²² happy ending 🍽️

354 47 10
                                    

Kata 'besok' yang dimaksud Abi sungguhan terjadi. Tapi, tampang Randu jauh lebih kacau dari Geboy yang notabene masih mengenaskan di kasur. Lelaki itu seakan terpaksa ke rumah sakit, terbukti dengan cengkeraman tangan Pram pada pundaknya. Geboy merasa enggak nyaman melihat itu, tapi kakek mereka sudah jauh-jauh datang untuk mendengarkan semuanya.

Singkat, jelas, padat, Randu mengaku sengaja memotong rem Geboy karena berbagai alasan konyol. Ia ingin menyalahkan tekanan yang diterima, tapi keputusan itu bukan perintah, melainkan keinginannya sendiri. Randu punya pilihan buat enggak melakukannya, tapi nyatanya masih terjadi. Itu yang membuatnya enggak memiliki hak untuk membela diri.

Semua orang kecewa, termasuk Geboy, tapi jelas Pram yang merasa paling sakit hati. Alhasil, setelahnya--untuk sementara waktu--Randu dilarang dekat-dekat dengan Geboy. Lelaki itu benar-benar enggak pernah kelihatan. Terlepas dari absen sif menjaga Geboy yang dibuat Komal, ia juga enggak mengikuti kegiatan Geng Senter lagi. Anggota yang satu sekolah di SMK Makmur juga mengatakan jarang berpapasan dengannya. Entah karena enggak masuk atau masuk tapi menjauh. Misterius.

Hari ini adalah hari pertama Geboy kembali ke Warung Abah setelah berminggu-minggu dikurung di rumah sakit. Menggunakan kursi roda yang didorong Komal, ia menghampiri tempat duduk anak-anak lain dan ikut ngopi. Ia masih mencoba biasa saja, meski tahu apa tujuan mereka berkumpul sekarang. Tinggal menunggu para senior untuk membahasnya.

"Lo udah boleh makan ginian, Boy?" tanya salah satu anggota geng.

"Boleh, lah. Kan kaki gue yang sakit, bukan organ dalam. Santai."

"Ngerokok juga, nggak?"

"Woo, kalau itu libur dulu."

Komal sontak tertawa kecil. Ia lantas menuangkan sebotol cola pada gelas berisi es batu milik Geboy. Ia juga menawarkan beberapa gorengan yang masih panas.

"Oiya, kalian ada yang denger kabar Randu, nggak?"

"Kabar apa? Lo yang sepupunya aja nggak tahu, apalagi kita."

"Justru karena gue sepupunya makanya nggak tahu."

Paham dengan situasi yang dimaksud, lelaki yang memakai kacamata pun mengangguk. "Tanya ke Dion aja. Dia yang kemarin di-chat."

Pandangan Geboy langsung tertuju pada nama yang disebutkan. "Dia chat apa?"

"Nanya kapan lo balik ke geng."

"Terus?"

"Udah. Nggak ada lagi."

"Lo nggak nanya dia selama ini ke mana? Kapan dia balik ngumpul sama kita lagi? Atau apa gitu?"

"Buat? Biarin aja kali, Boy. Nggak usah diambil pusing." Komal ikut geregetan.

"Gitu-gitu dia temen kita, anggota Geng Senter, sepupu gue juga. Yang lalu biar jadi pelajaran aja, toh gue nggak kenapa-kenapa dan kejadian kemarin nggak bisa diralat. Gue yakin dia udah nyesel, kok."

"Ck, lo kalau mode ketua gini agak ngeri, ya. Merinding gue. Sok bijak bener. Ngaca dulu-lah minimal, Boy. Lo kenapa-kenapa, itu faktanya."

"Gue oke."

Selain harus terapi agar bisa berjalan dan butuh waktu lama untuk bisa balapan lagi, Geboy merasa baik-baik saja. Satu-satunya hal yang membuat ketar-ketir, panas dingin, dan kalang kabut hanyalah pembahasan senior yang baru saja datang. Ia lekas menarik napas dalam-dalam dan menyambut mereka seadanya.

"Sehat, Boy?"

"Seperti yang lo lihat, Bang."

Aco memanggil para anggota Geng Senter untuk berkumpul melingkar, mengelilingi meja Geboy. Suasana yang semula hangat penuh tawa seketika berubah serius. Komal yang semula di samping sahabatnya kini beralih ke pinggir, membiarkan Geboy sendirian menghadapi senior dan anak-anak lain.

Asoy Geboy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang