Aco menyeduh kopi yang disuguhkan istri Pak RT. Sekarang ia dan Rendra--salah satu senior Geng Senter--sedang di rumah beliau guna membicarakan kecelakaan Geboy. Sekilas ia sudah melihat penampakan CB 100 itu dan hanya bisa geleng-geleng. Setir bengkok, bodi depan pecah, dan pijakan kaki sempat tersangkut di tengah tiang--sudah dilepas dan meninggalkan bekas. Ia enggak bisa membayangkan kondisi remuk Geboy saat ini, mengingat banyak yang bilang lelaki itu tertimpa motornya.
Seperti testimoni Komal, rumah warga yang ditabrak Geboy enggak kalah memprihatinkan. Sebagian genteng dan kaca jatuh berserakan, bahkan kursi kayu panjang di depan pintu sampai patah dan terbelah. Untung saja lelaki itu enggak merusak tiang listrik yang berada di dekat sana. Andai iya, bisa diperhitungkan berapa banyak kerugian yang harus diurus.
"Jam istirahat siang, Mas, nggak banyak yang lihat kejadiannya. Tapi kata keponakan saya, ada salah satu anak warga yang main nyebrang gitu aja, jadi temen samean banting setir terus nabrak rumah."
Aco menghela napas panjang. "Anaknya nggak kenapa-kenapa, Pak?"
"Alhamdulillah, nggak apa-apa, tapi masih syok. Udah sama ibunya."
Rendra lekas menyenggol lengan Aco. "Yang kedengaran lagi nangis ini, ya?"
"Kayaknya," balas Aco juga berbisik. "Lalu sekarang baiknya gimana, Pak?"
"Itu warga gotong royong buat bersihin pecahan sama runtuhan di TKP. Besok mungkin mulai naikin genteng sama benerin yang lain. Kami maklum kok, Mas. Namanya juga musibah. Kesalahan warga juga yang lalai jaga anaknya. Tapi kalau berkenan, temen samean bisa bantu kerusakan jendelanya."
Gemuruh di dada Aco berkurang. Ia bersyukur dalam hati, lalu tersenyum tipis. "Terima kasih, Pak. Nanti saya sampaikan. Insyaallah besok kami ke sini lagi."
"Iya, Mas. Sama-sama. Temen samean sendiri gimana keadaannya?"
"Terakhir denger kabar masih dioperasi. Kalau sekarang belum tahu, Pak." Giliran Rendra yang menjawab karena Aco terbawa emosi. Matanya berkaca-kaca ketika mengingat cedera Geboy cukup parah sampai harus ditangani demikian.
"Semoga segera diberi kesembuhan, ya."
"Terima kasih, Pak. Kalau begitu, kami permisi dulu."
Rendra menarik tubuh Aco agar kuat berdiri lalu beranjak keluar. Mereka segera mendekati motor Geboy dan mengangkatnya bersamaan ke pikap Kang Mus--yang diambil sebelum kemari. Usai berpamitan, keduanya ke bengkel lagi lebih dulu untuk mengecek kesalahan yang mungkin terjadi di motor tersebut.
Enggak perlu waktu lama, hanya lima menit setelah tiba, Aco sudah menemukan akar penyebab kekacauan Geboy. Ia sudah curiga sejak Komal menceritakan keganjalan yang ditunjukkan juniornya sebelum berakhir mengenaskan. Segera ia berdiri dan menepuk pundak Rendra.
"Hah? Kenapa?" Lelaki itu seketika linglung. "Udah ketemu?"
"Iya. Remnya blong."
Rendra buru-buru melihat masalah yang dimaksud dan mengangguk setuju. "Kok bisa, ya? Tuh anak nggak mungkin telat servis. Kalau ada yang nggak beres juga pasti udah kerasa."
"Ada yang sengaja kayaknya. Tadi dia parkir di mana, sih? Coba cek di CCTV."
"Mana gue tahu."
Aco hendak menyelonong masuk area karyawan, tapi enggak enak kalau tanpa izin. Sementara Kang Mus sudah di rumah sakit. Bengkel ditutup sejak sejam lalu karena berita Geboy. Kini ia menggigit bibir dan bingung sendiri.
"Co, hape lo bunyi."
Sang pemilik nama pun terkesiap. Ia segera meraih ponselnya di atas dashboard dan menerima panggilan. Saat melihat nama 'Komal' pada layar, Aco menyalakan speaker agar Rendra juga bisa mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asoy Geboy ✔
Teen Fiction[Cartoon Series #1] Namanya Geboy, motonya Asoy, tapi hidupnya? Mlehoy! Nggak lengkap rasanya kalau Boy belum dibandingkan dengan Randu, sepupu sekaligus musuh bebuyutannya dari kecil. Setiap hari, ada saja kelebihan cowok itu yang dibicarakan papan...