Setelah selesai berdebat dengan dirinya sendiri di toilet, Alex kembali ke mejanya di kafetaria. Merasa sudah tenang untuk mengahadapi kekecewaannya dan memilih untuk menerima dengan lapang dada. Walau nyatanya rasa itu tidak benar-benar hilang sepenuhnya. Alex sadar bahwa ini sama sekali bukan kesalahan gadis itu, ia seharusnya tidak cuek terhadapnya tadi.
Ternyata dimeja itu Moon sudah tidak ada disana. Hanya ada laptop yang Alex tinggalkan dan sebuah ponsel berwarna navy milik Moon yang sepertinya tertinggal.
Mengambil ponsel itu, Alex berniat untuk mengembalikan kepada pemiliknya. Tapi ia pun tidak tahu dimana keberadaan Moon. "Mungkin dia pulang. Sebaiknya aku bergegas sebelum terlalu jauh"
Alex segera berlari menuju lift untuk turun ke lantai basemen. Berharap Moon masih belum meninggalkan area kantor dengan mobilnya. Alex menekan tombol lift berkali kali, namun lift itu tak kunjung datang.
Tak mau menunggu lagi, pandangan Alex tertuju pada pintu tangga darurat yang terletak tidak jauh dari sana. Awalnya ia ragu, tapi entah kenapa hatinya seakan mendesak Alex untuk lewat tangga darurat itu. Perasaan yang aneh.
Membuka pintu tangga darurat itu, Alex mengernyit heran melihat seutas tali tambang yang tergeletak di lantai. Ia meraihnya dan meneliti seluruh bagian tali itu. Tidak ada yang aneh. Alex melanjutkan menuruni tangga sambil membawa tali tambang itu ditangannya.
Ketika sampai ditangga lantai 4, Alex menemukan tali tambang lagi yang jumlahnya tidak hanya satu. Kali ini ia acuh saja, mungkin ada perbaikan atau semacamnya-pikirnya. Hingga saat ia memandang ke arah tangga lantai 3, matanya menangkap sosok gadis yang terduduk dilantai sambil menutup telinganya dengan tali tambang yang tercecer disekelilingnya.
Alex menyipitkan mata, berusaha mengenali siapa dia. Ia sangat terkejut setelah berhasil mengenali gadis itu dari cincin yang melingkar di jari telunjuknya. Cincin bulan sabit.
"Moon..!"
Menuruni tangga dengan cepat, Alex merasa khawatir dengan keadaan Moon. "Hey, you okay?" Tanya Alex menyejajarkan posisinya di samping Moon.
Moon menoleh. Tapi ia kembali menunduk setelah melihat benda itu ditangan Alex. Menyadari hal itu, Alex memandang benda ditangannya dan mulai mengerti.
"Kau takut dengan ini?" Tanya Alex khawatir. Ia pun segera memungut semua tali-tali yang berserakan dan mengumpulkan dibelakang tubuhnya agar tidak terlihat oleh Moon. Ia juga menaruh tali yang sempat dipungutnya tadi.
"It's okay. Jangan takut, ada aku disini" Alex memegang pundak Moon yang bergetar berusaha untuk menenangkannya.
Perlahan, Moon memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menurunkan tangan yang digunakan untuk menutup telinganya. Suara-suara itu sangat keras, Moon tidak bisa menahannya lagi.
Baru kali ini Alex melihat Moon yang ketakutan. Wajahnya memang masih datar, tak terlihat ketakutan sama sekali. Tapi Alex bisa melihat dengan jelas bagaimana gemetarnya tangan Moon, bahkan sampai saat ini.
"Merasa lebih baik?" Tanya Alex yang hanya dibalas anggukan pelan dari Moon. "Sebaiknya kita ke kafetaria lantai 2 saja. Pasti disana sepi, kau bisa lebih tenang disana"
Moon menuruti Alex yang membawanya ke kafetaria lantai 2. Kini mereka sudah duduk di meja pinggir dekat dengan jendela. Kafetaria itu sangat sepi, hanya ada mereka berdua disana.
"Oh iya. Ini handphone mu, tadi tertinggal" Ucap Alex meletakkan ponsel itu dimeja. "Sebentar ya, aku ingin membeli sesuatu"
Moon memandang punggung Alex yang berjalan ke tempat Snack. Ia heran, sifat lelaki itu sudah kembali seperti biasanya--perhatian dan peduli. Padahal baru saja Alex bersikap cuek padanya, tapi langsung berubah dengan selang waktu hanya sekitar 15 menit.
Tak lama, Alex kembali sambil membawa sesuatu ditangannya. "Ini untukmu. Katanya coklat bisa membuat perasaan menjadi lebih baik"
Moon menatap 2 batang coklat yang disodorkan oleh Alex. Coklat itu, perkataan itu, sama. Tapi tidak dengan orang yang memberinya. Do you get déjà vu, huh?
"Thanks" ucap Moon menerima coklat tersebut.
"Sebenarnya siapa yang melakukan itu padamu? Biar aku yang mengurusnya" tanya Alex serius.
"Tak perlu"
Alex mengangguk paham. Ia juga tak akan memaksa Moon untuk bercerita padanya. Alex hanya tak mau melihat Moon seperti itu untuk kedua kalinya. Ternyata, melihat orang yang kita sayang dilukai oleh orang lain itu rasanya sangat tidak rela.
"Baiklah... Oh iya, gimana coklatnya, suka?" Tanya Alex lagi. Kali ini dengan nada yang sudah tidak seserius tadi.
"Suka" jawab Moon jujur. Merek coklat itu adalah favoritnya. Ia bingung, kenapa Alex bisa mengetahui merek coklat favoritnya.
Alex tersenyum mendengar jawaban Moon. Tidak sia-sia ia kemarin membaca harapan itu, bisa mendapat informasi yang lumayan berguna.
"Bagaimana mana kau tahu bahwa aku suka coklat ini?" Kali ini Moon yang bertanya dengan masih menikmati coklatnya.
"Em.. entahlah, aku hanya menebak saja"
.
.
.Hello friends^^
Baru habis ujian ni😌, jadi segini dulu hehe
Makasih yang udah baca
Happy reading!
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
General Fiction"Moon" sebuah julukan sekaligus nama samaran seorang sniper handal yang disegani kawan maupun lawan. Tugasnya dalam diam,senyap,dan Tidak terlihat. Lawan hanya tau namanya tidak dengan wujudnya. Bahkan mereka semua tidak tahu nama aslinya. Dia adala...