Artha memejamkan matanya, menikmati semilir angin di atas roof top. Mengusap wajahnya kasar, kala ingatan di perpustakaan tadi lewat di pikirannya.
"Gue kenapa, sih?" Gumamnya.
Artha tidak mengerti, mengapa dirinya merasa tidak suka saat melihat Arvelyn begitu akrab dengan Kenzo. Ketika gadis itu tersenyum manis kepada Kenzo, Artha merasa ada yang mengganjal dihatinya.
Senyum itu bukan lagi untuknya.
Dulu, Arvelyn hanya menunjukkan senyuman itu kepada dirinya seorang. Senyuman manis yang dahulu sangat dibencinya, namun kini sangat ingin ia lihat kembali.
Artha sadar, sangat sadar bahwa perubahan sikap gadis itu adalah ulah dari dirinya sendiri. Dan hal itulah yang sangat Artha tunggu, dulu.
Saat ini, melihat bagaimana sikap gadis itu yang tak lagi menempelinya, bahkan cenderung selalu berusaha menjauh darinya. Membuat Artha merasa hampa, ia merasa ada yang hilang.
Menatap layar ponselnya lamat, dimana menampilkan isi chat nya dengan Arvelyn. Di sana Artha lah yang terakhir kali mengirim pesan, hanya dibaca tanpa ada balasan apapun.
Biasanya gadis itulah yang selalu mengiriminya pesan, namun sekarang tak ada satu pesan pun yang masuk dari gadis itu.
Dulu saat Arvelyn mengirim pesan, Artha hanya akan membiarkannya, bahkan terkadang sampai tidak dibaca. Hingga ketika gadis itu mulai memborbardir dirinya karena tak kunjung membalas, Artha akan langsung memblokir nomor gadis itu.
Namun kini terasa sepi, pesan yang biasanya mengganggu itu kini entah kenapa sangat ditunggu oleh Artha.
Terdiam sejenak, jari-jari Artha pun bergerak di atas keyboard. Membaca terlebih dahulu apa yang diketik nya barusan, sebelum akhirnya mengirim pesan tersebut.
Artha masih menunggu balasan dari Arvelyn, butuh sepuluh menit lamanya sebelum akhirnya pesan yang Artha kirim dibaca oleh Arvelyn.
Alis Artha mengkerut kala tak mendapatkan balasan dari Arvelyn. Pemuda itupun kembali mengirim pesan, namun masih sama, hanya dibaca tanpa dibalas.
"Oke kalo itu yang lo mau, gue ikutin permainan lo."
°°°°°
"Kenapa gak bales chat gue?"
"Hah?"
Arvelyn cengo mendengar perkataan Artha barusan, otaknya masih memproses apa yang sedang terjadi saat ini.
Artha ternyata memang benar-benar menghampirinya, yang artinya pemuda itu telah meninggalkan satu plot di dalam novel.
"Pulang bareng gue." Lanjut Artha, ia menarik salah satu kursi lalu kemudian duduk di sana.
Arvelyn yang tadinya tengah sibuk dengan pikirannya langsung tersadar seketika, gadis itu mendelik tak terima. "Apaan?! Ogah!" Ujarnya.
"Lo baca chat gue, kan? Mama pengen ketemu." Ucap Artha menatap Arvelyn dengan seksama.
Memutar bola matanya malas, Arvelyn mendengus. Lagi-lagi alasan itu yang Artha pakai. "Gue ada urusan pulang sekolah nanti." Balas Arvelyn sepenuhnya berbohong.
"Gak ada penolakan." Ucap Artha datar.
Arvelyn menggebrak meja pelan, gadis itu mulai tersulut emosi. "Dih maksa, si anjing!"
Sungguh Arvelyn sudah muak dengan Artha yang akhir-akhir ini selalu mengiriminya pesan. Dan isinya selalu sama, pemuda itu mengatakan jika Mama nya ingin bertemu. Arvelyn yang mempunyai kesabaran setipis tisu dibelah tujuh, tentu saja kesal dibuatnya. Karena Arvelyn tau, Fanny sedang keluar kota bersama Damian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonist Fiancé [HIATUS]
Teen FictionNaya Rivera, gadis 19 tahun yang mati akibat kecelakaan beruntun yang dialaminya ketika ia hendak pergi ke kampus. Namun bukannya pergi ke alam baka, jiwa Naya malah tersesat ke dalam tubuh seorang figuran di dalam novel yang baru saja selesai dibac...