"Setiap sesuatu pasti memiliki batas, termasuk kersabaranku."
---
Sudah dua hari adanya berita palsu yang membuat Shelila di hindari oleh banyak orang. Siswa-siswi di sekolah ini masih belum melupakan berita itu. Namun yang Shelila bingung, mengapa tak ada panggilan dari guru untuk dirinya? Padahal beritanya sudah menyebar di berbagai penjuru.
Aleena juga sudah kembali masuk sekolah. Ia sudah sembuh, dan hukuman skorsing juga sudah selesai. Shelila kini melangkahkan kakinya bersama Aleena di koridor menuju kelas.
Banyak yang menatap mereka berdua dengan tatapan tak biasa. Bukan hanya itu, mereka juga mulai berbisik-bisik kecil membicarakan keburukan mereka.
"Nggak apa-apa, jangan di dengerin!" ucap Aleena.
Shelila hanya menatap Aleena sendu, lalu mengangguk. Karena mau seberusaha apapun Shelila tak memperdulikannya, Shelila tetaplah Shelila. Gadis yang akan selalu memikirkan apapun hal yang menganggu hidupnya.
"Makasih, Al!" ucap Shelila.
"Buat?"
"Cuma lo doang yang percaya sama gue di sekolah ini." ucap Shelila.
Aleena tersenyum, tangannya merangkul pundak Shelila. "Karena gue tau jelas tentang kehidupan lo, Lila! Gimana gue mau percaya sama berita itu, sedangkan lo aja lebih terbuka sama gue di banding sama kedua orang tua lo."
Shelila tersenyum. Dalam lubuk hatinya, ia benar-benar beruntung memiliki satu teman seperti Aleena. Aleena yang selalu melindunginya, Aleena yang selalu menghiburnya, Aleena yang selalu membantu dan selalu ada disisinya.
Langkah kaki mereka terhenti ketika berpas-pasan dengan Reiki, Gibran, dan juga Fariz. Mereka sama-sama saling menatap, entah apa yang ada di pikirannya masing-masing, namun tatapan itu tak sama dengan tatapan sendu yang dulu mereka berikan pada Shelila.
"Lo ngapain sih masih nemenin dia?!" tanya Fariz pada Aleena.
"Lo mau ikut-ikutan pacaran sama om-om?" tanyanya lagi.
Aleena hanya menatap Fariz dengan tatapan tajam. Tak berniat sedikitpun untuk membalas ucapannya.
Tanpa ucapan apa-apa lagi, Aleena pergi seraya menggandeng tangan Shelila untuk pergi menjauhi mereka.
"Aleena, lo di kasih berapa sampe tetep mau temenan sama dia?!" tanya Gibran membuat langkah Aleena terhenti.
Gadis itu menoleh dengan wajah datar. Kakinya kembali melangkah mendekat pada mereka. "Otak lo rendah banget. Semuanya aja lo ukur dengan uang."
"Al, jangan gitu!" ucap Fariz.
"Lo ngatur gue? Siapa lo?!" tanya Aleena kesal.
"Hampir 6 tahun lo temenan sama gue sama Lila, tapi lo nggak ada punya rasa percaya apapun ke kita!" lanjut Aleena.
"Gimana gue mau percaya? Orang ada buktinya." jawab Fariz.
"Lo kalo waktu itu berangkat juga bakal tau kalo buktinya real!" sahut Gibran.
"Tau apa lo?! Jepretan foto doang nggak selamanya bisa di percaya. Lo lupa? Waktu lo fotoin gue sama temen SMP dulu, posisi gue sama dia cuma duduk deket, sambil dia ngebisikin gue. Tapi hasil fotonya apa? Kaya orang ciuman!" ucap Shelila kepada Fariz.
Setelah mengatakan itu, Aleena langsung melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana. Membiarkan Fariz agar pikirannya terbuka.
"Gue kira dia udah di keluarin." ucap Gibran.
"Beritanya nyebar, tapi guru nggak ada yang tau." sahut Fariz.
Tanpa ucapan apa-apa, Reiki melangkahkan kakinya begitu saja meninggalkan kedua temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE IS KETUA MPK ( SELESAI✓ )
AléatoireShelila Alzena. Gadis yang mempunyai prinsip tak akan pernah jatuh cinta pada seorang pemuda yang lebih muda dari dirinya. Gadis yang sekarang menelan ucapannya lagi--karena sialnya, si ketua MPK yang notabennya adalah adik tingkat dirinya, berhasil...