2.Over thinking

30 5 11
                                        

|Eldon, dimana kau? Aku menunggu
|mu sedari tadi.

Enola mengomel di telepon.

Eldon adik laki-laki nya tidak menepati janji. Gadis itu menunggu sudah mau dua jam lebih, dari saat toko tutup.

|Hah-apa? Suara mu tidak
|kedengaran!

Dari seberang telepon Eldon berteriak.

Enola tahu, saat ini Eldon pasti sedang berada di club. Itu terdengar dari kerasnya bunyi musik yang ia dengar.

|"Sudahlah. Aku naik taxi saja.
|Kau tidak perlu menjemput ku!"

Enola menutup telepon dengan kesal.

Gadis itu melirik jam tangan nya.

Waktu menunjukan pukul 09.00 malam.

Kembali Enola memandang sekeliling jalanan.

Sepi. Tidak ada siapa-siapa. Bahkan kendaraan yang lewat pun, dapat dihitung dengan jari.

Enola tidak tahu, kalau malam hari, jalanan di sekitar toko akan terlihat sepi dan menyeramkan.

Enola takut. Dia tidak berani keluar toko untuk mencari taxi. Salahkan Anxiety yang diderita nya.

Sekarang saja, Enola sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ke depannya, jika ia keluar menunggu taxi.

"Mungkin diluar sana ada hantu."

"Bagaimana kalau ternyata taxi yang aku naiki di bawa oleh orang yang jahat?"

"Bagaimana jika ia menculik ku?"

"Bagaimana jika nanti aku gugup, dan salah menyebut alamat?"

"Bagaimana kalau aku kesasar?"

Bla bla bla..

Masih banyak hal-hal negatif yang berputar di kepala Enola.

Pengidap Anxiety Disorder memang seperti itu. Dibandingkan hal positif, lebih banyak hal negatif yang dipikirkan. Padahal hal yang dipikirkan pun, belum tentu terjadi.

"Hah-tidak apa-apa Nola. It's okay. Everything it's alright. You just need to go out and wait for the taxi come. Jangan pikirkan hal lainnya Enola."

"Camon! You got it!" Enola berusaha menyemangati diri sendiri, walaupun ritme jantung nya mulai tidak beraturan.

Semoga saja dirinya tidak terkena serangan panik mendadak.

Karena jika itu terjadi, habislah Enola. Dia masih belum terbiasa mengendalikan serangan panik seorang diri.

....

Sekali lagi acungkan jempol untuk Enola.

Terlepas dari semua ketakutan yang ia punya, akhirnya ia memberanikan diri berdiri di pinggir jalan, menunggu mungkin ada taxi yang lewat, dan mau memberinya tumpangan.

Dari kejauhan Enola melihat taxi dengan lampu yang menyala. Menandakan bahwa taxi itu kosong.

Enola melambaikan tangannya, berharap taxi itu berhenti. Namun sayang belum rejeki.

Taxi itu terus saja melaju, tanpa mempedulikan Enola.

"Bagaimana ini?" Enola bingung. Apalagi waktu terus berjalan. Bagaimana jika sampai tengah malam, ia belum juga menemukan taxi?

V I R G O Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang