²⁰ lomba kompetensi ❌

209 37 8
                                    

Hari berganti minggu, belum ada kabar baru dari Geboy. Anak-anak Geng Senter masih bergantian jaga, termasuk Komal yang enggak pernah absen sama sekali. Tapi, khusus hari ini, mereka semua kompak pamit ke sang ketua untuk mengantar Randu, sesama anggota yang kini mewakili sekolahnya ke Lomba Kompetensi Siswa Kategori Perawatan dan Perbaikan Sepeda Motor.

Seharusnya, Geboy juga ikut bersaing.

Komal pun mendengkus. Ia lalu tersenyum tipis pada jagoan baru Pak Bonang yang izin masuk dan meminta dukungan. Mungkin pikirnya ia sedang ikhlas meluangkan waktu untuk menyoraki haha-hihi dari luar. Padahal, Komal hanya mau menghantui Randu yang sudah lama kabur sejak di rumah sakit saat itu.

"Lo lihat tampangnya tadi, nggak? Kayak zombie."

"Iya. Susah tidur kali. Mikirin ini."

"Positif thinking amat lo. Suuzon dong sekali-sekali. Dia pasti parno karena Boy belum sadar sampai sekarang, apalagi kemarin sempet kritis lagi. Bisa-bisa Randu dipenjarain atas percobaan pembunuhan. Untung Om Abi nggak memperpanjang masalah."

"Lagian emang belum tentu dia pelakunya, kan."

"Siapa lagi? Emang lo pernah lihat Boy punya musuh selain Randu? Anak geng sebelah aja segan."

"Iya, sih. Tapi buktinya nggak cukup."

"Itu dia sayangnya."

Komal mendengarkan percakapan kedua kawannya sambil menopang dagu. Musibah ini sudah menjadi rahasia umum. Sesuai saran Aco, ia enggak menutupi kemungkinan apa pun pada para anggota, baik maupun buruk. Komal menceritakan segala hal dan membiarkan berbagai macam spekulasi tumbuh berkembang. Teori yang paling diyakini jelas tentang kecemburuan Randu dan obsesinya dalam menjegal Geboy. Itulah alasan meski Randu nanti bisa memenangkan ajang ini dan menjadi ketua Geng Senter, anak-anak tetap bodo amat dan let it flow saja. Mau menjabat ya terserah, enggak ya syukurlah. Mereka kehilangan sisi respect yang semestinya menjadi basic manner sebelum dipimpin.

"Bang Aco nggak ke sini, Mal?"

"Ke sini, kok." Komal refleks melongok ke area parkir gedung--mereka sedang nongkrong di warung pecel seberang jalan. "Motornya belum ada. Paling bentar lagi."

"Tapi pasti ke sini?"

"Iya, lah. Gitu-gitu Randu tetap murid-nya."

"Dia nggak cerita apa-apa, Mal?"

"Tentang?"

"Sikap Randu, mungkin."

Komal mengingat-ingat. Ia mengambil tempe mendoan lalu mengunyahnya, sambil merangkai spill-an Aco di chat setiap pulang latihan--selama seminggu terakhir. Ia juga membuka galeri, mencari bukti screenshot yang masih disimpan.

"Kata Bang Aco, Randu udah jago banget. Hampir semua case dia kuasai secara matang. Detail dan kecepatannya juga aman. Cuma …."

"Apa?" Lima orang yang duduk mengelilingi meja antusias menunggu.

"Nggak tahu. Bang Aco nggak bilang."

"Lah?" Gubrak! Semua orang kecewa.

Komal memutar bola matanya. "Bang Aco cuma bilang ada yang aneh, tapi nggak bisa dijelasin lewat kata-kata."

"Itu perasaan dia aja kali."

"Duh, Yon!" Si rambut kribo geregetan sampai menoyor kepala kawan di kirinya. "Dibilang coba suuzon dikit gitu, lho. Jangan lurus-lurus jadi orang."

"Ya kan gue mengimbangi kalian."

Oke, kali ini Komal enggak mau ikut-ikutan. Ia lebih memilih fokus ke lokasi perlombaan, menunggu Randu muncul di depan pintu. Sayangnya, sampai asar pun belum ada yang keluar. Maklum, tiap siswa bisa menghabiskan 1,5 jam atau bahkan lebih. Komal sendiri enggak tahu ada berapa sekolah yang mengirim delegasi ke sana, jadi mau sampai kapan juga ia enggak bisa mengira-ngira. Apalagi, hari ini enggak cuma jurusan TSM yang berperang. Alhasil, yang menganggur seperti mereka hanya menunggu dengan sabar.

Asoy Geboy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang