Apakah pria itu sibuk? Yah Ansa hanya bisa memaklumi karena Darren adalah seorang pengusaha.

Hai Om! Husband?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang