¹⁹ tanggung dosa 💀

251 39 22
                                    

Geboy sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa, VIP Kamar Anggrek. Tapi, ia belum sadar. Meski masker oksigennya sudah dilepas, lelaki itu masih pucat, sayu, dan menyedihkan. Enggak biasanya ia terbaring lama tanpa daya seperti ini. Kata dokter, semua perlu waktu. Mereka, yang setia menjaga Geboy, tinggal menunggu kapan sang jagoan membuka matanya. Bisa satu jam lagi, esok hari, lusa, minggu depan, atau entahlah. Enggak ada yang pasti, tergantung kemauan Geboy sendiri.

Ada sekitar lima anggota Geng Senter sif pertama yang menyebar duduk di sofa, dekat jendela, dan samping laci. Mereka di sana dari pukul tiga sore sampai setengah enam nanti. Sif kedua dimulai besoknya, dari pukul sembilan sampai dua belas siang. Selain itu, orang tua Geboy-lah yang menetap di kamar. Satu-satunya anggota yang enggak mengenal waktu dan datang seenaknya adalah Komal.

Seperti hari ini, ia sengaja membolos. Aco, Rendra, Kang Mus, dan dua senior lain tengah merencanakan sesuatu di kantin rumah sakit. Tentu, ia enggak mau ketinggalan. Padahal, bisa saja nanti dihubungi via chat lalu tetap menjalankan misi sesuai yang didiskusikan. Sayangnya, lelaki itu enggak sabaran dan mau dilibatkan dalam hal apa pun. Hitung-hitung ikut nimbrung dan menyumbang satu suara.

"Boy udah dikeluarin dari delegasi LKS, Bang. Udah ada siswa yang ditunjuk jadi pengganti dan itu bukan anak geng kita."

Komal membuka pembahasan dengan sebuah fakta pahit. Baru ini ia ketar-ketir mendengar dan menyampaikan pesan Pak Bonang. Keputusan pihak sekolah bukan enggak bisa ditebak, tapi ia sedikit syok setelah mengetahui siswa cadangan mereka. Komal pikir, ia-lah yang bakal diajukan--percaya diri dulu enggak apa-apa, kan. Mengingat rankingnya dengan Geboy enggak beda jauh, malah kadang salip-menyalip. Sayang, para guru sudah memutuskan untuk mengirim siswa kelas lain--masih dari Teknik Sepeda Motor--yang dinilai lebih berkompeten. Komal bahkan belum sempat mengajukan diri.

"Berarti kesempatan Randu buat naik jabatan makin besar, ya?" Aco lantas menggigit jari.

"Gue nggak terima, Bang. Dia yang bikin Boy begini."

"Belum tentu, Mal." Kang Mus mencoba menengahi, tapi Komal tetap berkacak pinggang dan ngedumel panjang.

"Dia udah nyampek, belum?" tanya Rendra pada Aco.

"Ini nge-chat, katanya masih di parkiran."

"Ya udah. Kita ke kamar Boy sekarang. Suruh dia langsung ke sana aja."

Aco mengangguk, segera mengirim pesan pada Randu sesuai arahan Rendra. Mereka pun kembali ke ruang rawat Geboy, meminta anak Geng Senter mengosongkan tempat, lalu duduk di sofa menunggu kedatangan sang bintang tamu.

Hawa panas yang masuk dari sela-sela jendela beradu dengan aura penghuni Kamar 10B. Bahkan dinginnya AC enggak menyelamatkan luapan amarah mereka, yang sebenarnya enggak kasat mata. Randu termangu di depan pintu cukup lama. Tangan dan kakinya bergetar, tiba-tiba susah bergerak. Degup jantungnya juga makin cepat enggak karuan. Komal yang menyadari ada sosok yang mematung di luar pun lekas membuka jalan dan tersenyum lebar.

"Eh, Randu. Yuk, masuk!" sapanya ramah seperti mbak-mbak Alfamart.

Si empunya nama pun menunduk, lalu masuk mengikuti Komal dan duduk di samping Aco. Ia sama sekali enggak menatap ranjang, benar-benar menghindari kehadiran Geboy, selaku tuan rumah. Randu mulai mencengkeram celana saat Rendra dan Kang Mus menarik kursi kecil mereka dan berhenti tepat di depannya.

"Udah kan, Bang? Yuk berangkat latihan. Lombanya tinggal minggu depan."

Suara Randu terbata-bata. Ia ke sini untuk menjemput Aco, bukan yang lain. Tapi, sepertinya hal itu enggak sama dengan pemikiran para seniornya. Seketika Randu merasa tengah dijebak, dipermainkan, dimanfaatkan, dan entah apa lagi. Ia pun menatap Aco yang ternyata sudah sinis padanya sedari tadi. Sontak ia menelan ludah dan memundurkan badan. Sayang, ada Komal yang berjaga di ujung sofa.

Asoy Geboy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang