18. Cincin dijari manis

14.7K 751 186
                                    

Ansa menghela nafasnya membuka pintu rumah dengan perasaan takut dan juga gugup. Arghh rasanya lebih degdegan daripada saat ujian dadakan saat disekolah dulu. Kemarin malam Darren menelfon lalu memaksa Ansa untuk memberikan telfonnya kepada Jovanka, awalnya Ansa tentu menolak karena takut sang papah jadi membenci Darren.

Namun dengan ekspresi sulit dibaca sang papah memberikan kembali telfonnya setelah berbicara secara sembunyi-sembunyi didalam kamar dengan ponsel dikembalikan dalam keadaan panggilan sudah mati. Ansa jadi semakin takut, apakah yang mereka bicarakan? Apakah papahnya tidak menyukai Darren? Lalu apakah yang Darren katakan?

Setelah berbicara lewat telfon kepada Jovanka, Darren langsung mengirim pesan padanya bahwa besok Darren akan kerumah Ansa membicarakan lagi soal Kontrak pernikahan itu dan masalah lebih besar lagi. Darren membujuk Ansa untuk tidak khawatir karena pria itu sudah meminta izin kepada Jovanka. Dan nanti mereka berdua akan berbicara langsung.

Tadi saat sedang memasak kue, bel rumah tiba-tiba bersuara. Sehingga gadis itu buru-buru berlari menuju pintu sebelum papahnya, bisa ia tebak itu adalah om Darren.

Senyumnya terbit saat ia membuka kedua pintu rumahnya tidak sabar bertemu Darren. Antara takut, khawatir,tapi kangen jadinya seneng.

Senyum gadis itu lenyap menatap sepasang suami istri berdiri tepat dihadapannya memasang wajah datar. Ansa mengerjab-ngerjabkan matanya, ia menahan nafas, sedikit kecewa. Bukan om Darren.

"Hallo selamat siang, maaf apakah kalian berdua teman papah saya?" Tanya Ansa.

Kedua pasangan paruh baya itu melirik penampilan Ansa dari bawah hingga keatas. Gadis itu memakai sebuah apron yang kotor karena tepung dan rambut yang di cepol asal.

"Maafkan soal penampilan saya, saya sedang membuat kue jadi tidak ada waktu bersiap. Emm.. sepertinya kalian ada urusan dengan papah saya, kau begitu silahkan masuk," ujar Ansa membuka pintu lebih lebar.

Daniar tersenyum kearah Ansa sementara sang suami belum kunjung menampakkan ekspresi nya. Masih kaku saja.. batin Daniar.

"Silahkan duduk.. kalau begitu saya akan panggilan papah saya, kalian berdua mau minum apa?"

Wanita itu melepaskan lengannya yang sejak tadi menggandeng Caleb. Sambil tersenyum dia menatap Ansa. "Apa saja boleh, asal tidak pakai gula, karena suami saya memiliki penyakit diabetes."

Ansa membuka sedikit mulutnya, lalu mengangguk paham. "Baiklah kalau begitu saya permisi sebentar." Ucap gadis itu lalu pergi kebelakang kekamar sang papah.

Setelah memanggil papahnya yang sedang berganti pakaian Ansa kembali kedapur untuk membuatkan minuman untuk kedua tamu papahnya. Sambil menunggu om Darren mungkin kue nya akan dia suguhkan kepada kedua tamu papahnya saja, karena Darren tidak kunjung memberikan kabar kapan dia akan datang.

Ansa berjalan masuk kedalam ruang tamu sambil membawa nampan berisi teko teh dan beberapa cangkir juga cookies buatannya. Gadis itu tersenyum ketika melihat sang papah sudah duduk dihadapan kedua sepasang suami istri itu. Ketiga orang itu menoleh.

Gadis itu berjongkok didepan meja meletakkan teko dan cangkir di atas meja. "Silahkan dinikmati, teh nya tidak pakai gula. Dan cookies nya renda gula dan karbo juga," ucap Ansa lalu berdiri.

Daniar mengangguk bersamaan dengan Caleb. "Terimakasih," ucap Caleb akhirnya membuka suara kepada Ansa.

Ansa mengangguk tersenyum kecil. Dia menatap papahnya dan Caleb bergantian. Ia tidak tahu kalau sang papah punya memiliki banyak rekan kerja, padahal papahnya bukan pengusaha besar kan? Tapi ya sudahlah..

"Kalau gitu, aku pamit kebelakang dulu.." ucap Ansa berbalik.

"Ansa," panggil Jovanka membuat langkah gadis itu terhenti. Ia kembali membalikkan badan. "Ganti bajumu dan bersiap, dandan yang rapi." ucap pria paruh baya itu.

Hai Om! Husband?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang