14.Paman Halley

13 5 10
                                    

Langkah Eldon terasa berat saat akan masuk ke dalam kamar rawat Enola. Bukan tanpa sebab, alasannya sudah pasti karena saat tiba di parkiran rumah sakit, Eldon melihat Vespa jadul dengan banyak bunga, yang ia tahu persis pemiliknya sudah pasti adalah Halley.

Jika Enola bahagia bertemu Halley, maka berbeda dengan Eldon. Lelaki itu selalu merasa terbebani setiap kali berhadapan langsung dengan Halley.
Belum juga bertemu, pikiran-pikirannya sudah dipenuhi akan perlakuan menyebalkan yang nantinya Halley beri padanya.

"Eldon? Kau kah itu?" Rasanya Eldon ingin berteriak kepada Enola karena berani meneriaki namanya dihadapan Halley.

"Hm-" Mau tidak mau, Eldon harus melangkahkan kakinya ke dalam. Sembunyi pun percuma. Enola sudah lebih dulu menyadari kedatangannya.

"Eldon-"

Cup.

Bunyi kecupan terdengar nyaring. Halley tanpa aba-aba mendaratkan ciuman pada pipi Eldon.

"Dude! Don't- I don't like this!" Wajah Eldon berubah kesal. Tangannya menghapus jejak ciuman yang baru saja Halley berikan.

Melihat wajah Eldon, membuat Enola cekikikan. Sungguh Eldon terlihat seperti akan menangis.

"Sampai kapan kau akan melakukan ini padaku Dude? Aku bukan anak kecil lagi. Sebentar lagi aku akan lulus SMA-"

"No El-walaupun kau akan lulus, aku masih tetap menganggapmu bocah."

Netra Eldon menghindar malas. Seharusnya Eldon tahu, bagaimanapun penjelasannya tidak akan mempan pada Halley.

"Bagaimana keadaanmu Nola? Dokter Chang berkata, kalau kau sudah boleh pulang." Tanpa memandang ke arah Enola, dengan telaten tangan Eldon merapikan satu persatu barang Enola ke dalam ransel jinjing yang ia bawa.

"Benarkah?"

"Hm-sekarang bersiaplah. Kita akan pulang ke rumah. Aku sudah hubungi Mama, dia akan menunggu disana."

Rasa lega menyelimuti Enola, saat tahu dirinya sudah boleh pulang. Seharian di rumah sakit membuatnya jenuh. Tapi-Enola teringat akan Virgo anak laki-laki yang ia temui di ruang R-1 kemarin. Enola bertanya apa seharusnya ia kembali menengok lelaki itu?
Mengingat kemarin ia keluar dari sana tanpa berpamitan dengan benar.

"El-aku keluar sebentar."

Pergerakan Eldon terhenti. Pandangannya mengarah pada Enola, yang sudah bersiap keluar dari kamar rawat. "Mau kemana?" Tanya Eldon membuat setengah langkah Enola terhenti.

"Hanya keluar sebentar."

"Kau sendiri?"

Enola tahu ini tidak akan berhasil. Eldon pasti tidak mengijinkan dirinya untuk berjalan bebas diluar dengan seragam rumah sakit.
"Aku bersama Paman Halley-ayo Paman." Mungkin dengan mengajak Halley, saudara laki-lakinya tidak akan protes.

Tanpa bertanya mau kemana, Halley bangkit meninggalkan tontonan drama televisi nya, menggandeng tangan Enola untuk ikut keluar.

"Tenang saja El, Paman akan menemaninya." Kedipan mata diberikan Halley, tanda bahwa dirinya bisa dipercaya.

"Jangan lama. Setelah ini aku harus berangkat ke tempat kursus."

....

Sepanjang koridor Halley memperhatikan Enola yang semakin cepat melangkah. Terlihat kalau gadis itu buru-buru mengikuti arahan panah yang menunjukannya ke arah ruang dengan tulisan R-1.

Dahi Halley mengerut. Bingung kenapa Enola membawanya menuju ruangan yang Halley tahu, hanya merawat pasien dengan kelas atas.

V I R G O Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang