Kepala Enola terasa berat. Menangis seharian ternyata menguras tenaga.
Setelah percakapannya dengan Eldon siang tadi, Enola kembali meratapi nasipnya.
Berulangkali Enola menangis, menyesali mengapa hidupnya sangat pilu dalam urusan kesehatan maupun percintaan.Enola ingin mengeluh. Tapi Enola tidak tahu harus mengeluh kepada siapa. Enola tidak mempunyai banyak sahabat maupun teman seperti kebanyakan perempuan lainnya.
Satu-satunya sahabat baik Enola bahkan sudah menikah, dan berumah tangga. Enola tidak mungkin mengganggu sahabatnya tersebut. Apalagi sekarang sahabatnya sudah mempunyai seorang anak yang harus dijaga dan diperhatikan.
Mau mengeluh pada Tuhan, Enola sudah terlanjur tidak percaya pada Tuhan. Bagi Enola, Tuhan itu tidak ada. Kalaupun ada Tuhan tidak mungkin memperhatikannya-katanya Tuhan punya banyak kesibukan lain.
Jadi-buat apa Tuhan memperhatikannya?"Nola-kau sudah tidur?" Enola lupa kalau di dalam rumah ini ia tidak sendiri, selain Eldon masih ada Micel yang berstatus sebagai orang tua nya.
"Boleh aku masuk?" Enola tidak ingin mempersilakan, karena ia tahu tanpa disuruh pun Micel akan mendorong pintu bercat putih itu.
"Ada apa Ma?" Tanya Enola saat Micel sudah berada di dalam kamarnya.
"Jika kau ingin bertanya soal keadaanku, aku baik-baik saja. Jadi kau tidak perlu khawatir." Mendengar jawaban Enola, membuat satu senyuman lolos dari bibir Micel.
"Aku senang kalau kau baik-baik saja." Sekarang Micel sudah duduk di tepi ranjang milik Enola.
"Apa kau ingin sesuatu?" Jari-jari Micel bermain lembut mengusap satu persatu helai rambut Enola."Tidak Ma, aku sedang tidak berselera."
"Karena kau tidak ingin apapun, aku ingin memberikanmu sesuatu. Tunggu sebentar." Micel bangkit berdiri, melangkah keluar dari kamar Enola, sebelum beberapa detik kemudian kembali lagi ke dalam kamar dengan sebuket besar bunga Matahari.
"Ambil ini. Ini hadiah dariku untukmu." Sebuket besar bunga Matahari diserahkan Micel kepada Enola.
"Kapan kau menyiapkannya?" Enola bertanya dengan raut bingung.
"Sejak tadi sayang. Aku tahu pasti kau akan menyukainya. Bukankah begitu?"
Enola melayangkan pelukan pada Micel. Dipeluknya erat tubuh Micel. Rasanya Enola ingin mengisi penuh energi tubuhnya yang sudah habis dengan wangi aroma tubuh sang Ibu.
"Terimakasih Ma. Aku sangat menyukainya, dan-" Enola menenggelamkan kepalanya pada dada Micel, "Maafkan aku Ma-aku sudah membuatmu khawatir seharian ini. Maafkan aku." Terdengar nada bicara Enola penuh dengan rasa penyesalan.
Wajah Enola diangkat Micel. Kecupan lembut Micel berikan pada ujung kepala putrinya. "Nola, it's okay sweetheart. Mama tidak apa-apa. Asalkan kau baik-baik saja, itu sudah membuat aku bahagia. Kau adalah segala-galanya bagiku Nola."
"Jika kau ingin cerita atau butuh sesuatu, aku ada disini. Kau dapat bicara padaku sayang. Jangan memendamnya sendiri. Sebisa mungkin aku akan mendengarkannya."
"Baik Ma. Terimakasih."
Sedikit lega-itu yang Enola rasakan. Sekarang Enola tahu, bahwa masih ada Micel yang akan mendengar keluh kesahnya. Tapi, Enola masih belum bisa jika harus menceritakan semuanya pada Micel.
Bukankah Enola tahu kalau Micel tidak menyukai Javier?....
Pukul 00.00 tengah malam.
Sepertinya malam ini Enola tidak begitu ingin bertemu Virgo.
Enola tidak menunggu seperti malam-malam biasanya.
Kali ini Enola meminum obatnya lebih awal, sehingga serangan kantuk lebih cepat datang menjemput.

KAMU SEDANG MEMBACA
V I R G O
Teen FictionSiapa sangka, jika Virgo hanya dapat dilihat oleh Enola. Enola bahkan tidak tahu, jika Virgo memainkan dua peran yang berbeda, dengan dimensi yang berbeda pula. Selama ini yang Enola tahu, jika Virgo adalah lelaki yang selalu mendatanginya tepat p...