Geboy bolos sekolah. Sebuah rekor yang akhirnya masuk ke daftar kenakalan ketua Geng Senter tahun ini. Biasanya mau sakit sekalipun, ia tetap berangkat dan menikmati tidur siang di dalam UKS. Tapi, lain dengan sekarang. Meski demamnya sudah turun dan cenat-cenut di kepala jauh berkurang, ia tetap enggan bergeser dari kasur. Padahal, sang empunya saja sudah mentas dari kamar mandi dan tengah sibuk memakai dasi. Komal hanya geleng-geleng saat Geboy mengunyah sisa martabak semalam yang mengeras dan dingin.
"Mau dibikinin surat izin aja?"
"Nggak usah. Entar ketahuan kalau gue sakit lagi."
Komal mengernyit. "Lah, kan emang nggak salah. Lagian pas masuk besok juga bakal kelihatan. Ngapain diumpetin?"
"Gue masuknya kalau udah nggak ada ini, jadi aman," tunjuk Geboy pada perban di kepalanya.
"Tetep ada bekasnya, lah. Dikira kita segoblok itu sampai nggak bisa bedain mana luka lama sama luka baru?"
"Tapi gue beneran nggak pengen mereka tahu. Lo diem aja. Besok gue masuk pake topi."
"Terserah, deh." Komal mengambil jam tangannya di meja belajar. "Berarti lo entar skip nongkrong juga?"
Geboy bergeming sejenak, lalu menggeleng. "Belum tahu. Gue kabarin lo kalau join."
"Oke."
Komal segera pamit ke sekolah setelah berpesan untuk sarapan, minum obat, dan istirahat pada Geboy. Hari ini orang tuanya pergi ke luar kota, jadi enggak ada siapa-siapa di rumah. Ia khawatir kalau terjadi sesuatu--mengingat semalam kawannya gelisah parah sampai mimpi buruk--dan berniat membolos juga, tapi Geboy melarang dan memintanya tetap masuk agar mereka enggak bego berjamaah. Lagi pula, Geboy mau menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan. Enggak ada gunanya menunggu orang sakit yang sehat seperti dirinya begini.
Lelaki yang menumpang tapi berasa di rumah sendiri itu lantas bangun dan menuju dapur. Ia mengecek wastafel, mencari kegiatan yang bisa dilakukan, tapi nihil. Sepertinya Komal sudah membersihkan semuanya sebelum mandi. Ia bagai tamu spesial di sini. Walau bukan hal baru, rasa sungkan pasti ada di benak Geboy. Enggak tahu diri sekali kalau merasa sebaliknya.
Ia pun balik ke kamar dan mengecek ponsel. Sudah 16 missed call dan 36 unread message memenuhi notifikasinya. Dari semalam, mamanya terus mencoba membujuk pulang. Bahkan, wanita itu menghubungi Komal untuk memastikan keadaannya. Geboy sempat mau menurut, tapi setelah mendengar papanya menginterupsi, ia jadi malas lagi.
Untuk kali ini, biarkan ia memenangkan pikiran tanpa perlu mengurus perasaan orang tuanya.
Ting! Bangsat, buka hape lo!
"Hadeh, siapa lagi?"
Geboy mendengkus saat lagi-lagi ponselnya berdering. Dari ringtone-nya sudah jelas bukan dari Abi ataupun Tyas--sengaja dibedakan biar gampang. Ia pun segera mengecek dan detik berikutnya langsung menyesal. Kadar malasnya makin menjadi-jadi ketika membaca nama 'Setan Legendaris' pada layar.
Hah …, Geboy menghela napas panjang.
Dari: Setan Legendaris
Kata Kang Mus, lo kemarin masuk rumah sakit. Kenapa? Bokap gue yang nanya.Sebuah excuse yang tampaknya kurang smooth. Geboy memutar bola matanya malas. Bilang saja mau menghina-hina lagi, batinnya. Terlalu sering chaos dengan sepupunya itu membuat Geboy kurang percaya dengan segala bentuk empati.
"Suruh bokap lo tanya bokap gue." Geboy mengetik balasan itu sambil bersuara keras.
Ia pikir dengan itu, semua akan berakhir. Ternyata enggak. Si Randu justru menelepon yang membuat Geboy kalang kabut sampai hampir menjatuhkan ponselnya ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asoy Geboy ✔
Подростковая литература[Cartoon Series #1] Namanya Geboy, motonya Asoy, tapi hidupnya? Mlehoy! Nggak lengkap rasanya kalau Boy belum dibandingkan dengan Randu, sepupu sekaligus musuh bebuyutannya dari kecil. Setiap hari, ada saja kelebihan cowok itu yang dibicarakan papan...